LINIMASSA.ID, TANGSEL – Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) menyoroti adanya ketidaksesuain kawasan zonasi industri hingga ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH).
Hal itu diungkapkan Ketua Pansus Raperda RTRW Ahmad Syawqi usai pembahasan intensif terhadap 14 pasal yang sebelumnya ditunda.
“Hari ini ada sekitar 14 pasal yang kemarin kita pending untuk dilakukan pendalaman. Tadi sudah dibahas, salah satunya mengenai kawasan zonasi,” kata Syawqi.
Syawqi menjelaskan, sebagian pasal yang dibahas berhubungan dengan ketentuan pemanfaatan ruang, zona sepadan sungai, hingga aturan-aturan yang menyangkut kewenangan pemerintah pusat maupun provinsi. Syawqi menegaskan, Pansus tidak ingin menyusun pasal yang multitafsir.
“Kita enggak mau bikin pasal yang sifatnya terlalu abu-abu. Kalau bicara kewenangan, kita mau disebut jelas siapa yang berwenang dan apa ketentuan khususnya,” ungkap anggota DPRD Tangsel dari Fraksi Gerindra itu.
Salah satu isu yang mendapatkan sorotan adalah ketidaksesuaian peruntukan zona industri dengan kondisi lapangan. Syawqi mencontohkan keberadaan pabrik batching plant yang berdiri di kawasan permukiman karena warisan tata ruang dari masa ketika Tangsel masih bagian dari Kabupaten Tangerang.
“Kalau suatu zonasi dikatakan sebagai zona kawasan industri, tapi kenyataannya di kawasan itu berdiri yang bukan peruntukannya, ini kan karena Tangsel ini kota yang mekar. Sebelumnya masih belum tertata,” terang Syawqi.
Ia menegaskan, Pansus ingin memasukkan aturan tegas terkait penataan kembali kawasan yang tidak sesuai zonasi. Mulai dari opsi relokasi, mekanisme ganti rugi, hingga pembukaan metode teknis yang akan dijelaskan lebih detail dalam Peraturan Wali Kota setelah Perda disahkan.
“Kalau tempatnya ternyata harus diubah, apa kewenangan pemerintah kota, apakah ada ganti rugi, apakah bisa direlokasi. Kita mau ada ketentuan khusus yang jelas di dalam batang tubuh Perda ini,” kata Syawqi.
Syawqi menekankan, bahwa inti rapat hari ini adalah sinkronisasi antara kebijakan yang berjalan, rancangan aturan baru, dan kesiapan dinas teknis yang akan mengeksekusi.
“Yang paling penting itu sinkronisasi antara kebijakan berjalan, transisi drafting yang baru, sama kesiapan dinas teknis nanti ke depan,” tegasnya.
Ia menambahkan Pansus tidak ingin hanya mengandalkan laporan di meja rapat. Akan ada pengecekan langsung ke sejumlah titik, termasuk lokasi-lokasi yang dianggap bermasalah seperti kawasan yang mengalami penyempitan hingga matinya anak sungai yang memicu banjir.
“Kita enggak mau cuma ada rapat doang di kantor katanya-katanya. Kita mau cek lapangan, termasuk anak sungai mati di beberapa wilayah,” ungkap Syawqi.
Dalam waktu dekat, Pansus juga akan melakukan studi tiru ke Batam yang dinilai memiliki ketegasan dalam kebijakan penataan ruang.
“Kita mau belajar ke Batam. Walaupun tata kelolanya berbeda karena mereka ada BP, tapi tindakan tegas pemerintah Batam terhadap kebijakannya itu perlu kita contoh,” ujar Syawqi.
Ia berharap formula final RTRW nantinya mampu menjawab persoalan tumpang tindih zonasi, melindungi kawasan strategis seperti situ dan sempadan sungai, serta mengatur tata ruang secara tegas demi keberlanjutan pembangunan di Tangsel.
“Yang kita susun ini untuk jangka panjang. Jadi harus jelas, tegas, dan bisa diimplementasikan,” tutupnya.



