LINIMASSA.ID – Gelombang aksi demo di Pati meledak ketika ribuan warga mengerubungi Kantor Bupati Pati Sudewo Alun-Alun dan Pendopo Kabupaten Pati, menentang kebijakan kenaikan PBB-P2 sebesar 250%.
Kerumunan kian padat hingga aparat memilih menembakkan gas air mata untuk memecah konsentrasi massa. Munculnya asap menyulut kepanikan, terutama bagi ibu-ibu dan pelajar yang langsung terdesak sesak.
Suasana demo di Pati semula bersemangat namun terkendali mendadak berubah menjadi konflik tatkala pengunjuk rasa mendesak masuk ke komplek kantor bupati.
Gas air mata menjadi pemicu utama jumlah korban luka, meski tidak ada yang sampai menghembuskan jiwa. Klaim tentang jurnalis yang tewas juga terbantahkan, setelah pihak resmi menyatakan semua luka masih berada dalam kondisi terkendali.
Menurut catatan Dinas Kesehatan, total 64 orang dirawat akibat demo di Pati luka ringan hingga sesak napas. Mereka ditangani di RSUD RAA Soewondo dan fasilitas kesehatan tersebar. Termasuk di antara yang dirawat adalah Kapolsek Pati Kota yang mengalami cedera ringan saat menjaga pengamanan massa.
Unjuk rasa juga menyebar menjadi sorotan nasional karena jumlah massa dan reaksi pemerintah daerah. tekanan yang terus meningkat memicu DPRD membuka jalur politik–membentuk hak angket untuk menindaklanjuti aspirasi rakyat terhadap kepemimpinan dan kebijakan daerah. Ini bukan sekadar perdebatan pajak, tapi simbol ketidakpuasan publik yang lebih mendalam.
Korban Luka Demo di Pati
Sejumlah 64 orang termasuk warga dan aparat telah dirawat akibat aksi demo di Pati luka fisik dan efek gas air mata. Mereka menjalani perawatan di berbagai unit kesehatan di kota.
Tidak ditemukan korban jiwa, dan pihak medis memastikan semua pasien stabil. Meski sempat berkembang kabar simpang siur tentang meninggalnya seorang wartawan, pihak berwenang segera merilis klarifikasi resmi. Langkah ini penting agar informasi tetap akurat dan tidak memicu kekacauan informasi.
Aksi terjadi di kawasan penting pemerintahan, dimulai dari Alun-Alun hingga halaman Kantor Bupati. Massa dari berbagai elemen seperti petani, pedagang dan santri berkumpul sejak pagi dengan berbagai atribut protes.
Ketika mereka berusaha menerobos barikade, aparat bereaksi dengan gas air mata untuk menertibkan situasi.
Meski tindakan aparat tegas, massa tetap bertahan hingga sore hari–menunjukkan tekad bahwa suara mereka tidak bisa diabaikan. Kerumunan yang menolak mundur itu menjadi gambaran besarnya gejolak sosial di Pati.
Bupati Sudewo turun tangan langsung di lokasi aksi demo di Pati dengan mobil taktis, mecari ruang dialog dengan pengunjuk rasa. Namun, respon beragam muncul: sebagian melemparkan rintangan, seperti sandal dan botol sebagai simbol protes. Sudewo menegaskan bahwa ia tidak akan mundur karena jabatannya sah secara demokratis.
Ia menyadari masih ada celah dalam penyampaian kebijakan dan menganggap kejadian aksi demo di Pati ini sebagai momentum introspeksi. Ke depannya, Bupati menyatakan siap membuka dialog lebih lanjut agar keretakan kepercayaan dapat diatasi dan komunikasi menuju rekonsiliasi dapat terjalin.