linimassa.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani revisi kedua Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Penandatanganan tersebut dilakukan pada Selasa (02/01/2024).
Mengikuti persetujuan dalam Rapat Paripurna ke-10 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2023-2024 di Gedung Nusantara II MPR/DPR/DPD RI pada 4 Desember 2023 lalu.
Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang (Panja RUU) ITE, Abdul Kharis Almasyhari, menyatakan bahwa revisi UU ITE ini memiliki makna strategis dalam mengakomodasi dinamika masyarakat.
Tujuannya adalah untuk memastikan perlindungan hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik yang sejalan dengan keadilan dan ketertiban masyarakat.
Abdul Kharis menjelaskan, “Tujuannya adalah untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan seseorang untuk memenuhi rasa keadilan sesuai dengan pertimbangan keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat demokratis.”
Revisi UU ITE melibatkan pembahasan 38 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), mencakup perubahan norma kesusilaan, penghinaan, pencemaran nama baik, pemerasan, dan pengancaman yang merujuk pada ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Beberapa substansi lainnya mencakup penanganan berita bohong, ujaran kebencian, SARA, perundungan (cyberbullying), dan ancaman pidana.
Perlu dicatat bahwa revisi ini menghapus Pasal 27 ayat 3 yang berkaitan dengan pidana penghinaan atau pencemaran nama baik melalui saluran elektronik yang dianggap bersifat karet. Meskipun demikian, beberapa pasal lain yang dianggap karet, seperti Pasal 27 ayat 1, Pasal 28 ayat 2 dan 3, serta Pasal 29, tidak mengalami perubahan.
Dalam UU ITE yang telah direvisi, Pasal 27A juga diperkenalkan, yang berpotensi menjadi pasal karet baru, membahas serangan terhadap kehormatan atau nama baik orang lain melalui informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik. (AR)