linimassa.id – Terkadang kita terlambat datang berjumatan, bahkan acap kali terlambat dalam pelaksanaan shalat Jumat.
Ada kalanya seorang yang hendak melaksanakan shalat Jumat, namun karena sesuatu hal menyebabkannya terlambat datang untuk mengikuti shalat jum’at tepat waktu. Syaikh Prof. Muhammad az Zuhaili menjelaskan dalam kitabnya al-Mutamad Fil Fiqhi Asy-Syafi’i (1/250):
و يختلف حكم المسبوق في إدراك الجمعة عن بقية الصلوات التي يدرك فيها الجماعة إذا أدرك الإمام في الصلاة و لو بتسبيحة قبل السلام.
“Hukum orang yang masbuq pada shalat Jum’at berbeda dengan shalat-shalat yang lain, yang mana untuk shalat lain selain shalat Jum’at dihitung berjamaah apabila dia mendapati imam saat shalat sebelum salam meskipun dengan sekedar mengucapkan tasbih”
Oleh sebab itu, ketentuan fikih bagi yang masbuq ketika mau melaksanakan shalat Jum’at ini berbeda dengan shalat shalat fardhu lainnya. Secara garis besar bisa kita bagi dua pembahasan tentang ketentuan fikih bagi orang yang masbuq saat hendak shalat Jumat.
Persoalan yang dihadapi saat terlambat datang shalat Jumat, sangat kompleks. Kadang imam sudah dapat satu rakaat, terkadang sudah sampai tahiyyat akhir.
Bagaimana panduan menjalankan shalat Jumat bagi orang yang terlambat datang?
Orang yang terlambat datang dalam pelaksanaan shalat Jumat disebut dengan masbuq, kebalikan dari makmum muwafiq.
Syekh Sa’id bin Muhammad Ba’isyun tentang definisi makmum muwafiq dan masbuq mengatakan:
هَذَا كُلُّهُ فِي الْمُوَافِقِ وَهُوَ مَنْ أَدْرَكَ مَعَ الْإِمَامِ قَدْرَ الْفَاتِحَةِ بِالنِّسْبَةِ اِلَى الْقِرَاءَةِ الْمُعْتَدِلَةِ لَا لِقِرَاءَةِ الْإِمَامِ وَلَا لِقِرَاءَةِ نَفْسِهِ عَلىَ الْأَوْجَهِ. اِلَى اَنْ قَالَ وَأَمَّا الْمَسْبُوْقُ وَهُوَ مَنْ لَمْ يُدْرِكْ مَا مَرَّ فِي الْمُوَافِقِ فِيْ ظَنِّهِ مِنَ الرَّكْعَةِ الْأُوْلَى أَوْ غَيْرِهَا
Artinya: “Yang demikian tersebut berlaku untuk makmum muwafiq, yaitu makmum yang menemui durasi waktu membaca al-Fatihah bersama Imam sesuai dengan standar bacaan sedang, bukan bacaannya Imam dan makmum sendiri menurut pendapat al-aujah (yang kuat). Adapun masbuq yaitu orang yang tidak menemui kriteria yang disebutkan dalam makmum muwafiq sesuai dugaannya, baik di rakaat pertama atau lainnya.” (Al-Syaikh Sa’id bin Muhammad Ba’isyun, Busyra al-Karim bi Syarhi Masail al-Ta’lim, Jedah: Dar al-Minhaj, 2004, hal. 354-355).
Berkaitan dengan makmum masbuq dalam shalat Jumat, setidaknya ada dua perincian yang perlu dipahami sebagai berikut.
Pertama, masbuq yang menemui ruku’ rakaat yang kedua dari shalatnya imam. Masbuq jenis ini sederhananya adalah makmum yang menemui satu rakaat bersama imam.
Masbuq jenis pertama ini tergolong orang yang menemui rakaat shalat Jumat. Setelah imam salam, ia cukup menambahkan satu rakaat untuk menyempurnakan Jumatnya.
