linimassa.id – Setiap daerah memiliki ciri khas tanaman cabai tersendiri, salah satunya di Kalimantan Selatan yang bernama Cabai Hiyung. Cabai dengan nama latin Capsicum frutescens ini ternyata adalah jenis cabai terpedas di dunia.
Hasil penelitian dari Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen milik Kementerian Pertanian Republik Indonesia, kadar capsaicin pada Cabai Hiyung mencapai 2333,05 ppm. Angka ini memiliki tingkat kepedasan setara dengan 17 kali lipat dari cabai biasa.
Cabai ini tumbuh di Desa Hiyung, Kecamatan Tapin Tengah, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan. Lahan rawa yang cukup luas dan tingkat keasaman tanah yang tinggi menjadi keuntungan bagi masyarakat sekitar untuk megolah budidaya Cabai Hiyung.
Cabai rawit merupakan tanaman yang tumbuh subur di sekitar garis khatulistiwa pada ketinggi antara 0-500 mdpl. Namun, tanaman ini juga masih dapat tumbuh pada ketinggian 1.000 mdpl meskipun pembentukan buahnya menjadi tidak maksimal.
Cabai Hiyung juga telah terdaftar sebagai varietas tanaman lokal khas Tapin Kalimantan Selatan dari Kementrian Pertanian dengan nomor 09/PLV/2012 pada 12 April 2012.
Hanya Tumbuh di Desa Hiyung
Cabai hiyung adalah salah satu varietas cabai di Indonesia. Cabai ini hanya tumbuh di Desa Hiyung, Kecamatan Tapin Tengah, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, sehingga cabai tersebut diberi nama cabai Hiyung.
Saat ditanam di tempat lain, rasanya menjadi kurang pedas, bahkan cenderung tidak pedas. Cabai hiyung diakui sebagai cabai rawit terpedas se-Indonesia.
Selain rasanya yang sangat pedas, Cabai hiyung juga memiliki keunggulan lainnya yaitu mempunyai daya simpan yang cukup lama, yakni 10-16 hari pada suhu ruangan.
Penanaman Cabai Hiyung Pada awalnya cabai rawit Hiyung ditanam Desa Linuh namun masih dalam skala rumah tangga. Cabai hiyung selanjutnya mulai ditanam di Desa Mandurian, Kecamatan Tapin Tengah dan pada saat yang sama ditanam cukup luas di Desa Hiyung.
Cabai ini pertama kali ditanam dan dikembangkan oleh Subarjo atau M. Khalilurrahman seorang petani setempat, tepatnya pada 1993 dengan membawa bibit dari Desa Linuh sebanyak 200 bibit.
Pak Barjo kemudian berhasil mengembangkan cabai rawit Hiyung dan dapat mempengaruhi masyarakat setempat untuk ikut menanam.
Penanaman Cabai Hiyung juga lebih unik dibandingkan penanaman cabai rawit pada umumnya. Keunikannya terletak pada mulsa yang digunakan. Mulsa adalah material penutup tanaman budidaya untuk menjaga kelembaban tanah.
Sementara mulsa yang digunakan berasal dari rumput rawa yang ada di sekitar areal penanaman. Fungsinya adalah untuk menekan pertumbuhan gulma, mengurangi evaporasi tanah, dan melindungi tanaman dari terik matahari yang menyengat.
Penanaman cabai hiyung juga unik karena bibit tanaman diletakkan pada mulsa yang digunakan berasal dari rumput rawa yang ada di sekitar areal penanaman. Cabai ini bisa tumbuh dengan baik di lahan yang asam dengan PH 3,5.
Cabai rawit ini ditanam di bedengan atau surjan agar pohonnya tidak terendam air kalau musim penghujan karena lahan pertanian di desa Hiyung pada umumnya merupakan lahan pasang surut.
Cabai hiyung juga telah dipasarkan ke berbagai daerah hingga Bandung, Surabaya, Depok, Yogyakarta, dan daerah lainnya di Pulau Jawa. Produk cabai hiyung yang dipasarkan juga memiliki banyak variasi, seperti cabai segar, benih, bibit, hingga sambal botol dan abon.
Beberapa penciri utama cabai rawit hiyung, yaitu:
Daun meruncing
Kedudukan tangkai bunga tegak
Bunga berbentuk terompet, sudut antara tangkai dan bunga 117,29°
Ketebalan daging buah 0,65 – 0,66 mm
Bentuk buah kerucut
Warna buah muda hijau, menjelang masak hijau keunguan, buah masak merah cerah.
Nah itulah seputar cabai hiyung yang terkenal karena level kepedasannya. (Hilal)