LEBAK, LINIMASSA.ID – Kasus pelecehan seksual di Lebak, Provinsi Banten kian hari kian mengkhawatirkan. Tercatat, dalam kurun waktu empat bulan, terdapat 83 kasus.
Data ini berdasarkan keterangan esmi Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana atau DP3AKB Lebak.
Melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Anak dan Perempuan atau UPTD PPA, angka pelecehan seksual di Lebak dan juga kekerasan seksual sangat tinggi dalam kurun waktu empat bulan terakhir.
Hal ini pun turut menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten Lebak, untuk melakukan berbagai upaya pencegahan, penanganan, hingga rehabilitasi terhadap korban.
Dari total 83 kasus pelecehan seksual di Lebak tersebut, tercatat di Bulan Januari 2025 terdapat 30 kasus, Februari 21 kasus, Maret 18 kasus, dan April 14 kasus.
Kendati terdapat penurunan persentase dibanding tahun sebelumnya, namun jumlah tersebut tetap dalam kategori yang tergolong tinggi.
Faktor Pelecehan Seksual di Lebak Tinggi
Kepala UPTD PPA Lebak Fuji Astuti mengatakan, faktor penyebab pelecehan seksual di Lebak tinggi, mayoritas disebabkan oleh faktor lingkungan, minimnya pengawasan keluarga, serta penggunaan media sosial yang tidak bijak.
“Mayoritas korbannya ialah perempuan dan anak di bawah umur, totalnya 83 kasus,” kata Fuji, Jumat 24 April 2025.
Tak ingin pasrah pada keadaan, Fuji mengaku jika pihaknya terus melakukan upaya pencegahan, pendampingan psikologis dan hukum terhadap para korban.
“Kami mengajak masyarakat agar jangan ragu melaporkan tindak kekerasan seksual di Lebak, jika mengetahui atau mengalaminya segera lapor,” serunya.
Dilanjutkannya, bahwa dalam mencegah kekerasan seksual, peran orangtua sangat penting untuk melakukan pencegahannya. “Intinya dengan terjadi kasus seperti ini, pengawasan orang tua terhadap anak-anak harus lebih ekstra,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Tim Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TPKK) Belia Hasbi Jayabaya, turut menanggapi fenomena ini. Ia mengatakan bahwa keluarga adalah benteng pertama dalam mencegah kekerasan seksual, terutama terhadap anak-anak.
Ia menambahkan, pengawasan orang tua harus dilakukan secara ketat terutama pada anak di bawah karena rentan terpengaruh media sosial dan lain sebagainya. “Jadi artinya anak-anak bisa mengakses segala macam informasi itu lebih mudah,” terangnya.