linimassa.id – Pernah menonton film tentang seseorang yang kesulitan mengenali dan mengeja huruf? Yap, tokoh dalam film tersebut biasanya digambarkan mengidap disleksia. Apakah penyakit ini?
Dyslexia atau disleksia adalah kondisi di mana seseorang mengalami kesulitan belajar yang menyebabkan masalah pada proses menulis, mengeja, berbicara, dan membaca. Kondisi ini termasuk dalam gangguan saraf di bagian batang otak yang berfungsi memproses bahasa.
Gangguan saraf pada bagian otak yang memproses bahasa membuat penderita disleksia kesulitan dalam mengidentifikasi kata-kata.
Penyakit ini dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa. Meski berdampak pada proses belajar, disleksia tidak memengaruhi kecerdasan seseorang.
Kondisi ini tidak dapat disembuhkan, yang artinya disleksia adalah masalah seumur hidup. Meski begitu, disleksia masih bisa diatasi. Bahkan, kini sudah banyak dukungan kepada para pengidap disleksia untuk tetap berhasil di sekolah maupun pekerjaan.
Aggapan jika pengidap disleksia dianggap memiliki kecerdasan di bawah rata-rata iyu tidak benar. Sebagian besar pengidap disleksia berhasil menangkap pelajaran maupun informasi menggunakan metode khusus.
Sampai saat ini, penyebab disleksia belum diketahui secara pasti. Namun, kondisi ini erat kaitannya dengan faktor genetik. Salah satu faktor yang meningkatkan risiko seseorang mengalami disleksia adalah memiliki keluarga dengan riwayat disleksia.
Menurut Alodokter, alodokter meskipun mirip, disleksia berbeda dengan auditory processing disorder (APD). APD adalah kondisi otak yang tidak dapat mengolah suara yang didengar dengan baik, sehingga penderitanya mendengar informasi yang salah, misalnya “kotak” menjadi “katak”. Sedangkan disleksia terjadi pada bagian otak yang mengolah bahasa.
Meski penyebab disleksia belum diketahui secara pasti, namun beberapa faktor yang dapat meningkatkan terjadinya disleksia adalah sebagai berikut:
- Kelahiran prematur atau lahir dalam kondisi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah).
- Memiliki keluarga dengan riwayat disleksia.
- Pernah terpapar nikotin, alkohol, NAPZA, atau infeksi selama masa kehamilan.
- Cedera atau trauma pada otak.
- Kelainan pada struktur otak yang berfungsi untuk berpikir dan mengolah kata.
Gejala disleksia pada setiap orang bisa beragam tergantung dari usia dan tingkat keparahannya. Disleksia mungkin sulit dideteksi ketika usia anak masih di bawah 5 tahun. Gejala akan terlihat ketika anak sudah memasuki masa sekolah.
Berdasarkan waktu kemunculannya, gejala disleksia dibedakan menjadi dua jenis yaitu gejala saat anak-anak dan gejala saat dewasa.
Secara umum, gejala yang dialami oleh anak-anak pengidap disleksia adalah sebagai berikut:
- Perkembangan terhadap kemampuan bicara anak lebih lambat dibandingkan anak seusianya.
- Kesulitan dalam mengingat dan mempelajari nama serta bunyi abjad.
- Sering menulis secara terbalik, misalnya menulis kata ‘ikan’ menjadi ‘kina’.
- Kesulitan membedakan abjad tertentu saat menulis.
Anak-anak pengidap disleksia juga mengalami kesulitan dalam beberapa aktivitas, yaitu:
- Memahami tata bahasa dan memberi imbuhan pada kata.
- Memproses serta memahami hal yang didengar.
- Mengingat huruf, warna, dan angka.
- Mengucapkan kata yang jarang dikatakan.
- Mengeja, membaca, hingga menulis.
Sementara pengidap disleksia remaja dan dewasa sering kali mengalami kesulitan dalam mengatakan sesuatu, atau istilah sederhananya “belibet”. Tak hanya itu, disleksia pada remaja dan orang dewasa membuat pengidapnya mengalami kesulitan dalam beberapa hal, yaitu:
- Memahami lelucon atau ungkapan kata yang tidak umum, seperti idiom.
- Mengeja kata dan menghitung.
- Mempelajari bahasa asing.
- Merangkum sebuah cerita.
Cara Mengatasi Disleksia pada Anak
- Membicarakan kondisi yang sejujurnya kepada anak dengan sebaik-baiknya.
- Membaca buku dengan pelafalan dan volume yang jelas di hadapan anak.
- Bekerja sama dengan guru untuk membantu proses belajar anak selama di sekolah.
- Perbanyak aktivitas membaca bersama anak.
- Selalu memberikan dukungan kepada anak untuk belajar membaca, menulis dan mengeja. Anda dapat menyesuaikan cara belajar dengan metode yang dapat diterima oleh anak.
- Bergabung bersama komunitas dengan latar belakang yang sama.
Meski disleksia adalah penyakit seumur hidup, tetapi deteksi dan penanganan sedini mungkin dapat membantu proses belajar. Upaya mandiri yang dapat dilakukan untuk menolong penderita disleksia, khususnya anak-anak, antara lain:
- Membiasakan anak untuk membaca buku sejak dini.
- Membacakannya buku.
- Mengajaknya untuk ikut berinteraksi atau bernyanyi sewaktu membaca buku Bersama.
- Mendiskusikan isi buku.
- Mengusahakan agar waktu membaca menjadi menyenangkan.
Itulah seputar disleksia. Semoga membantu ya. (Hilal)