linimassa.id – Saat ini Indonesia tengah menghadapi bonus demografi, yakni jumlah usia produktif lebih banyak dibandingkan nonproduktif. Kondisi ini dialami Korea Selatan lebih dahulu.
Laman Core Indonesia menulis, Badan Pusat Statistik (BPS) belum lama ini merilis hasil sensus penduduk.
Dalam rilis tersebut jumlah penduduk Indonesia sampai dengan tahun lalu mencapai 270,2 juta jiwa, angka ini meningkat dibandingkan dengan jumlah penduduk pada perhelatan Sensus pada tahun 2010 yang berjumlah 237 juta jiwa.
Dari hasil sensus ini juga diketahui bahwa saat ini Indonesia masih berada pada periode jendela kesempatan untuk menikmati apa yang disebut bonus demografi.
Kondisi ini tidak terlepas dari struktur penduduk yang saat ini didominasi oleh penduduk dengan usia produktif. Proporsi generasi Z (Gen-Z) dan generasi millennial, yaitu penduduk dengan range usia 8 sampai 39 tahun masing-masing sejumlah 27,94% dan 25,87%. Kedua generasi termasuk dalam usia produktif sehingga bisa menjadi peluang untuk mendukung beragam aktivitas perekonomian Indonesia.
Dalam hal perkembangan ekonomi digital misalnya, kelompok usia produktif yang berada dalam range usia ini bisa membantu proses transformasi ekonomi digital di dalam negeri.
Teknologi
Apalagi kelompok usia ini merupakan kelompok usia yang sangat familier dalam penggunaan teknologi digital seperti internet. Artinya dengan proporsi demografi seperti ini, bukan tidak mungkin proses transformasi ekonomi digital akan lebih cepat di Indonesia.
Hal ini selaras dengan hasil survei yang dilakukan oleh Google, Temasek, dan juga BAIN yang memproyeksikan omzet ekonomi digital kotor atau Gross Merchandise Value (GMV) Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan mencapai US$ 130 miliar atau meningkat sebanyak 225%. Nilai ini setara dari 44% dari total GMW seluruh Asia Tenggara pada tahun 2025 dan menjadikan Indonesia sebagai negara dengan pasar ekonomi digital terbesar di dunia.
Selain itu, proporsi penduduk usia produktif juga bisa dimanfaatkan pemerintah dalam upaya memperdalam pasar keuangan. Apalagi saat ini tren penduduk millennial mulai berminat untuk berinvestasi semakin bertambah.
Hal ini terbukti dari banyaknya produk keuangan seperti misal obligasi ritel yang semakin diminati oleh para investor muda. Selain sebagai proses pendalaman pasar keuangan, hal ini tentu merupakan angin segar bagi pemerintah yang saat ini membutuhkan pembiayaan yang besar untuk biaya penanggulangan Covid-19.
Namun demikian, proporsi penduduk usia muda juga meninggalkan pekerjaan rumah pemerintah, Salah satu nya tingkat pengangguran muda. Sampai dengan Agustus 2020 jumlah pengangguran mencapai 9,7 juta jiwa dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 7,07%. Jika dilihat lebih detail ternyata tingkat pengangguran penduduk usia muda yaitu kelompok usia Gen-Z dan millennial mencapai 7,5 juta orang dengan TPT sekitar 11%.
Jika kita melihat dari tingkat pendidikan, saat ini jumlah pengangguran dengan tingkat pendidikan SD hingga SMA dan SMK memegang proporsi terbesar dengan jumlah pengangguran mencapai 8,4 juta orang. Kondisi ini tentu perlu diwaspadai karena jika kondisi ini tidak di mitigasi sedari dini, bukan tidak mungkin alih-alih mendapatkan bonus demografi Indonesia malah bisa mendapatkan bencana demografi dalam jangka waktu yang panjang.
Belajar
Laman Detik menyebut, Indonesia perlu belajar dari China dan Korea Selatan (Korsel) dalam memanfaatkan kondisi bonus demografi. Kedua negara tersebut berhasil memanfaatkan kelebihan jumlah penduduk usia produktif.
Seperti diketahui beberapa tahun ke depan Indonesia akan menikmati bonus demografi. Artinya jumlah penduduk usia produktif mencapai 2/3 dari total jumlah penduduk.
Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus 2010 adalah 237,64 juta jiwa. Dari jumlah itu, 157,05 juta jiwa berada di usia produktif yaitu 15-64 tahun.
Keberhasilan China, dapat dilihat dari penciptaan industri rumah tangga yang memproduksi berbagai komponen-komponen peralatan elektronika sehingga menciptakan lapangan pekerjaan yang sangat luas di negeri tirai bambu tersebut.
China berhasil membangun industri-ndustri rumahan yang diarahkan pada pembangunan industri penguatan komponen.
Sedangkan Korsel berhasil mengarahkan industri-industri rumah tangganya untuk membuat komponen telepon genggam alias handphone (HP). (Hilal)