LEBAK, LINIMASSA.ID – Ratusan pelajar SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, mendapatkan pendampingan dan pemulihan psikologis dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Provinsi Banten, Senin (27/10/2025).
Langkah ini dilakukan menyusul kasus viral yang melibatkan kepala sekolah dan seorang siswa yang ditegur karena merokok pada Jumat, 10 Oktober 2025 lalu. Peristiwa itu sempat memicu aksi mogok sekolah dan membuat siswa-siswi SMAN 1 Cimarga menjadi sorotan serta menerima hujatan dari warganet di berbagai platform media sosial.
Ketua Komnas PA Banten, Hendry Gunawan, mengatakan pihaknya turun langsung ke SMAN 1 Cimarga untuk melakukan asesmen dan memastikan kondisi psikologis para siswa tetap stabil serta lingkungan belajar berjalan kondusif.
“Kami berkoordinasi dengan pihak sekolah, guru, dan komite. Fokus utama kami adalah memastikan anak-anak tidak mengalami tekanan psikis atau trauma akibat peristiwa yang sempat viral itu,” ujar Hendry di lokasi kegiatan.
Selain melakukan pendampingan emosional pada siswa SMAN 1 Cimarga, Komnas PA juga memberikan sosialisasi Undang-Undang Perlindungan Anak, edukasi mengenai pencegahan kekerasan di lingkungan sekolah, serta pentingnya menghormati hak anak untuk menyampaikan pendapat.
“Kami ajak para siswa untuk berani bercerita dan mengekspresikan perasaan mereka. Sosialisasi ini bertujuan agar mereka memahami hak-haknya sekaligus belajar menyikapi perbedaan dengan bijak,” tambahnya.
Kondisi Siswa SMAN 1 Cimarga 1 Cimarga
Hendry mengungkapkan, sejumlah siswa SMAN 1 Cimarga sempat mengaku khawatir karena beredarnya kabar di media sosial yang menyebut bahwa perusahaan-perusahaan akan menolak atau “blacklist” lulusan sekolah mereka.
“Kami tegaskan, isu itu tidak benar. Masa depan mereka tidak ditentukan oleh gosip di dunia maya. Yang terpenting adalah prestasi, kemampuan, dan karakter mereka di dunia nyata,” jelasnya.
Komnas PA juga mengimbau seluruh sekolah di Banten agar memperkuat peran Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) serta memastikan setiap kasus diselesaikan sesuai prosedur dan peraturan sekolah.
“Setiap pelanggaran harus diselesaikan secara bijak berdasarkan tata tertib sekolah, bukan dengan emosi. Kami menghargai peran masyarakat yang ikut mengawasi agar proses ini berlangsung terbuka dan adil,” pungkas Hendry.



