linimassa.id – Perhelatan pilkada Banten masih 1 setengah tahun lagi, tapi suguhan politisi dengan pelbagai alat peraga kampanye (APK) melalui spanduk, baliho dan banner sudah bertebaran menghiasi ruang-ruang publik.
Seiring sejalan spanduk, baliho dan banner dengan para pencari suara rakyat dalam pemilihan legislatif 2024, semakin banyak pertanyaan publik terhadap APK pilkada yang overlap dengan APK Pileg.
Keberadaan spanduk Airin memang terlihat lebih ciamik karena sebelum para bakal calon legislatif memasang spanduk, airin lebih dahulu menampilkan keanggunannya dibaliho dan banner yang terpasang di seluruh wilayah Banten. Dan tiba-tiba publik tergelitik dengan kehadiran spanduk Arief Wismanayah yang juga ingin eksis di pilkada Banten.
Airin dan Arief adalah 2 kepala daerah di Banten. Airin mantan Wali Kota Tangsel 2 periode dan Arief adalah wali kota aktif yang pada Desember 2023 akan habis masa jabatannya. Keduanya pemimpin muda dengan tampilan kelas yang berbeda.
Sosok Airin lebih familier ketimbang Arief, Airin sosok perempuan dengan segala prestasinya saat memimpin daerah otonom baru seperti Kota Tangerang Selatan, sedangkan model kepemimpinan Arief hanya sebagai pelengkap atas kepemimpinan wali kota sebelumnya yaitu Wahidin Halim.
Wahidin Halim tumbuh sebagai kepala daerah dengan sarat prestasi, pembangunan pendidikan, pengembangan sumberdaya manusia dan peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan menjadi modal beliau menjadi espektasi publik. Dan Arief tidak lebih hanya copy paste kepemimpinan priode masa lalu dengan pelbagai masalah yang belum terselesaikan.
Sejatinya WH dan Airin adalah role model dari kepemimpinan transformasional dengan seabreg ide, open minded, toleran terhadap pelbagai resiko, melibatkan partisipasi publik dalam pembangunan, mampu menginspirasi, mudah beradaptasi, dan progressif
Melihat spanduk Arief di sepanjang daerah Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang terbesit dipikiran kecil saya. Entah apa yang akan dilakukan Arief dengan spanduk yang bertebaran itu? Dengan menjual tema Banten tidak lain pilihannya adalah ingin mencalonkan diri menjadi Gubernur atau Wakil Gubernur Banten.
Menakar Hasrat Arief di pilkada Banten
Arief sebagai kepala daerah memang tidak lepas dari peran WH orang yang pertama kali mengajak dirinya sebagai calon wakil wali kota. Walaupun diakhir masa jabatan WH aroma tidak baik pencalonan Arief sebagai wali kota sedikit terjadi letupan konflik antara WH dan Arief.
Konflik tersebut tidak berhenti sampai disitu, karakter WH-Arief yang sama-sama keras berlanjut sampai pilkada banten pasca Rano karno. WH yang berpasangan dengan Andika Hazrumy dan Rano Karno berpasangan dengan Embay Mulya Syarif tetap unggul WH-Andika dengan selisih 1,90 %.
Keunggulan WH-Andika yang paling telak adalah di kota tangerang dimana WH pernah jadi walikota 2 priode dengan selisih signifikan suara di kota tangerang, pada konteks pilkada banten saat itu Arief pun disinyalir mendukung pasangan Rano-Embay, karena luka lama yang sulit terobati.
Saat ini Arief mencoba mengadu nasib untuk naik kelas ke jenjang berikutnya, tapi secara politis ada pertanyaan apakah arief sebagai bacagub atau bacawagub. Walaupun belum terjawab, dan terlihat masih cek ombak.
Akan tetapi kondisi ini memang belum terlihat jelas arahnya, apakah serius mencalonkan atau hanya coba mencari simpati dulu. Kita lihat pasca pileg seperti apa.
WH pun kemungkinan akan berkontestasi kembali, bagaimanapun WH pernah jadi gubernur, kondisi medan sudah difahami, tinggal penetrasi akhir saja, jika memungkinkan WH maju dan tidak berpasangan kembali dengan keluarga rawu (Airin), atau sebaliknya keluarga rawu akan menggandeng Arief untuk menghentikan kekuatan WH di Kota Tangerang.
Arief versus WH
Fakta Arief menjadi calon gubernur atau wakil gubernur bisa diterima secara logis tapi agak sulit diterima secara faktual. Ada beberapa alasan. Pertama: jeda kekuasaan 1 tahun menjadi tantangan bagi Arief, orang yang sudah tidak berkuasa biasanya mengalami penurunan frekuensi kekuasaan terutama lingkaran ASN, ketika sudah tidak menjabat lagi maka segala bentuk resource yang dimilikinya sudah tidak bisa di kapitalisasi lagi.
Kedua, kepemimpinan Arief versus kepemimpinan WH lebih membekas model kepemimpinan WH, buktinya WH masih diterima oleh publik tangerang saat pilkada dengan raihan suara yang signifikan di Kota Tangerang, yang saat itu Arief sebagai wali kota dianggap menjadi hambatan.
Ketiga: Arief hanya dapat diterima oleh publik kota tangerang, walaupun di Kota Tangerang sendiri keberadaan WH dan Zaki memiliki acceptabilitas juga.
Ketiga hal tersebut bisa jadi tantangan arief untuk diterima sebagai cagub atau cawagub, jika ingin menjadi cawagubpun orang yang mau merekrut arif sebagai wakilnya harus berpikir ulang karena Arief tidak bisa optimal dalam menambah insentif elecotral dirinya dan kedaerahan. Karena sentimen publik kota tangerang yang tinggi terhadap putera daerah akan mengikiskan langkah Arief untuk kenaikan kelasnya.
Wallahu a’lam bisshowab
Penulis:
