linimassa.id – Perayaan Valentine setiap 14 Februari banyak disalahartikan masyarakat. Terutama generasi muda. Hampir setiap tahun pemberitaan mengabarkan, usai malam Valentine banyak yang merayakan dengan pesta seks. Dan ini tentu saja bertentangan dengan ajaran agama manapun.
Dikenal juga sebagai Hari Kasih Sayang, hari ini menjadi waktu di mana setiap orang, terutama pasangan, saling mengungkapkan kasih sayang dengan berbagai macam hadiah. Cokelat, bunga, bahkan boneka adalah beberapa contoh pilihan yang sering diberikan.
Dengan menyederhanakan, Hari Valentine menjadi panggung untuk mengekspresikan kasih sayang kepada sesama. Namun, penting untuk diingat bahwa agama Islam mengajarkan larangan terhadap keterlibatan umatnya dalam perayaan ini.
Menurut ajaran Islam, perayaan Hari Valentine dianggap haram. Ini didasarkan pada beberapa alasan yang ditemukan dalam sumber-sumber seperti laman Rumaysho, Almanhaj, dan beberapa sumber lainnya.
Fatwa
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa yang dengan tegas menegaskan keharamannya. Fatwa ini tercatat dalam Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2017, yang menjelaskan bahwa umat Islam dilarang merayakan Hari Valentine.
Alasannya karena bukan termasuk dalam tradisi Islam dan dikhawatirkan menjerumuskan muda-mudi muslim kepada pergaulan bebas (seks di luar nikah); dan berpotensi membawa keburukan.
Kegiatan dalam perayaan Valentine bukanlah sekadar bertukar hadiah atau memberi coklat saja. Lebih dari itu, perayaan Valentine bahkan “belum afdal” juga belum berakhir dengan berduaan di kamar.
Segala bentuk hubungan di luar nikah, termasuk perbuatan zina, sangat dilarang dalam Islam. Bahkan, mendekati perbuatan zina saja sudah merupakan larangan. Firman Allah SWT dalam Surah Al-Isra’ ayat 32 menyatakan:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’, [17]:32).
Dilansir detikNews, pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur pernah melarang umat Islam merayakan Hari Valentine.
“(Perayaan Valentine) ini lebih mengarah ke tradisi agama. Jadi kalau ranah agama, Lakum Dinukum Waliyadin (bagimu agamamu, bagiku agamaku). Biarkan mereka yang agama non-Muslim menjalankan agamanya, kita sendiri menjalankan agama kita,” kata Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim, Kiai Ma’ruf Khozin kepada detikcom, Sabtu (13/2/2021).
Saat itu Ma’ruf menggunakan fatwa MUI Jatim yang dikeluarkan pada 2017. “Karena kita di MUI masih belum mengkaji lagi, belum ada fatwa diperbarui. Fatwa pakai 2017 terdahulu. Inggih (iya) MUI Jatim melarang perayaan Valentine bagi umat Islam,” jelasnya.
Ma’ruf mengungkapkan, MUI Jatim berpijak pada prinsip ‘Lakum Dinukum Waliyadin’. Ia menilai perayaan Valentine banyak yang menyimpang dan tidak sesuai prinsip agama Islam.
“Terlebih lagi misalnya dalam perayaan Valentine itu ada beberapa hal yang dalam prinsip Islam dilarang. Seperti berduaan, kemudian orang belum menikah, kemudian sampai terjadi hal yang dilarang. Ini yang menjadi penyebab utama larangan itu,” terangnya.
“Andai suami istri, lalu dia mengungkapkan kasih sayang, nggak harus nunggu 14 Februari. Tiap hari boleh, tiap ada gaji, tiap ultah. Tidak harus bertepatan momentum yang memiliki kekhususan dengan agama lain. Sekali lagi kita merujuk pada pembahasan ulama yang dulu,” lanjutnya.
Ma’ruf menambahkan, bila hanya sekadar memberi hadiah dan bertepatan pada 14 Februari tanpa berniat merayakan Hari Valentine, hukumnya bisa makruh hingga haram.
Valentine dalam Situs NU
Dalam artikel ‘Menyikapi Hari Valentine’ di situs NU Online, islam.nu.or.id, pada 13 Februari 2013, Ulil Hadrawy menuliskan bahwa kemajuan teknologi informasi mampu meruntuhkan tembok pemisah ruang dan waktu. Sehingga berbagai budaya itu dianggap milik bersama.
Maka itu banyak umat muslim yang ikut memeriahkan hari Valentine dengan berbagai tradisinya dan banyak pula kaum nasrani yang ikut memeriahkan hari raya. Bahkan mereka saling memberikan ucapan selamat.
Dalam artikelnya, Ulil Hadrawy menjelaskan bahwa baiknya bagi kaum muslimin (khususnya yang sering berinteraksi dengan kaum nasrani) harus berhati-hati karena bisa saja terjatuh dalam kekufuran apabila dia salah meletakkan niat (maksud hatinya).
Ulil Hadrawy kemudian mengutip dari Bughyatul Musytarsyidin yang menerangkan tiga hal, yaitu:
Apabila seorang muslim yang mempergunakan perhiasan/asesoris seperti yang digunakan kaum kafir dan terbersit dihatinya kekaguman pada agama mereka dan timbul rasa ingin meniru (gaya) mereka, maka muslim tersebut bisa dianggap kufur. Apalagi jikalau muslim itu sengaja menemani mereka ke tempat peribadatannya.
Apabila dalam hati muslim itu ada keinginan untuk meniru model perayaan mereka, tanpa disertai kekaguman atas agama mereka, hal itu terbilang sebagai dosa.
Dan apabila muslim itu meniru gaya mereka tanpa ada maksud apa-apa maka hukumnya makruh.
Namun jika diperhatikan, menurut Ulil Hadrawy, fenomena sekarang tidaklah demikian. Kebanyakan kaum muda yang merayakan valentine dengan berbagai macam tradisinya itu sama sekali tidak berhubungan dengan agama.
Bahkan jarang sekali dari mereka yang mengerti hubungan valentine dengan agama nasrani. Yang berlaku sekarang dalam valentine (yang telah mentradisi di kalangan kaum muda juga para santri) menjurus kepada kemaksiatan yang dapat dihukumi haram.
Misalkan merayakan valentine dengan mengutarakan rasa sayang di tempat yang sepi dan hanya berduaan. Atau merayakan valentine bersama-sama yang mengganggu ketertiban umum. Apalagi merayakannya dengan pesta pora yang memubazirkan harta.
Valentine dalam Situs Muhammadiyah
Dalam artikel ‘Asal-Usul Valentine dan Hukumnya Bagi Muslim’ di situs muhammadiyah.or.id yang dipublikasikan 2 tahun lalu, pihak Redaksi Muhammadiyah menuliskan bahwa Islam tidak pernah mengkhususkan hari dan tanggal tertentu untuk menunjukkan rasa kasih sayang kita kepada sesama. Islam justru mewajibkan umatnya untuk merayakan hari cinta kasih itu setiap hari dan setiap saat.
Cara menunjukkan kasih sayang kita kepada orang tua adalah dengan menghormati dan memperlakukan mereka dengan baik sebagaimana tuntunan Allah dalam surat Luqman. Cara menunjukkan kasih sayang kita kepada yang lebih muda adalah dengan membimbing mereka supaya selalu teguh di jalan Allah, dan sebagainya.
Cara menunjukkan kasih sayang di dalam Islam adalah tidak dengan cara berkasih-kasihan antar sesama anak muda. Karena cara berkasih-kasihan dan berpacar-pacaran seperti yang dilakukan kebanyakan anak muda sekarang ini adalah perbuatan yang dekat dengan dosa zina. Dalam hal ini dengan sangat jelas Allah sudah berfirman,
“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”. (Al-Isra’ayat 32)
Maka teranglah keharaman perbuatan yang sering terjadi pada muda-mudi sekarang ini, apalagi jika ditambah dengan mengkhususkan satu hari untuk melakukannya. Muhammadiyah telah menjelaskan hal ini dalam Majalah Suara Muhammadiyah No 23 tahun 2003. (Hilal)