linimassa.id – Kerap kita dengar, orang-orang yang berhutang malas membayar bahkan lebih galak saat ditagih. Padahal sudah melebihi batas tempo. Lalu bagaimana Islam memandang hutang dan adabnya?
Berhutang merupakan tindakan yang meminjam harta atau uang dari orang lain dengan kesepakatan untuk mengembalikannya pada waktu yang ditentukan.
Berhutang merupakan salah satu solusi bagi orang yang mengalami kesulitan keuangan atau kebutuhan mendesak. Namun, berhutang juga memiliki dampak dan konsekuensi yang harus dihadapi oleh peminjam maupun pemberi pinjaman.
Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan panduan dan aturan mengenai hukum berhutang dan cara melunasinya.
Diperbolehkan
Islam membolehkan umatnya untuk berhutang jika ada kebutuhan atau keadaan darurat yang tidak bisa ditunda atau diatasi dengan cara lain.
Misalnya, untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal; untuk membayar biaya pengobatan; untuk membayar zakat atau kewajiban lainnya; atau untuk melakukan kebaikan seperti bersedekah atau menolong orang lain.
Islam juga menganjurkan umatnya untuk memberikan pinjaman kepada orang yang membutuhkan dengan niat ikhlas dan tanpa mengharap imbalan apapun. Memberikan pinjaman kepada orang yang membutuhkan adalah salah satu bentuk sedekah yang akan mendapatkan pahala dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 245:
مَن ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُون
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”
Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap muslim yang memberikan pinjaman kepada sesamanya dua kali, maka dia itu seperti orang yang bersedekah satu kali.”
Adab Berhutang
Meskipun Islam membolehkan umatnya untuk berhutang jika ada kebutuhan atau keadaan darurat, namun tidak boleh sembarangan dalam melakukannya.
Ada beberapa syarat dan adab yang harus dipenuhi oleh peminjam maupun pemberi pinjaman agar hutang piutang tersebut tidak menimbulkan masalah atau perselisihan di kemudian hari.
Syarat-syarat berhutang dalam Islam antara lain:
– Harta atau uang yang dipinjam harus halal dan jelas sumbernya.
– Pemberi pinjaman tidak boleh mengambil keuntungan atau bunga dari pinjaman tersebut.
– Peminjam harus berniat baik untuk menggunakan pinjaman tersebut secara benar dan bermanfaat.
– Peminjam harus mengembalikan pinjaman tersebut sesuai dengan jumlah dan waktu yang telah disepakati. Jika tidak bisa mengembalikan tepat waktu, harus meminta izin dan maaf kepada pemberi pinjaman dan berusaha untuk segera melunasi hutangnya.
– Peminjam harus membuat perjanjian tertulis dan disaksikan oleh orang-orang yang adil dan dapat dipercaya. Hal ini untuk menghindari kesalahpahaman atau perselisihan di kemudian hari.
– Peminjam harus jujur dan transparan dalam menginformasikan kondisi keuangan dan penggunaan pinjaman kepada pemberi pinjaman. Jika ada kendala atau masalah, harus segera memberitahu pemberi pinjaman dan mencari solusi bersama-sama.
Adab-adab berhutang dalam Islam antara lain:
– Peminjam harus bersikap sopan dan hormat kepada pemberi pinjaman. Tidak boleh menipu, berbohong, menunda-nunda, atau melarikan diri dari tanggung jawab membayar hutang.
– Peminjam harus bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat yang diberikan melalui pemberi pinjaman. Tidak boleh merasa rendah diri atau malu karena berhutang, tetapi juga tidak boleh sombong atau lupa diri karena mendapat bantuan.
– Peminjam harus mendoakan kebaikan dan kesejahteraan bagi pemberi pinjaman. Tidak boleh membenci, mencela, atau menyakiti pemberi pinjaman karena telah memberikan pinjaman.
– Peminjam harus menggunakan pinjaman tersebut dengan bijak dan bertanggung jawab. Tidak boleh membuang-buang, menyia-nyiakan, atau menggunakan pinjaman untuk hal-hal yang haram atau sia-sia.
Melunasi hutang adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap muslim yang berhutang. Tidak boleh ada alasan untuk mengabaikan atau menolak membayar hutang.
Jika tidak mampu membayar hutang secara tunai atau sekaligus, maka ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk melunasinya sesuai syariat.
Berhutang dalam Islam disebut dengan istilah Al-Qardh. Secara etimologi berarti memotong sedangkan dalam artian menurut syar’i bermakna memberikan harta dengan dasar kasih sayang kepada siapa saja yang membutuhkan dan akan dimanfaatkan dengan benar, yang mana pada suatu saat nanti harta tersebut akan dikembalikan lagi kepada orang yang memberikannya.
Hutang- piutang menjadi sesuatu yang sensitif di antara hubungan sesama manusia. Meski Islam memperbolehkan untuk berhutang, itupun dengan syarat. Berhutang dianjurkan hanya dalam kondisi yang benar-benar sangat terdesak saja.
Adab
Ustadz Oni Sahroni menerangkan dalam kajian muamalahnya mengenai adab-adab yang perlu dilakukan oleh orang yang memberi hutang dan menghutang. Ditinjau dari kajian ilmu fiqih sehingga meminimalisir dampak buruk yang diakibatkan oleh hutang. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
Sangat mungkin terjadi dalam kondisi masyarakat memenuhi kebutuhan asasinya dengan cara berhutang atau tidak tunai karena ketersediaan dana yang terbatas atau karena sebab lainnya. Adab-adab apa saja yang islami yang perlu dipenuhi untuk berhutang.
Jika ditelaah literatur fiqih maka dapat disimpulkan beberapa adab-adab islami dalam berutang, yaitu:
Pertama, seorang kreditur atau calon kreditur memberi pinjaman tanpa bunga karena hal itu bagian dari ihsan dan sebaliknya tidak boleh memberikan jasa pinjaman dengan bunga atau benefit atas jasa pinjamannya karena itu adalah bunga atau riba jahiliyah yang tidak diperkenankan dalam islam sebagaimana kaidah :
Kullu Qordhin jarro naf’an fahua ribaa
“Setiap utang piutang yang mendatangkan manfaat (dipersyaratkan) adalah riba.
Kedua, bagi seorang debitur atau calon peminjam semaksimal mungkin melakukan transaksi utang piutang ini hanya untuk memenuhi kebutuhan asasi baik sekunder maupun primer. Oleh karena itu tidak dianjurkan seseorang melakukan transaksi berhutang atau pembelian tidak tunai hanya untuk memenuhi kebutuhan tersier atau pelengkapnya.
Ketiga, seorang debitur itu juga dianjurkan untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara memiliki kemampuan financial agar tidak melakukan transaksi utang piutang.
Keempat, seorang debitur seemaksimal mungkin memenuhi kewajibab financialnya kebutuhannya secara standar tanpa berlebihan sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, yang popular dengan kalimat al badza’ah yaitu pola hidup sederhana karena seorang sahabat itu banyak sekali menjadi seorang hartawan tetapi itu diketahui dengan cara berinfaq dan bersedekahnya. Tetapi pola hidupnya tetap standar.
Hutang memiliki dampak buruk jika tidak sesuai dengan adab-adab tersebut di atas. Tidak hanya akan menghabiskan harta juga mampu memecah belah persaudaraan. (Hilal)