linimassa.id – Mahar dalam Islam merupakan salah satu ketentuan yang harus dipenuhi oleh kedua mempelai agar menjadi sah dan bernilai pahala di sisi Allah SWT.
Para ulama setidaknya menetapkan tiga unsur hukum dalam suatu pernikahan, salah satunya adalah wajib nikah. Jika tidak ditunaikan pernikahannya tetap sah, namun bisa mendatangkan dosa. Yang termasuk wajib nikah adalah pemberian mahar oleh laki-laki kepada perempuan.
Buku Serial Hadist Nikah 4 Mahar yang ditulis oleh Firman Arifandi menyebut, mahar adalah harta yang diberikan oleh suami kepada istri sebagai imbalan dan penghargaan atas kesediaannya untuk dihalalkan dan dinikahi.
Secara bahasa, mahar berasal dari kata dalam bahasa Arab, yaitu al-mahru yang artinya pemberian untuk seorang wanita karena suatu akad.
Sementara dalam ilmu fiqih, istilah mahar memiliki makna yang lebih luas, yaitu pemberian yang menjadi sebab terjadinya hubungan seksual atau hilangnya keperawanan seorang perempuan dalam perkawinan.
Mengutip buku Fiqih Mahar karya Isnan Ansory, hukum pemberian mahar adalah wajib, sebagaimana sabda Rasulullah dalam hadits berikut yang artinya:
“Dari Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: ‘Wanita manapun yang menikah tanpa seizin walinya maka nikahnya adalah batal, nikahnya adalah batal, nikahnya adalah batal.
Jika dia telah digauli maka dia berhak mendapatkan mahar, karena suami telah menghalalkan kemaluannya. Jika terjadi pertengkaran di antara mereka, maka penguasalah yang menjadi wali atas orang yang tidak punya wali.'” (HR. Tirmizi)
Bentuk mahar sangat beragam, bisa berupa uang tunai, perhiasan emas, seperangkat alat sholat, kitab suci Alquran, rumah, sawah, kebun dan lain-lain. Semuanya disesuaikan dengan kesanggupan dari pihak laki-laki dan keridhoan dari pihak perempuan.
Mengutip buku Hukum Keluarga Islam di Indonesia oleh Dr. Mardani, mahar dapat dibedakan menjadi beberapa jenis bergantung pada kualifikasi dan klasifikasinya. Dari sisi kualifikasi, mahar dibagi menjadi dua yaitu:
Mahar yang berasal dari benda-benda yang konkret seperti dinar, dirham atau emas.
Mahar dalam bentuk atau jasa seperti mengajarkan membaca Al- Qur’an, bernyanyi, dan sebagainya.
Kemudian jika dilihat dari segi klasifikasi, mahar dapat dibagi menjadi dua yaitu:
Mahar musamma, yaitu mahar yang besarnya disepakati kedua belah pihak dan dibayarkan secara tunai atau ditangguhkan atas persetujuan calon istri.
Mahar mitsil, yaitu mahar yang jumlahnya tidak disebutkan secara eksplisit pada waktu akad. Biasanya mahar jenis ini mengikut kepada mahar yang pernah diberikan kepada keluarga istri seperti adik atau kakaknya yang telah terlebih dahulu menikah.
Hukum Mahar
Dalam perkawinan Islam, hukum mahar adalah suatu kewajiban. Karenanya, mahar mempunyai landasan hukum yang kuat dan dasar pegangan bagi calon suami (pihak yang membayar mahar).
Perintah kewajiban memberi mahar kepada calon istri tertuang dalam Alquran surat An-Nisa ayat 4 yang berbunyi:
وَاٰتُوا النِّسَاۤءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۗ فَاِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوْهُ هَنِيْۤـًٔا مَّرِيْۤـًٔا
Artinya: “Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan.
Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.” (QS. An-Nisa: 4)
Dalam hukum Islam, tidak ditetapkan jumlah mahar yang harus diberikan kepada calon istri, tetapi didasarkan kepada kemampuan masing-masing orang atau berdasarkan pada keadaan atau tradisi keluarga.
Jumlah mahar merupakan kesepakatan kedua belah pihak yang akan melakukan akad nikah. Dalam syariat hanya ditetapkan bahwa maskawin harus berbentuk dan bermanfaat, tanpa melihat jumlahnya. Rasulullah bersabda:
“Carilah sesuatu (mahar) cincin sekalipun terbuat dari besi. Jika tidak mendapati, mahar berupa surat-surat al-Qur’an yang engkau hafal.” (HR. Bukhari No. 1587)
Selain itu, tidak boleh memberikan mahar benda yang tidak berharga. Mahar yang sederhana (sedikit) tetapi memiliki nilai, maka hukumnya sah.
