SERANG, LINIMASSA.ID – Nelayan Banten tolak PIK 2 yang saat ini proyeknya sedang berlangsung dikerjakan oleh Agung Sedayu Group di wilayah pesisir pantai Banten Utara.
Mega proyek ini ditentang keras oleh para nelayan dan petani sekitar wilayah tersebut, mereka khawatir pada dampak berkepanjangan, khususnya pada sosial dan ekonomi warga.
Para nelayan Banten tolak PIK 2 ini dengan mendatangi Kantor Ketua DPRD Banten Fahmi Hakim pada Rabu 10 September 2025.
Mereka memprotes dan menutut perubahan terhadap Peraturan Daerah (Perda) Tata Ruang Provinsi Banten nomor 1 Tahun 2023. Dalam Perda tersebut mengubah fungsi kawasan pesisir Pantai Banten Utara yang sebelumnya untuk kawasan ekonomi kelautan dan perikanan menjadi Industri.
Salah satu nelayan Banten tolak PIK 2, Kholid mengatakan, jika revisi Perda itu telah menjadi karpet merah oligarki dalam menggarap proyek PIK 2.
Kholid mengaku heran akan revisi Perda itu bisa terjadi, padahal perubahan tersebut akan berdampak pada nelayan di Banten yang bisa kehilangan mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan dapur sehari-hari.
“Kalau bicara tata ruang, berarti kan bicara tentang manusianya, bagaimana ketika ruang kami yang kemudian diubah yang tadinya pertanian dan nelayan menjadi industri ini kan berarti kan ada perubahan sosial juga kan otomatis,” kata Kholid, Rabu 10 September 2025.
“Gimana makan kami nantinya? ,” ucapnya.
Nelayan Banten Tolak PIK 2, Tuntut Revisi Perda

Revisi Tata Ruang ini, kata Kholid, sangat tidak mencerminkan keberpihakan pemerintah kepada rakyat kecil. Yang mana, seharusnya sebelum melakukan revisi, pemerintah harus terlebih dahulu melakukan kajian secara matang, baik dari segi sosiologi, ekonomi maupun budaya daerah sekitar. “Tentu kita menolak, karena revisi ini tidak melibatkan dan memerhatikan masyarakat setempat,” ungkapnya.
“Makanya saya tanya, ini Perda untuk siapa ? jangan-jangan ini pesanan oligarki?,” sambungnya.
Nelayan Banten Tolak PIK 2lainnya, Heri mempertanyakan dasar dari perubahan tata ruang itu. Karena seharusnya, perubahan itu hanya bisa dilakukan dengan memerhatikan daya tampung wilayah itu, jika wilayah tersebut memiliki daya tampung untuk ekonomi perikanan dan pertanian, maka tidak boleh dirubah.
Kecurigaan nelayan Banten tolak PIK 2 semakin menguat saat pihak PT Pandu mendapatkan izin lokasi untuk industri real estate di Tahun 2022 di Kabupaten Serang. Izin itu didapati tidak lama usai Pemerintah Kabupaten Serang mengubah Perda Tata Ruangnya di Tahun 2020.
“Ternyata di provinsi tahun 2023, peta yang diinginkan oleh PT Pandu ini sudah berubah jadi industri, artinya hari ini perda hanya melayani kepentikan PIK 2. Bukan kepentingan masyarakat,” tuturnya.
Atas hal tersebut, pihaknya mendesak kepada DPRD Banten untuk melakukan revisi terhadap Perda Nomor 1 tahun 2023 tentang tata ruang Provinsi Banten dengan mengembalikan kawasan pesisir pantai Banten Utara menjadi kawasan kelautan perikanan dan pertanian, bukan industri.
“Saya jamin geger, gegernya bukan hanya di Banten. Bahaya,” timpal Kholid dengan tegas jika revisi terhadap perda itu tidak dilakukan.



