LEBAK, LINIMASSA.ID – Cuaca ekstrem yang terjadi di wilayah pesisir selatan Banten sejak 13–16 November 2025 membuat aktivitas nelayan di Lebak terganggu.
Berdasarkan laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kondisi tersebut ditandai gelombang tinggi mencapai 3–5 meter serta angin kencang dengan kecepatan 13–15 knot.
Akibat situasi ini, sekitar 800 nelayan di Lebak,tepatnya di Pelabuhan Binuangeun, Desa Muara, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, memilih tidak melaut selama sepekan. Keselamatan menjadi alasan utama mereka menghentikan aktivitas mencari ikan.
Nurman, petugas BPBD Kecamatan Wanasalam, menjelaskan bahwa nelayan setempat sepakat menunda melaut karena kondisi laut tidak memungkinkan.
“Gelombang terlalu tinggi, perahu kecil bisa mudah terbalik kalau dipaksakan. Pengalaman sudah banyak, tapi kali ini risikonya jauh lebih besar,” ujar Nurman, Jumat 14 November 2025.
Ia menuturkan bahwa keputusan ini sangat berat bagi nelayan. Meskipun tidak melaut, kebutuhan harian serta biaya operasional tetap berjalan, sedangkan pemasukan berhenti.
“Biaya untuk BBM saja biasanya sekitar lima ratus ribu per hari. Jadi selama menunggu cuaca normal, pengeluaran tetap ada,” ungkapnya.
Kerugian akibat cuaca ekstrem tersebut diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah. Sementara menunggu kondisi laut kembali aman, perahu-perahu nelayan hanya terparkir di pelabuhan.
Di sisi lain, Kepala Pelaksana BPBD Lebak, Febby Rizki Pratama, mengingatkan nelayan di Lebak untuk tidak mengambil risiko di tengah situasi cuaca yang tidak bersahabat.
“Kami memahami kondisi ekonomi para nelayan, tetapi faktor keselamatan harus menjadi pertimbangan utama. Gelombang tinggi dan angin kuat sangat berbahaya, terutama bagi perahu tradisional,” tegasnya.