Syekh Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan:
(وَلَا تُدْرَكُ الْجُمُعَةُ إِلَّا بِرَكْعَةٍ ) لِمَا مَرَّ مِنْ أَنَّهُ يُشْتَرَطُ الْجَمَاعَةُ وَكَوْنُهُمْ أَرْبَعِيْنَ فِيْ جَمِيْعِ الرَّكْعَةِ الْأُوْلَى فَلَوْ أَدْرَكَ الْمَسْبُوْقُ رُكُوْعَ الثَّانِيَةِ وَاسْتَمَرَّ مَعَهُ إِلَى أَنْ يُسَلِّمَ أَتَى بِرَكْعَةٍ بَعْدَ سَلَامِ الْإِمَامِ جَهْرًا وَتَمَّتْ جُمُعَتُهُ
Artinya: “Jumat tidak dapat diraih kecuali dengan satu rakaat, karena keterangan yang lampau bahwa disyaratkan berjamaah dalam pelaksanaannya serta jamaah Jumat berjumlah 40 orang dalam keseluruhan rakaat pertama. Dengan demikian, apabila makmum masbuq menemui ruku’ kedua dan berlanjut mengikuti imam sampai salam, maka ia menambahkan satu rakaat setelah salamnya imam dengan membaca keras dan telah sempurna jumatnya”. (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Minhaj al-Qawim Hamisy Hasyiyah al-Turmusi, juz.4, hal.359-360, cetakan Dar al-Minhaj-Jedah, cetakan pertama tahun 2011 M).
Dalam komentarnya atas referensi di atas, Syekh Mahfuzh al-Termasi menambahkan keterangan sebagai berikut:
(قَوْلُهُ وَتَمَّتْ جُمُعَتُهُ) اَيِ الْمَسْبُوْقِ اَيْ لَمْ تَفُتْهُ فَفِي الْحَدِيْثِ مَنْ أَدْرَكَ مِنْ صَلَاةِ الْجُمُعَةِ رَكْعَةً فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلاَةَ رَوَاهُ الْحَاكِمُ وَصَحَّحَهُ
Artinya: “Ucapan Syekh Ibnu Hajar “dan telah sempurna Jumatnya”, maksudnya Jumat tidak terlewatkan dari makmum masbuq tersebut. Dalam hadits disebutkan, barangsiapa menemui dari shalat Jumat satu rakaat, maka ia menemui shalat Jumat, hadits riwayat imam al-Hakim dan beliau menshahihkannya.” (Syekh Mahfuzh al-Termasi, Hasyiyah al-Turmusi, Jedah: Dar al-Minhaj-Jedah, 2011, juz 4, hal. 360).
Kedua, masbuq yang tidak menemui ruku’ rakaat yang kedua dari shalatnya imam. Masbuq jenis kedua ini maksudnya adalah makmum yang sama sekali tidak menemui rakaatnya imam. Mengenai ketentuannya, ia wajib mengikuti jamaah shalat jumat dengan niat Jumat.
Setelah salamnya imam, ia wajib menyempurnakannya sebagai shalat dhuhur, maksudnya wajib menambahkan empat rakaat.
