SERANG, LINIMASSA.ID – Pemilik Apotek Gama Grup, Edi Mulyawan Martono diperiksa penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Balai BPOM di Serang. Edi diperiksa terkait dugaan penjualan obat racikan atau setelan berbahaya di Apotek Gama Cilegon.
“Pemeriksaannya dilakukan pada Senin (6/1) di kantor Balai BPOM di Serang,” ujar Kuasa Hukum Edi Mulyawan Martono, Rahmatullah Jupri, Selasa 7 Januari 2025.
Dikatakan Rahmatullah, pemeriksaan terhadap Bos Apotek Gama Grup Edi merupakan pemeriksaan tambahan. Sebelumnya, Edi pernah diperiksa sebagai saksi pada Desember 2024 lalu. “Kemarin itu pemeriksaan tambahan, sebelumnya pernah diperiksa pada Desember 2024,” ungkapnya.
Rahmatullah membantah, Apotek Gama Cilegon memperjualbelikan obat racikan atau setelan berbahaya. Menurut dia, obat yang disita petugas tersebut rencananya akan dimusnahkan. “Bukan untuk dijual, tapi mau dimusnahkan,” ujarnya.
Rahmatullah menyayangkan pihak Balai BPOM di Serang yang mengambil langkah hukum berupa pemidanaan terhadap temuan obat di Apotek Gama tersebut.
Seharusnya kata dia, pihak Balai BPOM di Serang dapat melakukan pembinaan apabila apotek dianggap melakukan kesalahan. “Apotek itu mitranya BPOM bukan musuhnya BPOM. Kalau salah harusnya diklasifikasi dulu,” katanya.
Ia membenarkan kasus temuan obat tersebut telah naik ke tahap penyidikan. Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) informasinya sudah ditembuskan pihak Balai BPOM di Serang ke kejaksaan. “Kalau sudah ada SPDP-nya berarti sudah ada target tersangkanya,” ucapnya.
Ketua Tim Penindakan Balai BPOM di Serang, Farida Ayu Widiastuti saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon membenarkan, bahwa pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap Edi. Selain Edi, penyidik diakuinya telah memeriksa tujuh orang saksi lain. “Iya (Edi diperiksa-red), ada tujuh orang saksi dari mereka (Apotek Gama-red),” ujarnya.
Farida mengatakan, dari penyidikan kasus tersebut pihaknya telah melakukan penyitaan sekitar 400 butir obat di lokasi. Obat yang disita tersebut diketahui tanpa label dan ada yang sudah klip atau diracik. “Satu klip ini ada beberapa obat (isinya-red),” katanya.
Kepala Balai BPOM di Serang Mojaza Sirait menjelaskan, ratusan butir obat yang disita tersebut merupakan hasil tindak lanjut dari pengawasan terhadap pelayanan kefarmasian pada 9 Oktober 2024 lalu. Saat dilakukan pengawasan, pihaknya menemukan obat obat-obatan tersebut. “Obat setelan ini dilarang,” tegasnya.
Mojaza menjelaskan, ada tiga jenis obat yang diamankan. Diduga, obat tersebut mengandung Natrium Diklofenat, Deksametasol, Salbutamol Sulfate, Teofilin, klorfeniramin maleat dan Asam Mefanemat. Obat tersebut biasanya digunakan untuk pengobatan sakit gigi, demam dan sesak nafas. “Obat ini digunakan buat sakit gigi,” ujar pria yang akrab disapa Moses ini.
Mojaza mengungkapkan, obat setelan merupakan obat yang berbahaya. Sebab, obat ini tidak diketahui kandungannya, identitas obat, nomor bets, tanggal kadaluarsa, indikasi dan dosis aturan pakai. Selain itu, keamanan dan khasiat obat tidak terjamin. “Obat ini berbahaya bagi masyarakat,” ujarnya.
Mojaza mengatakan, pihaknya sedang mendalami pihak yang terlibat dalam dugaan pengemasan obat setelan tersebut. Saat ini pihaknya sedang melakukan proses penyidikan untuk membuat terang benderang peristiwa pidananya. “Saat ini masih dilakukan pengembangan,” katanya.
Mojaza menambahkan, mengedarkan sedian farmasi atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dapat dijerat dengan Pasal 435 Undang-undang RI Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan. Berdasarkan aturan tersebut pelaku terancam pidana hingga 12 tahun. “Denda paling banyak Rp 5 miliar,” tuturnya.
BPOM Sebut Apotek Gama Cilegon Pernah Disanksi
Apotek Gama Kota Cilegon ternyata pernah diberikan sanksi atas kasus obat racikan atau setelan. Sanksi ini diberikan setelah petugas Balai BPOM Serang menemukan obat terlarang tersebut pada 2019 lalu.
“Pada tahun 2019 apotek tersebut telah dilakukan pembinaan dan diberikan sanksi administratif agar tak menjual obat tersebut,” ujar Kepala Balai BPOM di Serang, Mojaza Sirait, Senin (7/1).
Mojaza menjelaskan, pihaknya kembali melakukan penindakan terhadap apotek tersebut. Penindakan yang berujung pada proses penegakan hukum ini dilakukan setelah ditemukan 400 ribu butir obat tanpa label. Diduga, obat ini akan dijadikan setelan.
“Tindak lanjut dari pengawasan terhadap pelayanan kefarmasian pada 9 Oktober 2024 lalu ditemukan obat-obatan tersebut. Obat setelan ini dilarang,” tegasnya.
Mojaza menjelaskan, ada tiga jenis obat yang diamankan. Diduga, obat tersebut mengandung Natrium Diklofenat, Deksametasol, Salbutamol Sulfate, Teofilin, klorfeniramin maleat dan Asam Mefanemat. Obat tersebut biasanya digunakan untuk pengobatan sakit gigi, demam dan sesak nafas. “Obat ini digunakan buat sakit gigi,” ujar pria yang akrab disapa Moses ini.
Mojaza mengungkapkan, obat setelan merupakan obat yang berbahaya. Sebab, obat ini tidak diketahui kandungannya, identitas obat, nomor bets, tanggal kadaluarsa, indikasi dan dosis aturan pakai. Selain itu, keamanan dan khasiat obat tidak terjamin. “Obat ini berbahaya bagi masyarakat,” ujarnya.
Mojaza mengatakan, pihaknya sedang mendalami pihak yang terlibat dalam dugaan pengemasan obat setelan tersebut. Saat ini pihaknya sedang melakukan proses penyidikan untuk membuat terang benderang peristiwa pidananya. “Saat ini masih dilakukan pengembangan,” katanya.
Mojaza menambahkan, mengedarkan sedian farmasi atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dapat dijerat dengan Pasal 435 Undang-undang RI Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan. Berdasarkan aturan tersebut pelaku terancam pidana hingga 12 tahun. “Denda paling banyak Rp 5 miliar,” tuturnya.