PANDEGLANG, LINIMASSA.ID – Keberadaan gelandangan dan pengemis atau gepeng di Pandeglang dalam beberapa minggu terakhir. Meningkatnya jumlah mereka mulai menimbulkan keresahan di kalangan warga karena dinilai mengganggu ketertiban umum.
Dari hasil pemantauan di sejumlah lokasi, sebagian besar gepeng yang beraktivitas saat ini bukan merupakan warga lama, melainkan pendatang baru. Mereka kerap terlihat di titik-titik strategis seperti perempatan lampu merah Alun-alun Pandeglang, Kadubanen, hingga area Cipacung.
Aktivitas gepeng di Pandeglang ada yang mendatangi rumah-rumah untuk meminta bantuan, sementara lainnya mengenakan kostum badut di jalan demi menarik perhatian para pengguna jalan.
“Resah sih, iya. Sebetulnya bukan masalah, cuma kadang cara mereka minta itu terlalu memaksa,” ujar Defi, salah satu warga Pandeglang, pada Senin, 6 Oktober 2025.
Defi pun berharap pemerintah daerah dapat mengambil tindakan nyata untuk mengendalikan keberadaan para gepeng di Pandeglang agar situasi tetap tertib.
“Pemerintah harus punya sikap tegas. Harus ada tindakan nyata supaya masalah ini tidak terus berlarut,” tambahnya.
Menanggapi kondisi ini, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Pandeglang, Wawan, mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam upaya penertiban dengan melaporkan keberadaan gepeng jika ditemukan di jalanan.
“Kalau melihat ada gepeng, silakan lapor. Penanganan itu memang menjadi tugas kami,” kata Wawan saat ditemui di Pendopo Pandeglang, Jumat lalu.
Imbauan Terkait Marak Gepeng di Pandeglang
Ia menekankan bahwa meskipun memberi uang kepada gepeng di Pandeglang tidak dilarang secara hukum, praktik meminta-minta tetap dianggap tidak sesuai secara sosial.
“Secara sosial, tindakan meminta-minta tidak bisa dibenarkan,” tegas Wawan.
Sementara itu, Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinsos Pandeglang, Ida Mulyani, menjelaskan bahwa kemunculan kembali gepeng di Pandeglang dipicu oleh berbagai faktor, terutama masalah ekonomi.
“Faktor utamanya adalah ekonomi untuk kebutuhan sehari-hari. Lalu ada juga faktor pendidikan karena minimnya keterampilan, serta pengaruh lingkungan, seperti diajak teman,” papar Ida.
Sepanjang tahun 2025, menurut Ida, pihak Dinsos telah menangani sedikitnya 14 gepeng. Tantangan terbesarnya bukan hanya soal penertiban, tapi juga menyediakan solusi pekerjaan agar mereka tidak kembali ke jalan.
“Banyak dari mereka menganggap ngamen atau mengemis itu pekerjaan yang sah karena tidak mencuri. Tapi dari sisi sosial, ini tetap mengganggu kenyamanan warga,” tambahnya.
Sebagai solusi jangka panjang, Dinsos Pandeglang turut mengikutsertakan para gepeng di Pandeglang dalam pelatihan keterampilan yang diselenggarakan oleh Dinsos Provinsi Banten di Rangkasbitung.
“Pelatihan ini dimaksudkan agar mereka punya keahlian dan bisa mandiri ke depannya,” jelasnya.
Selain pelatihan, Dinsos juga menyiapkan rumah singgah sebagai tempat penampungan sementara.
“Fasilitas rumah singgah hanya bersifat sementara, maksimal selama lima hari sesuai Standar Hari Pelayanan (SHP),” ungkap Ida.
Ia juga mengakui bahwa hingga saat ini belum ada larangan resmi dari Dinsos terkait pemberian uang kepada gepeng di Pandeglang. Namun menurutnya, sikap dermawan warga justru memperpanjang keberadaan gepeng di jalanan.
“Kalau terus diberi, mereka akan tetap memilih hidup di jalan. Jadi lebih baik jangan diberi,” tutup Ida.