linimassa.id – Setiap 8 September diperingati sebagai Hari Pamong Praja. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) adalah satuan polisi perangkat daerah yang menyelenggarakan ketertiban, ketentraman, dan pelindungan masyarakat.
Dalam Pasal 1 PP Nomor 16 Tahun 2018, Satpol PP adalah perangkat daerah yang dibentuk untuk menegakkan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman serta menyelenggarakan pelindungan masyarakat.
Masih dalam PP Nomor 16 Tahun 2018, Polisi Pamong Praja adalah anggota Satpol PP sebagai aparat Pemerintah Daerah yang diduduki oleh pegawai negeri sipil dan diberi tugas, tanggung jawab, dan wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman serta pelindungan masyarakat.
Satuan ini memiliki tugas, fungsi dan wewenang tercantum dalam Pasal 5 PP No. 16 Tahun 2018. Berikut rincian tugas, fungsi dan wewenang Pamong Praja atau Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Tugasnya di antaranya adalah menegakkan Perda dan Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, dan menyelenggarakan pelindungan masyarakat.
Untuk menjalankan tugasnya, fungsi Satpol PP yaitu:
– Penyusunan program penegakan Perda dan Perkada, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman serta penyelenggaraan pelindungan masyarakat.
– Pelaksanaan kebijakan Perda dan Perkada, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta penyelenggaraan pelindungan masyarakat.
– Pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan Perkada, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman serta penyelenggaraan pelindungan masyarakat dengan instansi terkait.
– Pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum atas pelaksanaan Perda dan Perkada.
– Pelaksanaan fungsi lain berdasarkan tugas yang diberikan oleh kepala daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan..
Dalam menjalankan tugas dan fungsi, wewenang Satpol PP mencakup:
Melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada
Menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat
Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan/ atau Perkada
Melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada.
Awal Mula
Satpol PP ada sejak zaman penjajahan Belanda dengan nama Pangreh Praja. Namun, Pangreh Praja dekat dengan makna negatif.
Pada zaman pemerintahan Belanda, Pangreh Praja dianggap sebagai pengkhianat bangsa. Alasannya karena mereka bertugas sebagai penindas rakyat serta mengeksploitasi kekayaan alam Nusantara.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Pangreh Praja tetap menjalankan tugas-tugas pemerintahan. Namun, mereka bukan bekerja untuk penjajah, melainkan untuk kepentingan Indonesia.
Nama Pangreh Praja kemudian diganti menjadi Pamong Praja. Pangreh Praja bersifat mengendalikan dan memperdaya rakyat, sedangkan Pamong Praja memiliki sifat mengayomi, membimbing, membina, mengarahkan, memberdayakan, memberi semangat atau motivasi, serta harus bekerja dengan prinsip tanpa pamrih.
Untuk memperkuat citra Pamong Praja, didirikan lembaga pendidikan kepamongprajaan, yaitu Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) atau yang sekarang dikenal dengan Institusi Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
Meskipun lembaga Polisi Pamong Praja dan Perlindungan Masyarakat telah beberapa kali mengalami perubahan, baik nama maupun struktur organisasi, namun secara subtansi tugas pokok Satuan Polisi Pamong Praja dan Perlindungan Masyarakat tidak berubah.
Dilansir dari laman resmi Pamong Praja, terbentuknya satuan ini memiliki akar yang kuat dalam sistem administrasi pemerintahan kolonial Belanda tepatnya saat pimpinan berada di bawah kekuasaan Gubernur Jendral Pieter Both.
Saat itu, Bernama Bailluw yang merangkap jaksa dan hakim yang bertugas menangani perselisihan hukum yang terjadi antara VOC dengan warga, serta menjaga ketertiban dan ketentraman warga.
Bailluw pun mengalami perkembangan pada kepemimpinan Raffles yang disebut Besturrs Politie yang bertugas membantu pemerintah di tingkat kawedanan dengan menjaga ketentraman serta keamanan warga.
Namun memiliki tugas menjaga ketentraman, pada zaman pemerintahan Belanda, satuan pemerintahan ini dianggap sebagai pengkhianat bangsa karena tugasnya yang selalu menindas rakyat serta mengeksploitasi kekayaan Nusantara.
Saat masa penjajahan Jepang, satuan ini tidak memiliki kejelasan atas fungsi dan tugas yang malah berbaur dengan militer.
Beberapa tahun setelah kemerdekaan, tepatnya pada 20 Oktober 1948 di Yogyakarta didirikan Detasemen Polisi Pamong Praja Keamanan Kapanewon yang tertuang pada surat Pemerintah Djawatan Praja DIY Nomor 1 Tahun 1948. Hal ini dibentuk karena saat itu kondisi Indonesia yang sedang mengalami agresi militer dan berniat untuk mengembalikan wibawa pemerintah daerah tersebut.
Sering berubah ubah nama, nama lembaga tersebut ditetapkan terakhir dengan diterbitkan UU Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah menjadi Satuan Polisi Pamong Praja menjadi perangkat daerah yang memiliki sifat mengayomi, membimbing, membina, mengarahkan, memberdayakan, memberi semangat atau motivasi, serta harus bekerja dengan prinsip tanpa pamrih. (Hilal)