Saat menyempurnakan rakaatnya, ia tidak perlu niat dhuhur. Syekh Ibnu Hajar al-Haitami menjelaskan:
(فَإِنْ أَدْرَكَهُ بَعْدَ رُكُوْعِ الثَّانِيَةِ نَوَاهَا جُمُعَةً) وُجُوْبًا وَإِنْ كَانَتِ الظُّهْرُ هِيَ اللَّازِمَةَ لَهُ مُوَافَقَةً لِلْإِمَامِ وَلِأَنَّ الْيَأْسَ مِنْهَا لَا يَحْصُلُ إِلَّا بِالسَّلَامِ )وَصَلَّاهَا ظُهْرًا) لِعَدَمِ إِدْرَاكِ رَكْعَةٍ مَعَ الْإِمَامِ
Artinya: “Apabila masbuq menemui imamnya setelah ruku’ rakaat kedua, maka ia wajib niat shalat Jumat, meskipun dhuhur adalah kewajibannya, karena menyesuaikan dengan imam dan karena ketiadaan harapan menumi jumat tidak dapat dihasilkan kecuali dengan salam. Dan ia wajib melaksanakannya sebagai dhuhur, karena ia tidak menemui satu rakaat bersama imam”. (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Minhaj al-Qawim Hamisy Hasyiyah al-Turmusi, Jedah: Dar al-Minhaj-Jedah, 2011, juz.4, hal. 363-364)
Dalam komentarnya atas kitab di atas, Syekh Mahfuzh al-Termasi menjelaskan:
(قَوْلُهُ وَصَلَّاهَا ظُهْرًا) اَيْ يُتِمُّ صَلَاتَهُ عَالِمًا كَانَ أَوْ جَاهِلًا بَعْدَ سَلَامِ الْإِمَامِ ظُهْرًا مِنْ غَيْرِ نِيَّةٍ كَمَا يَدُلُّ عَلَيْهِ تَعْبِيْرُهُمْ بِيُتِمُّ
Artinya: “Ucapan Syekh Ibnu Hajar, Dan ia wajib melaksanakannya sebagai dhuhur, maksudnya ia wajib menyempurnakan shalatnya sebagai dhuhur setelah salamnya imam, baik orang yang mengetahui atau orang yang bodoh, hal tersebut dilakukan tanpa harus niat dhuhur sebagaimana yang ditujukan oleh redaksi para ulama dengan bahasa “yutimmu”, menyempurnakan”. (Syekh Mahfuzh al-Termasi, Hasyiyah al-Turmusi, Jedah: Dar al-Minhaj-Jedah, 2011 M, juz.4, hal. 364)
Syekh Mahfuzh juga menegaskan, bila setelah menyempurnakan dhuhurnya, masbuq jenis kedua ini menemukan jamaah shalat jumat, maka ia wajib mengikuti Jumat bersama mereka. Sedangkan shalat dhuhur yang sudah ia lakukan, dengan sendirinya berstatus shalat sunah.
Pakar fiqih dan hadits asal Pacitan-Jawa Timur ini menegaskan:
وَلَوْ أَدْرَكَ هَذَا الْمَسْبُوْقُ بَعْدَ صَلَاتِهِ الظُّهْرَ جَمَاعَةً يُصَلُّوْنَ الْجُمُعَةَ وَجَبَ عَلَيْهِ أَنْ يُصَلِّيَهَا مَعَهُمْ كَمَا قَالَهُ فِي النِّهَايَةِ وَيَتَبَيَّنُ انْقِلَابُ الظُّهْرِ نَفْلًا لِأَنَّهُ مِنْ أَهْلِ الْوُجُوْبِ وَبَانَ عَدَمُ الْفَوَاتِ وَمَعْلُوْمٌ أَنَّ الْكَلَامَ عِنْدَ جَوَازِ التَّعَدُّدِ.
“Apabila setelah shalat dhuhur masbuq jenis ini menemui kelompok yang melaksanakan Jumat, maka ia wajib mengikuti Jumat bersama mereka seperti yang dikatakan Imam al-Ramli dalam kitab al-Nihayah. Dan telah nyata dhuhur yang dilakukannya berubah menjadi sunah, sebab ia tergolong orang yang berkewajiban Jumat, sementara nyatanya Jumat tidak terlewatkan untuknya. Dan merupakan hal yang maklum, dalam hal ini konteksnya adalah saat diperbolehkan berbilangnya pelaksanaan Jumat dalam satu desa”. (Syekh Mahfuzh al-Termasi, Hasyiyah al-Turmusi, juz.4, hal. 364, cetakan Dar al-Minhaj-Jedah, cetakan pertama tahun 2011 M).
Itulah ketentuan fikih tentang seseorang yang terlambat atau masbuq pada saat pelaksanaan shalat Jumat. Jangan disengajakan terlambat ya. (Hilal)