linimassa.id – Pernah mencoba mengonsumsi emping? Emping merupakan sejenis camilan atau makanan ringan Indonesia berupa kerupuk yang terbuat dari biji melinjo atau belinjo (Gnetum gnemon).
Emping adalah keripik yang terbuat dari biji melinjo yang diolah dengan cara direbus, digiling, dan kemudian digoreng hingga kering.
Cemilan yang gurih dan renyah ini telah melegenda di Indonesia dan menjadi favorit di berbagai acara dan kesempatan. Artikel ini akan mengungkapkan sejarah dan kepopuleran emping, serta mengapa cemilan khas Indonesia ini tetap melegenda hingga saat ini.
Emping memiliki rasa sedikit pahit. Emping tersedia di pasaran dalam berbagai varian rasa, seperti polos (asli), asin, pedas atau manis, tergantung dari penambahan garam atau karamel gula.
Proses pembuatan emping secara tradisional ada beberapa tahapan. Mulanya biji melinjo di kupas dari kulitnya terlebih dahulu kemudian dimasukkan dalam wajan tanah/besi yang sudah terisi pasir halus, lalu di nyalakan api, tunggu kurang lebih 5 menit(sesuai ukuran/suhu api) lalu pisahkan biji dalam dengan kulit keras melinjo, kemudian ditimpa di atas kayu yang datar dan licin supaya mudah dipindahkan.
Setelah proses pemindahannya dilakukan, kemudian dijemur di bawah sinar matahari langsung agar cepat mengering.
Rumahan
Emping diproduksi dalam industri rumahan, dibuat secara tradisional dengan tangan dalam proses padat karya. Biji melinjo disangrai dengan api sedang tanpa minyak, atau kadang menggunakan pasir sebagai media.
Beberapa orang merebus biji melinjo untuk memudahkan proses pengelupasan. Kulit luar yang lembut maupun kulit dalam yang lebih keras dikupas dengan tangan. Satu-persatu biji melinjo dipukul dengan alat mirip palu dari kayu atau ditekan dengan silinder batu untuk menjadikan emping pipih dan bulat.
Setelah ditumbuk, emping kemudian disusun dalam nampan yang terbuat dari bambu berkelap dan dikeringkan selama seharian. Setiap keping emping biasanya dibuat dari biji melinjo tunggal, walaupun ada varian yang menggabungkan beberapa biji untuk membuat emping lebih besar yang mirip krupuk.
Emping besar ini, sering dicampur dengan jenis pati lainnya, seperti tepung jagung atau pati umbi. Ada dua jenis ketebalan emping yang ada di pasaran, tipis dan tebal. Emping tipis biasanya memiliki varian rasa polos atau asin, sedangkan emping tebal biasanya manis, dilapisi gula karamel atau dibumbui dengan cabe rawit.
Kepingan emping kering dikumpulkan, dikemas, dan dijual di pasaran. Emping mentah yang dibeli dari pasar tradisional, lebih baik dikeringkan dulu untuk mengurangi kelembapannya, kemudian digoreng dengan banyak minyak goreng sampai mengembang, menjadi renyah dan berubah warna kuning keemasan.
Emping diproduksi di banyak wilayah di Indonesia, dari Limpung (Kabupaten Batang), Pidie (Aceh) hingga Sulawesi. Namun, daerah produksi utama berada di Jawa, yaitu di Limpung, Kabupaten Klaten (Jawa Tengah), Bantul (Daerah Istimewa Yogyakarta), Magetan (Jawa Timur) dan Desa Karangtawang, Kabupaten Kuningan (Jawa Barat).
Varian
Emping mentah yang belum digoreng biasanya tersedia di pasar tradisional, sementara di toko makanan ringan, supermarket, dan restoran kebanyakan sudah dikemas, emping yang siap makan juga tersedia.
Kebanyakan emping memiliki varian rasa polos (asli) yang disajikan dengan sedikit garam. Emping telah diekspor ke berbagai negara di antaranya Belanda, Amerika Serikat dan Timur Tengah. Di Belanda, karena ikatan sejarah dengan Indonesia, kemasan emping mentah juga tersedia untuk digoreng sendiri di rumah.
Emping mentah ini dapat ditemukan di toko-toko khusus Indonesia yang diberi nama dengan nama Indonesia seperti “Toko” atau “Warung”.
Emping sering disajikan semata-mata sebagai makanan ringan atau pengiring masakan tradisional Indonesia. Emping juga sering ditambahkan sebagai topping untuk soto, nasi uduk, sop buntut, gado-gado, lontong sayur, nasi goreng, nasi kuning, laksa dan bubur ayam.
Asal Mula
Emping telah menjadi bagian dari budaya kuliner Indonesia sejak zaman dulu. Proses pembuatan emping sendiri sudah berlangsung selama berabad-abad dan merupakan warisan kuliner nenek moyang Indonesia.
Biji melinjo, yang merupakan bahan utama emping, merupakan tanaman asli Indonesia dan tumbuh subur di daerah-daerah tropis.
Dalam proses pembuatannya, biji melinjo diambil dari kulitnya dan direbus untuk menghilangkan sari beracun yang terdapat pada biji tersebut. Setelah direbus, biji melinjo dikupas kulitnya dan digiling menjadi adonan khas emping. Adonan ini kemudian dijemur dan digoreng hingga kering untuk menghasilkan keripik emping yang siap disantap.
Emping memiliki tekstur yang unik dan berbeda dari cemilan keripik lainnya. Keripik emping memiliki tekstur yang lebih padat dan renyah, namun tetap empuk di dalamnya. Rasanya yang gurih dan agak pahit membuat emping menjadi camilan yang adiktif dan cocok dinikmati bersama keluarga dan teman-teman.
Emping tidak hanya menjadi camilan favorit di Indonesia, tetapi juga memiliki peran penting dalam berbagai acara budaya.
Di beberapa daerah di Indonesia, emping dihidangkan sebagai bagian dari hidangan istimewa dalam upacara adat, pesta pernikahan, atau acara keluarga lainnya. Selain itu, emping juga sering dijadikan oleh-oleh khas daerah bagi wisatawan yang berkunjung ke Indonesia.
Selain menjadi camilan yang lezat, emping juga memiliki manfaat kesehatan. Biji melinjo yang menjadi bahan dasar emping mengandung serat, protein, dan berbagai nutrisi penting lainnya. Konsumsi emping dengan bijak dapat membantu menjaga kesehatan pencernaan dan memberikan energi yang cukup. (Hilal)