Contoh
Dalam mazhab Syafi’i dan Imam Ahmad dinyatakan bahwa ukuran kadar minimal mahar tidak dibatasi. Mahar dapat berupa uang, barang yang bisa dijual, hingga upah sewa, baik nilainya sedikit atau banyak.
Berikut adalah beberapa contoh mahar pernikahan untuk mempelai wanita yang bisa diberikan.
- Alat Sholat
Alat sholat merupakan salah satu barang yang sah untuk dijadikan sebagai mahar nikah karena barang yang diperjualbelikan. Imam Nawawi memberikan penjelasan menganai barang berharga apa yang bisa dijadikan mahar. Beliau mengatakan:
وَمَا صَحَّ مَبِيعًا صَحَ صَدَاقًا
“Segala sesuatu yang bisa diperjualbelikan berarti sah untuk dijadikan mahar.” (Minhaj Ath Tholibin, No. 478)
- Emas
Contoh mahar pernikahan lainnya adalah emas, yakni logam mulia yang memiliki nilai jual-beli stabil dan seiring waktu harga jualnya bisa terus bertambah. Emas yang bisa diberikan kepada mempelai wanita dapat berbentuk perhiasan atau emas batangan.
- Uang
Uang merupakan harta yang cukup sering dipilih mempelai pria sebagai mahar pernikahan. Seperti yang sudah disebutkan, tidak ada ketentuan nominal berapa jumlah uang yang harus diberikan, semuanya tergantung pada kesepakatan calon pengantin.
- Surat Tanah
Selain beberapa barang di atas, surat tanah juga bisa dijadikan sebagai mahar pernikahan karena memiliki nilai jual. Sertifikat tanah ini bisa disimpan untuk waktu yang lama sekaligus menjadi investasi di masa depan.
- Dinar dan Dirham
Dinar dan dirham merupakan salah satu bentuk mahar yang paling populer sejak zaman Rasulullah dan para sahabat. Dinar adalah emas dengan kadar 22 karat seberat 4,25 gram, sedangkan dirham adalah perak murni dengan berat 2,975 gram.
Terdapat beberapa keutamaan dinar dan dirham yang dapat dilihat dari beberapa hadits, salah satunya seperti sabda Rasulullah berikut:
“Dinar (emas) dan dirham (perak) adalah stempel Allah di muka bumi-Nya, barang siapa yang datang dengan mempergunakan stempel Tuhannya maka akan dicukupi semua kebutuhannya.” (HR. At-Thabrani)
Dilarang
Dalam Islam, ada beberapa mahar pernikahan yang dilarang diberikan, salah satunya apabila mahar diperoleh secara tidak baik atau merupakan benda yang tidak halal. Adapun beberapa mahar pernikahan yang dilarang, yaitu:
- Mahar yang Haram
Mahar yang diberikan kepada mempelai wanita haruslah halal atau diperoleh dengan cara yang baik. Mempelai pria dilarang memberikan mahar dari hasil pekerjaan yang haram, seperti mencuri, menipu, atau hal lain yang dilarang dalam Islam.
- Mahar yang Berlebihan
Rasulullah tidak menyukai mahar yang berlebihan. Sebaliknya, mahar yang sederhana atau sewajarnya menunjukkan kemurahan hati mempelai wanita. Rasulullah bersabda:
“Bahwa sesungguhnya perkawinan yang besar barakahnya yaitu yang paling murah maharnya.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, Hakim, dan Baihaqi)
- Mahar yang Memberatkan Mempelai Pria
Mahar yang memberatkan maksudnya adalah pihak pria kesulitan dalam memberikan mahar, seperti rumah, mobil, atau benda lain dengan harga mahal hanya karena tuntutan dari mempelai wanita. Padahal, mempelai pria tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi permintaan tersebut.
Dikutip dari Analisis Mazhad Hanafi dan Syafi’i dalam Nikah Syighar oleh Alamsyah, meminta mahar di luar kemampuan mempelai pria hukumnya tidak diperbolehkan. Sebab, kondisi tersebut akan berdampak buruk pada kehidupan rumah tangga ke depannya.
- Mahar yang Tidak Bernilai dan Tidak Bermanfaat
Mahar pernikahan harus memiliki sifat yang bernilai, baik bernilai rendah ataupun bernilai tinggi. Mahar yang bernilai dan bisa dihitung jumlahnya, seperti emas, seperangkat alat sholat, atau barang berharga lain. (Hilal)