linimassa.id – Monumen Nasional atau Monas dikenal sebagai landmark Kota Jakarta? Monas merupakan tempat bersejarah yang indah dan menyimpan banyak sejarah.
Pada 1955 Presiden Soekarno membuat sayembara desain untuk membuat monumen yang mengenang perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Sayembara ini dilakukan dalam dua periode yakni 1955 dan 1960.
Desain milik Silaban berhasil terpilih pada sayembara pertama, namun pada sayembara selanjutnya tak satupun karya berhasil terpilih.
Presiden Soekarno kemudian memutuskan meminta kembali Silaban untuk mendesain ulang Monumen Nasional sesuai dengan konsep pemikirannya yang berbentuk Lingga dan Yoni. Selain Silaban, ada beberapa arsitek lain yang juga terlibat dalam pembangunan Monas yakni R.M. Soedarsono.
Monas resmi dibangun pada 17 Agustus 1961 dan mulai dibuka untuk umum pada 12 Juli 1975.
Monumen Peringatan
Monas merupakan monumen peringatan yang memiliki tinggi 132 meter atau sekitar 433 kaki dan dibangun diarea seluas 80 Hektar.
Monas memiliki keindahan yang terletak di bagian puncak tugu karena terdapat lidah api yang dilapisi lembaran emas yang menggambarkan sebuah semangat perjuangan Bangsa Indonesia yang menyala-nyala layaknya api.
Tujuan didirikan Monas untuk mengenang perlawanan dan perjuangan bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan 1945, memberikan bangsa Indonesia inspirasi dan membangkitkan jiwa semangat patriotisme sebagai generasi penerus bangsa.
Daya Tarik
Monas memiliki beragam daya tarik. Antara lain:
- Relief Sejarah Indonesia
Relief sejarah Indonesia yang berbentuk timbul terdapat di sekeliling monument. Relief tersebut menggambarkan sejarah Indonesia mulai dari masa penjajahan Belanda, perlawanan Rakyat Indonesia hingga mencapai masa pembangunan Indonesia modern.
- Ruang Kemerdekaan
Ruang kemerdekaan berada di bagian dalam cawan monumen yang berbentuk amphitheater di mana banyak benda yang berlapiskan emas di ruang tersebut. Di dalam ruangan ini menyimpan simbol kenegaraan dan kemerdekaan Republik Indonesia, salah satunya adalah naskah asli Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang disimpan didalam kotak kaca dalam pintu gerbang yang berlapiskan emas.
- Pelataran Puncak dan Api Kemerdekaan
Pelataran puncak berada di ketinggian 115 meter dari permukaan tanah. Terdapat teropong untuk para pengunjung agar dapat melihat keindahan di seuluruh penjuru kota Jakarta, salah satunya yakni gedung-gedung pencakar langit.
Di Puncak Monumen Nasional juga terdapat cawan yang dilapisi emas seberat 50 kilogram dan terdapat lidah api atau obor sebagai simbol semangat perjuangan Rakyat Indonesia saat meraih kemerdekaan.
Ide Awal
Ide awal pendirian Monumen adalah seorang warga negara RI biasa, seorang swasta, warga kota sederhana dari Jakarta bernama Sarwoko Martokoesoemo.
Setelah pusat pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia kembali ke Jakarta yang sebelumnya berkedudukan di Yogyakarta pada tahun 1950, menyusul pengakuan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh pemerintahan kolonial Kekaisaran Belanda pada tahun 1949, perencanaan pembangunan sebuah Monumen Nasional yang setara dengan Menara Eiffel di lapangan tepat di depan Istana Merdeka muncul.
Pembangunan Tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan 1945, agar terus membangkitkan inspirasi dan semangat patriotisme generasi penerus bangsa.
Pada 17 Agustus 1954, sebuah komite nasional dibentuk dan sayembara perancangan Monumen Nasional digelar pada tahun 1955.
Terdapat 51 karya yang masuk, akan tetapi hanya satu karya yang dibuat oleh Friedrich Silaban yang memenuhi kriteria yang ditentukan komite, antara lain menggambarkan karakter bangsa Indonesia dan dapat bertahan selama berabad-abad.
Sayembara kedua digelar pada 1960 tetapi sekali lagi tak satupun dari 136 peserta yang memenuhi kriteria.
Ketua juri kemudian meminta Silaban untuk menunjukkan rancangannya kepada Soekarno. Akan tetapi Soekarno kurang menyukai rancangan itu dan ia menginginkan monumen itu berbentuk lingga dan yoni.
Silaban kemudian diminta merancang monumen dengan tema seperti itu, akan tetapi rancangan yang diajukan Silaban terlalu luar biasa sehingga biayanya sangat besar dan tidak mampu ditanggung oleh anggaran negara, terlebih kondisi ekonomi saat itu cukup buruk.
