linimassa.id – Bukan hanya judul buku ketiga dari tetralogi Laskar Pelangi, Edensor merupakan tempat yang nyata. Berada di Eropa, tempat idaman seperti yang ditulis Andrea Hirata yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada bulan Mei 2007 ini melekat dalam ingatan.
Ensor’, begitulah seharusnya nama Desa Edensor dilafalkan. Edensor ini merupakan nama sebuah desa di kawasan Derbyshire, Peak District, Inggris. Tempat ini berjarak sekitar satu jam perjalanan dari Kota Sheffield.
Tidak banyak orang lokal yang mengenal Edensor atau tahu di mana letak Edensor berada. Turis lokal dan Eropa lebih memilih untuk berwisata ke Peak District National Park atau Charsworth House, yang berada tak jauh dari Edensor.
Perjalanan menuju Edensor seperti perjalanan ke Puncak. Sesaat setelah meninggalkan hiruk pikuk kota, bus berkelok tajam dan berliku menanjak jalan yang bertepikan tebing. Pemandangan pun berganti dengan rerumputan hijau yang diduduki oleh segerombol sapi, domba, dan rusa.
Di Edensor terdapat Gereja St. Peter, yang menjadi gambar di latar belakang cover novel Edensor. Gereja dengan tinggi menara 50,5 meter ini sudah berdiri sejak 1869 di tengah Desa Edensor.
Gereja St. Peter menyimpan banyak nilai sejarah Inggris, mulai dari peninggalan Mary Queen of Scots, bunga abadi dari Queen Victoria, sampai makam dari saudara Presiden US, Kathleen.
Gereja St. Peter merupakan landmark dari desa Edensor yang telah berdiri sejak tahun 1869. Banyak peninggalan bersejarah yang tersimpan di sana, seperti bunga abadi Queen Victoria hingga peninggalan Mary Queen of Scouts.
Hanya ada sekitar tiga puluhan rumah di Edensor. Edensor konon merupakan ‘desa percontohan’, yang sebagian besar penduduknya adalah karyawan Chatsworth Estate atau pensiunan loyalnya. Latar belakang yang sama ini membuat suasana kekeluargaan di Edensor terbentuk harmonis.
Rumah-rumah di desa ini dibangun sekitar tahun 1839. Setiap rumah memiliki keunikan. Halaman depan ditanami berbagai tanaman dan rangkaian bunga. Mulai dari model rangkaian semak berbunga, mawar yang merambat di tembok rumah, hingga bunga yang ditanam di pot-pot mungil, menyajikan kombinasi warna-warni yang sangat menawan.
Gaya arsitektur rumah-rumah yang tersusun dari batu itu merupakan gabungan dari gaya pintu busur Normandy, bebatuan Tudor, atap Swiss, serta jendela ala Italia.
Keindahan desa khayalan Edensor seperti ditulis Andrea Hirata dalam novelnya. “Jalan-jalan desa menanjak berliku dihiasi deretan pohon oak. Rumah-rumah petani Edensor yang terbuat dari batu-batu kukuh dan berwarna kelabu bak pulau di tengah ladang. Di pekarangan, taman bunga mawar menjadi pohon yang tinggi. Buah persik, buah pir, buah ceri, bergelantungan di atas tembok. Lalu terbentang luas padang rumput, permukaannya disebari awan-awan kapas.” (Edensor, Andrea Hirata, 2009)
Di ujung jalan Edensor, tempat yang sudah tidak tampak rumah-rumah lagi, dari bukit yang hijau, bisa melihat Desa Edensor. Padang rumput berlatarkan bukit-bukit yang bertindihan menjadi halaman luas bagi domba-domba untuk berlari beriringan mengikuti haluan sang gembala.
Hamparan lapangan hijau, jernihnya sungai, air mancur, dan bangunan-bangunan khas pedesaan Inggris menghiasi Edensor.
Sebetulnya Edensor adalah desa buatan yang dipindahkan lokasinya atas perintah Duke of Devonshire ke-6 karena dianggap merusak pemandangan kediamannya yang berada di Chatsworth House.
Sebagian besar bangunan di Edensor adalah hasil pembangunan ulang dengan mempertahankan bentuk aslinya. Setiap rumah yang memiliki desain berbeda dibangun berdasarkan ilustrasi dari buku John Claudius Loudon yang berjudul Encyclopedia of Cottage, Farm, and Villa Architecture.
Edensor akan diselimuti salju saat winter tiba. Kondisi ini justru membuat desa kecil ini terlihat menarik. Siap-siap saja pakai baju tebal saat kamu mengunjunginya di musim dingin.
Banyak pelajar Indonesia yang penasaran dengan Edensor setelah membaca buku Andrea Hirata. Jauh-jauh mereka datang ke sana untuk menyaksikan desa khayalannya menjadi kenyataan.
Sekilas Edensor memang nampak seperti pedesaan Inggris pada umumnya yang masih sederhana dan natural. Tapi setidaknya desa ini dapat menjadi tempat singgah bagi orang-orang yang penat dengan keramaian kota.
Terpenting lagi, Edensor telah berhasil menjadi pemantik sebagian pelajar Indonesia dalam mewujudkan mimpi mereka untuk melanjutkan kuliah ke luar negeri dengan jalur beasiswa seperti cerita dua sahabat Ikal dan Arai dalam novel tersebut.
Novel Edensor berhasil membius banyak orang dengan cerita keindahan sebuah desa kecil di Inggris lalu mengantarkanmu pada sebuah impian: “Aku ingin pergi ke sana suatu hari nanti!” Tertarik dating kesini? (Hilal)