linimassa.id – Sudah tahu tentang Pekan Kesadaran Antimikroba Sedunia atau World Antimicrobial Awareness Week? Momen ini diperingati pada 18-24 November 2023. Tahun ini mengusung tema “Preventing antimicrobial resistance together”.
Diektahui, pekan kesadaran ini untuk meningkatkan kesadaran akan resistensi antimikroba (AMR) dan mendorong upaya menghindarinya.
Laman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut, resistensi ini adalah kondisi ketika bakteri, virus, jamur, dan parasit tidak lagi merespons agen antimikroba. Akibat resistensi obat, antibiotik dan agen antimikroba lainnya menjadi tidak efektif dan infeksi menjadi sulit atau tidak mungkin diobati, sehingga meningkatkan risiko penyebaran penyakit hingga kematian.
Laman ditjenpkh.pertanian.go.id menulis, pada 2022 untuk memperingati pekan kesadaran antimikroba sedunia, Indonesia mendeklarasikan 5 langkah konkrit mengendalikan resistensi antimikroba.
Kementerian Pertanian bersama World Organization of Animal Health (WOAH), Badan Pangan dan Pertanian (FAO) serta industri perunggasan dan farmasi di Indonesia mendeklarasikan langkah-langkah konkrit untuk mencegah resistensi Antimikroba atau Antimicrobial Resistance (AMR) di Indonesia.
Deklarasi ini dilaksanakan pada 22 Nobember 2022 pada diskusi dalam rangka memperingati Pekan Perayaan Kesadaran Antimikroba Sedunia yang jatuh pada tanggal 18-24 November 2022.
Pada kesempatan tersebut, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) menyampaikan, deklarasi yang dilakukan mencakup lima poin penting untuk mendorong pencegahan AMR, terutama di lingkup industri perunggasan dan farmasi.
Kelima poin tersebut, yaitu: (1) berkomitmen dalam penggunaan antimikroba dengan bijak yang tepat jenis dan tepat dosis sesuai resep; (2) meningkatkan biosekuriti dan vaksinasi untuk mengurangi tingkat infeksi; (3) mengurangi penggunaan antimikroba di peternakan dan penerapan manajemen limbah yang baik; (4) berinvestasi untuk menekan laju resistensi antimikroba, serta; (5) berkolaborasi antar industri dan akademisi untuk berbagi data dan informasi dalam upaya memerangi resistensi antimikroba.
Industri perunggasan dan farmasi yang menandatangani deklarasi tersebut diantaranya: PT. Charoen Pokphand Indonesia, PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk, PT. Medion Farma Jaya, PT. Satya Samitra Niagatama, PT. Agrinusa Jaya Santosa, dan PT. Elanco Animal Health Indonesia (sebagai perwakilan dua pemangku kepentingan industri perunggasan swasta dan empat perusahaan obat hewan). Keenam perusahaan ini juga akan mengajak perusahaan lain untuk dapat ikut berkomitmen mengatasi permasalahan resistensi antimikroba.
Komitmen
“Deklarasi ini merupakan bentuk komitmen dan merupakan langkah nyata dari dukungan pihak industri terhadap Rencana Aksi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba Tahun 2020-2024”, ungkap Dirjen PKH Nasrullah.
“Langkah ini merupakan tindak lanjut hasil pertemuan G-20 di Bali, dimana negara-negara anggota G-20 berkomitmen meningkatkan upaya ketahanan sistem pangan dan pertanian melalui kerjasama yang efektif dengan stakeholder terkait, melalui promosi kerjasama public-private, investasi pengembangan kapasitas dan inovasi solusi permasalahan dampak produksi yang berkelanjutan,” imbuhnya menjelaskan.
Pada kesempatan tersebut, Menteri Pertanian juga mengajak berbagai pihak khususnya sektor swasta untuk berkontribusi nyata dalam aksi pengendalian AMR di Indonesia.
Ancaman
Sub sektor peternakan merupakan salah satu sub sektor yang sangat penting dalam upaya mengendalikan resistensi antimikroba. Menurut Nasrullah, AMR dapat mengancam produktivitas ternak dan berpotensi menghambat penyediaan pangan bagi masyarakat, lantaran hewan yang sakit kehilangan kemampuannya untuk membunuh mikroorganisme yang menginfeksi ternak.
“Resistensi antimikroba tidak hanya berdampak pada meningkatnya tantangan manajemen kesehatan hewan, namun juga ancaman bagi kesehatan masyarakat karena bakteri resisten dapat menyebar melalui rantai makanan,” ungkap Nasrullah.
Ini sangat diperlukan bagi sub sektor peternakan, dan banyak digunakan di industri perunggasan, maka dari itu dibutuhkan inisiatif dari pihak industri perunggasan untuk berperan secara konkrit dalam upaya pencegahan AMR melalui penerapan praktik-praktik yang baik di tingkat budidaya dan penyediaan pangan asal hewan.
Nasrullah menambahkan bahwa momentum ini menjadi wadah untuk memperkuat kerja sama PublicPrivate Partnership (PPP) industri perunggasan dalam melakukan praktik baik penggunaan antimikroba yang bijak dan bertanggung jawab.
Sistem kesehatan global mempraktikkan pendekatan kolaboratif One Health untuk pengendalian AMR yang efektif, melalui promosi praktik–praktik terbaik untuk mengurangi penggunaan antimikroba untuk mencegah munculnya mikroba yang kebal antimikroba pada manusia, hewan, serta lingkungan.
“Sebagai tindak lanjut dari deklarasi ini, kami sangat berharap agar sektor industri dapat terlibat langsung dalam penyusunan dan implementasi kebijakan AMR kedepannya,” ujar Nasrullah, seraya mengapresiasi dukungan pihak swasta. Ia melihat bahwa deklarasi ini menjadi langkah awal demi terjalinnya kerja sama yang berkelanjutan untuk menghambat laju AMR.
“Komitmen swasta menjadi penting dalam pencapaian penurunan penggunaan antimikroba di peternakan ayam broiler karena profilaksis. Kedepannya, industri peternakan juga diharapkan dapat menerapkan kompartementalisasi di peternakan, memenuhi syarat Nomor Kontrol Veteriner (NKV) untuk peternakan ayam petelur, dan berkontribusi dalam surveilans AMR/AMU. Hal ini untuk menjamin kualitas produk protein hewani aman dari resistensi antimikroba sehingga anak dapat tumbuh sehat dan cerdas, serta terhindar dari stunting,” ujar drg. Agus Suprapto, M.Kes, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. (Hilal)