Silaban menolak untuk merancang bangunan yang lebih kecil dan menyarankan pembangunan ditunda hingga ekonomi Indonesia membaik.
Soekarno kemudian meminta arsitek Soedarsono untuk melanjutkan rancangan itu. Soedarsono memasukkan angka 17, 8 dan 45 melambangkan 17 Agustus 1945 memulai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ke dalam rancangan monumen itu.
Tugu Peringatan Nasional ini kemudian dibangun di areal seluas 80 hektare. Tugu ini diarsiteki oleh Friedrich Silaban dan Soedarsono mulai dibangun 17 Agustus 1961.
Tahapan
Pembangunan terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama, kurun 1961/1962–1964/1965 dimulai dengan dimulainya secara resmi pembangunan pada tanggal 17 Agustus 1961 dengan Soekarno secara seremonial menancapkan pasak beton pertama. Total 284 pasak beton digunakan sebagai fondasi bangunan.
Sebanyak 360 pasak bumi ditanamkan untuk fondasi museum sejarah nasional. Keseluruhan pemancangan fondasi rampung pada bulan Maret 1962. Dinding museum di dasar bangunan selesai pada bulan Oktober. Pembangunan obelisk kemudian dimulai dan akhirnya rampung pada bulan Agustus 1963.
Pembangunan tahap kedua berlangsung pada kurun 1966 hingga 1968 akibat terjadinya Gerakan 30 September sehingga tahap ini sempat tertunda.
Tahap akhir berlangsung pada tahun 1969-1976 dengan menambahkan diorama pada museum sejarah. Meskipun pembangunan telah rampung, masalah masih saja terjadi, antara lain kebocoran air yang menggenangi museum.
Monumen secara resmi dibuka untuk umum dan diresmikan pada tanggal 12 Juli 1975 oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto.
Lokasi pembangunan monumen ini dikenal dengan nama Medan Merdeka. Lapangan Monas mengalami lima kali penggantian nama yaitu Lapangan Gambir, Lapangan Ikada, Lapangan Merdeka, Lapangan Monas, dan Taman Monas.
Di sekeliling tugu terdapat taman, dua buah kolam dan beberapa lapangan terbuka tempat berolahraga.
Pada hari-hari libur Medan Merdeka dipenuhi pengunjung yang berekreasi menikmati pemandangan Tugu Monas dan melakukan berbagai aktivitas dalam taman.
Pelataran Puncak
Pelataran puncak dapat menampung sekitar 50 orang, serta terdapat teropong untuk melihat panorama Jakarta lebih dekat Dari pelataran puncak tugu Monas, pengunjung dapat menikmati pemandangan seluruh penjuru kota Jakarta.
Bila kondisi cuaca cerah tanpa asap kabut, di arah ke selatan terlihat dari kejauhan Gunung Salak di wilayah kabupaten Bogor, Jawa Barat, arah utara membentang laut lepas dengan pulau-pulau kecil.
Di puncak Monumen Nasional terdapat cawan yang menopang nyala lampu perunggu yang beratnya mencapai 14,5 ton dan dilapisi emas 35 Kilogram.
Lidah api atau obor ini berukuran tinggi 14 meter dan berdiameter 6 meter terdiri dari 77 bagian yang disatukan. Lidah api ini sebagai simbol semangat perjuangan rakyat Indonesia yang ingin meraih kemerdekaan.
Awalnya nyala api perunggu ini dilapisi lembaran emas seberat 35 kilogram, akan tetapi untuk menyambut perayaan setengah abad (50 tahun) kemerdekaan Indonesia pada 1995, lembaran emas ini dilapis ulang sehingga mencapai berat 50 kilogram lembaran emas.
Puncak tugu berupa “Api Nan Tak Kunjung Padam” yang bermakna agar Bangsa Indonesia senantiasa memiliki semangat yang menyala-nyala dalam berjuang dan tidak pernah surut atau padam sepanjang masa.
Pelataran cawan dapat dicapai melalui elevator ketika turun dari pelataran puncak, atau melalui tangga mencapai dasar cawan. Tinggi pelataran cawan dari dasar 17 meter, sedangkan rentang tinggi antara ruang museum sejarah ke dasar cawan adalah 8 m (3 meter di bawah tanah ditambah 5 meter tangga menuju dasar cawan).
Luas pelataran yang berbentuk bujur sangkar, berukuran 45 x 45 meter, semuanya merupakan pelestarian angka keramat Proklamasi Kemerdekaan RI (17-8-1945).
Sebanyak 28 kg dari 38 kg emas pada obor monas tersebut merupakan sumbangan dari Teuku Markam, seorang pengusaha Aceh yang pernah menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia.
Itulah seputar Monas. Semoga semakin bangga ya dengan monument satu ini. (Hilal)