linimassa.id – Indonesia terkenal dengan budaya yang baik dan toleransinya tinggi dalam kehidupan umat beragama. Masyarakatnya yang damai dan rukun serta mentaati aturan pemerintah dengan baik.
Para pejabat pemerintahannya baik-baik, namun ada sebagian yang dikenal sebagai koruptor. Mereka bermacam-macam kalangan, dari anggota MPR, DPR, Menteri, Gubenur, Wali Kota, Bupati, Camat dan Kepala Desa, serta lembaga-lembag lainnya yang mewarnai pemerintahan Indonesia. Walaupun mereka sudah di sumpah dengan atas nama Tuhan yang diyakini dan dipercayainya, namun tetap melakukan kedustaan kepada Tuhan dan negaranya.
Korupsi merupakan perampok, maling dan pencuri uang negara dan rakyat yang tidak merasa malu kepada Tuhan, agama, negara, rakyat, keluarga, tetangga, dan masyarakatnya.
Korupsi seolah sudah melekat di kalangan para pejabat, bahkan seperti menjadi budaya di bangsa Indonesia. Bahkan Muhammad Hatta, Mantan Wakil Presiden RI pertama itu mengungkapkan, bahwa korupsi telah membudaya di Indonesia dan menjadi prilaku yang mengkhianati cita-cita Negara. Lebih parah lagi karena koruptor itu justru seperti diberi fasilitas yang seharusnya tidak ada kompromi apa pun dengan korupsi.
Perbuatan korupsi adalah perbuatan yang tercela secara hukum maupun agama, tetapi mereka melanggarnya, bahkan berani menyogoknya kepada Mahkamah Agung maupun juga kepada penegak hukum sehingga rusaklah hukum serta pelaku penegak huhumnya pun ikut mendukung, meringankan hukumnya, bahkan membebaskannya. Betapa pejatnya manusia itu, yang menjual hukumnya demi kekayaan dan uang, demi keluarga dan kerabatnya. Penegak hukum harus tegas dan adil dalam memutus hukumnya.
Hakim yang tidak adil tempatnya adalah neraka menurut agama, bahkan semua agama mengecamnya atas perbuatan itu karena telah melanggar aturan Tuhan, ada dua agama yang sangat keras mengencamnya dan harus dihukum potong tangan atau dipenggal kepalanya, seperti yang terungkap dalam Kitab Weda Hindu bahwa “Potonglah kepala dan leher seorang pencuri, orang berdosa dan musuh, potonglah kaki dan tangan seorang pencuri sehingga dia tidak bisa hidup lebih lama.” [Atharvaveda, XIX.49.9-10].
Kitab agama Hindu menyerukan untuk memenggal kepalanya atau juga kaki dan tangannya sehingga tidak bisa hidup lama di muka bumi ini. Begitu pula, Kitab Al-Qur’an umat Islam menegaskan bahwa, “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” [QS. Al-Maidah [5]: 38].
Bahkan Nabi Muhammad Saw menegaskan dalam sabdanya, “Wahai sekalian manusia, bahwasanya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah ketika orang-orang terpandang mereka mencuri, mereka membiarkannya [tidak menghukum], sementara jika orang-orang yang rendahan dari mereka mencuri mereka menegakkan hukum had, demi Allah sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri sungguh aku sendiri yang akan memotong tangannya.” [HR. Bukhari dan Muslim].
Fenomena koruptor di Indonesia masih hidup berkeliaran dan kebal hukum karena terlindungi oleh para hakim dan penjabat lainnya. Mereka tidak merasa malu bahkan mereka merasa tenang dan menunjukkan kehebatannya.
Mereka tidak punya rasa malu karena tidak ada iman di dalam hatinya, kalau tidak ada iman dan malu maka tidak ada agamanya. Bahkan Abu Bakar Ash-Shiddiq menegaskan bahwa, “Jika seseorang tidak mempunyai keimanan maka ia tidak mempunyai agama.”
Berarti koruptor adalah manusia yang rusak akhlaknya sehingga tidak mempunyai rasa malu, melepas imannya sehingga rusak agamanya demi kekayaan, pengkhianat Negara karena telah merusak nilai-nilai pancasila demi kelompoknya. Mereka bukan orang yang pancasilais melainkan orang pengkhianat bangsa, Negara dan rakyat yang seharusnya mendapatkan hukuman yang berat dan kalau bisa, harus dipotong tangannya, supaya menjadi pelajarananak-anak bangsa yang mencintai Negara dan pancasila.
Koruptor tidak boleh hidup di Negara Indonesia dan KPK seharusnya dapat memberantas sampai kepada akar-akarnya. Walaupun KPK selalu dicegal dan dirintangi, namun tetap harus berjuang dan berjihad untuk melawan dan memengi korupsi yang bejat dan lebih rendah derajatnya dari binatang karena koruptor tidak mampu memahami dengan hatinya, tidak mampu mendengar dengan telingnya dan tidak mampu pula melihat dengan mata kepadanya. Mereka lebih sesat perbuatan dari binatang. Berarti koruptor adalah binatang. (*)
Penulis:

Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Dr. Syafiin Mansyur, M.A