LINIMASSA.ID – Apakah kamu sering terkena people pleaser, merasa susah mengatakan “tidak” saat teman atau keluarga atau kolega meminta bantuan, meski kamu sedang tidak sanggup? Atau mungkin kamu cenderung mengiyakan permintaan orang lain agar tidak mengecewakan mereka?
Jika iya, bisa jadi kamu termasuk dalam kategori people pleaser, yaitu seseorang yang selalu berusaha menyenangkan orang lain, bahkan jika itu berlawanan dengan keinginan atau perasaan pribadi.
Melansir dari kanal YouTube Greatmind, Marissa mendefinisikan People pleaser sebagai istilah bagi seseorang yang rela mengorbankan kepentingan dan perasaannya sendiri demi membuat orang lain senang. Biasanya, mereka merasa bertanggung jawab untuk membuat orang lain nyaman dan bahagia.
Namun, kebiasaan ini justru bisa berujung pada tekanan batin dan kehilangan jati diri.
Orang yang people pleaser sering kali merasa tidak nyaman jika harus menolak permintaan orang lain atau menyampaikan pendapat yang berbeda. Mereka kerap mengatakan “ya” meskipun dalam hati merasa tidak setuju atau keberatan.
Pada akhirnya, people pleaser, mereka cenderung memendam rasa kesal yang berpotensi menimbulkan stres hingga frustrasi.
Beberapa faktor di bawah ini bisa menjelaskan mengapa fenomena people pleaser kerap dialami oleh Gen Z:
People Pleaser Gen Z
![People Pleaser, Ini 3 Alasan Gen Z yang Sering Terkena 2 People Pleaser](https://linimassa.id/wp-content/uploads/2024/10/people-pleaser-1.png)
1. Didikan yang Kaku di Masa Kecil
Banyak people pleaser dibentuk sejak kecil melalui lingkungan yang kurang menghargai perbedaan opini atau bahkan menekan mereka untuk selalu menurut.
Mungkin saat kecil mereka memiliki figur orang tua atau pengasuh yang sulit menerima penolakan. Pola asuh seperti ini membuat mereka terbiasa menyembunyikan perasaan sebenarnya demi menjaga keharmonisan.
2. Ketergantungan pada Pengakuan Sosial
Gen Z tumbuh di era media sosial di mana like, comment, dan share menjadi pengukur pengakuan sosial. Keinginan untuk disukai banyak orang bisa membuat mereka menghindari konfrontasi atau perbedaan pendapat demi mempertahankan citra diri yang positif di mata orang lain.
Akibatnya, mereka jadi lebih fokus pada bagaimana cara menyenangkan orang lain daripada mempertimbangkan kebahagiaan diri sendiri.
3. Kurangnya Rasa Percaya Diri
Rasa percaya diri yang rendah sering kali membuat seseorang merasa perlu mendapat validasi eksternal. Dengan terus menyenangkan orang lain, mereka berharap bisa mendapat pengakuan dan pujian yang membantu menaikkan harga diri. Namun, mereka justru semakin terjebak dalam lingkaran penurunan harga diri karena selalu mengukur nilai dirinya dari pandangan orang lain.
Menjadi people pleaser mungkin awalnya terlihat baik, tetapi ini bisa berdampak negatif, baik bagi kesehatan mental maupun kehidupan sosial seseorang. Beberapa dampak buruknya antara lain:
![People Pleaser, Ini 3 Alasan Gen Z yang Sering Terkena 3 People Pleaser](https://linimassa.id/wp-content/uploads/2024/10/people-pleaser-2.png)
1. Stres dan kelelahan emosional, terus berusaha menyenangkan orang lain membuat seseorang kehilangan waktu untuk dirinya sendiri, yang dapat memicu stres dan kelelahan.
2. Tidak tahu keinginan pribadi, sering memenuhi ekspektasi orang lain membuat mereka lupa apa yang sebenarnya mereka inginkan dalam hidup.
3. Rentan dimanfaatkan orang lain, people pleaser sering dianggap “gampang” sehingga mudah dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
Dengan beberapa dampak di atas, maka seorang gen Z perlu mengatasi kebiasaan people pleasing agar tidak terus merasa terjebak dalam kebiasaan ini, ada beberapa cara yang bisa diterapkan untuk membantu berhenti menjadi people pleaser:
1. Belajar mengatakan tidak dengan ramah, mulailah mengatakan “tidak” untuk hal-hal kecil. Ini bisa membantu membiasakan diri untuk menolak tanpa merasa bersalah.
2. Utamakan kebutuhan diri sendiri, pertimbangkan kepentingan pribadi sebelum memenuhi permintaan orang lain. Ingatlah bahwa kamu tidak wajib menyenangkan semua orang.
3. Sadari bahwa tidak semua orang akan menyukaimu. Sadarilah bahwa disukai semua orang adalah hal yang mustahil. Lebih baik disukai oleh orang-orang yang benar-benar mengenal dan menerima dirimu apa adanya.
4. Latih diri mengutarakan pendapat. Mulailah menyuarakan pendapat, bahkan untuk hal-hal kecil. Ini akan membantu meningkatkan kepercayaan diri dan memperkuat identitas diri.
Menjadi seseorang yang people pleaser atau peduli dengan orang lain adalah hal baik, tetapi jika terlalu berlebihan hingga mengabaikan kepentingan pribadi, ini bisa menjadi masalah.
Belajar untuk menyeimbangkan antara perhatian pada orang lain dan kebutuhan diri sendiri sangat penting agar tidak terjebak dalam kebiasaan people pleaser.