SERANG, LINIMASSA.ID – Penyandang disabilitas di Kota Serang butuh diperhatikan, mereka meminta agar fasilitas Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Pilkada 2024, dapat lebih ramah kelompok disabilitas.
Dengan adanya fasilitas untuk penyandang disabilitas itu, diharapkan dapat menaikkan angka partisipasi pemilih di Kota Serang.
Diketahui, berdasarkan data dari KPU Kota Serang, Pilkada 2024 terdapat 513.851 daftar pemilih tetap (DPT). Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.320 orang atau 0,25 persen diantaranya pemilih disabilitas.
Mayoritas penyandang disabilitas di Kota Serang yaitu, tunadaksa atau penyandang disabilitas fisik sebanyak 550 orang, dan penyandang disabilitas netra (keterbatasan dalam penglihatan) sebanyak 147 orang.
Selanjutnya penyandang disabilitas intelektual sebanyak 99 orang, disabilitas wicara sebanyak 267 orang, disabilitas rungu 66 orang, serta penyandang disabilitas mental sebanyak 191 orang.
Depi (40) warga Kecamatan Serang, penyandang disabilitas netra, sekaligus anggota Perkumpulan Penyandang Disabilitas (PPDI) Kota Serang ini berharap, pemilihan kepala daerah di tahun ini dapat memenuhi kebutuhan kelompok disabilitas. Khususnya ketika melakukan pencoblosan di TPS.
Depi menginginkan, agar surat suara dalam pelaksanaan pemilihan, tersedia dengan huruf braille (sistem tulisan dan cetakan berdasarkan abjad Latin).
Menurut Depi, hal itu dapat memudahkan untuk menentukan pilihan.
“Agar lebih mudah memilih, surat suara itu bentuknya braille, sama ada pendamping juga. TPS pun harus ramah untuk disabilitas,” kata Depi.
Menurut Depi, dirinya lebih memilih untuk petugas pendamping berasal dari KPU. Soalnya, ia khawatir apabila pendamping yang bukan dari KPU, malah mengarahkan ke calon yang tidak sesuai dengan pilihannya.
“Terus pendamping, sayanya takut ‘udah coblos ini aja’ padahal hati sayanya beda,” ujar Depi.
Depi mengaku, sudah mengetahui seluruh pasangan calon, baik calon gubernur dan wakil gubernur, hingga calon walikota dan wakil walikota Serang.
“Untuk satu, dua, tiga insyaallah sudah hafal nama-namanya. Dan Pilgub-nya pun insyaallah sudah hafal,” ucap Depi.
Hal sama juga diungkapkan dengan Rohmat, warga Kecamatan Kasemen, sekaligus penyandang disabilitas fisik ini menginginkan, agar jalur menuju TPS tidak terlalu rumit, ataupun curam, agar dirinya sebagai pengguna kursi roda bisa memilih tanpa harus khawatir.
“Maunya ya (akses) yang landai biar mudah. Kan kebanyakan ada tenda terus posisi ininya (jalan) ada misalnya pagar kan sulit. Kursi roda nggak bisa (masuk),” ujar Rohmat.
Penyandang Disabilitas di Kota Serang Sulit Mendapatkan Akses Perbankan
Penyandang disabilitas kerap kali dipandang sebelah mata oleh berbagai pihak, termasuk Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK). Hal ini menyebabkan mereka harus rela memupuskan impian untuk mendapatkan rumah layak huni melalui Kredit Perumahan Rakyat (KPR).
Meski banyak cara untuk mendapatkan rumah impian, baik melalui kontrak maupun pembelian kredit, masyarakat umumnya memiliki kesempatan untuk memiliki rumah setelah mencicilnya selama bertahun-tahun. Namun, mendapatkan persetujuan KPR dari lembaga keuangan bukanlah proses yang mudah. Serangkaian persyaratan yang rumit sering menjadi kendala, terutama bagi penyandang disabilitas.
Salah satu yang merasakan kesulitan ini adalah Jumri, seorang tunanetra yang juga Ketua Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) di Serang. Jumri mengungkapkan keresahannya sebagai penyandang disabilitas di Kota Serang yang tidak mendapatkan fasilitas lengkap, terutama dalam hal akses ke lembaga keuangan.
“Saya awalnya berniat mengambil rumah di perumahan Kepuren Residence. Saya sudah menyiapkan seluruh berkas persyaratan dan menjalani wawancara. Setelah itu, saya menunggu kabar lanjutan selama kurang lebih dua minggu untuk mengetahui perkembangan KPR saya. Namun, pihak bank menyatakan bahwa pengajuan saya belum disetujui,” kata Jumri.
Jumri merasa diragukan oleh pihak bank karena keterbatasan fisik yang ia miliki. Tidak ada transparansi mengenai alasan penolakan pengajuan KPR-nya, apakah terkait dengan berkas persyaratan, slip gaji, atau hal lain yang tidak diketahui.
“Setelah itu, saya mencoba lagi di Persada Banten, tapi booking fee langsung dikembalikan setelah pengajuan saya dinyatakan tidak disetujui,” lanjutnya.
Berbagai keluhan terkait buruknya pelayanan jasa keuangan di Serang telah dirasakan oleh Jumri. Namun, ia juga menyoroti bahwa teman-temannya yang merupakan anggota Pertuni di Jakarta mendapatkan kesempatan lebih baik. Salah satu di antaranya bahkan bekerja sebagai operator di Permata Bank Jakarta.
“Di Pertuni, ada program magang seperti menjahit, tata boga, dan beberapa ada yang menjadi operator di Permata Bank Jakarta. Intinya, Kota Serang belum ramah akses bagi penyandang disabilitas,” lanjutnya.
Ditempat yang sama, Alif sebagai seorang non-disabilitas mengungkapkan pendapatnya atas keprihatinan perbankan mengenai persetujuan KPR untuk penyandang disabilitas yang tidak transparan.
“Miris sekali melihat kenyataan di Kota Serang yang belum sepenuhnya ramah akses bagi penyandang disabilitas, bagaimanapun juga yang mengidamkan rumah impian atas nama diri sendiri bukan hanya orang-orang non-disabilitas atau non-difabel, tapi para penyandang disabilitas pun patut diistimewakan. Jika tidak dapat persetujuan KPR, setidaknya ada bukti yang transparan mengenai ketidakpastian tersebut,” tutupnya.