SERANG, LINIMASSA.ID – Bandar narkoba Benny Setiawan menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Senin 3 Maret 2025. Dalam sidang tesebut, Benny terancam pidana mati.
Ancaman pidana mati tersebut termuat dalam dakwaan JPU Kejati Serang, Engeline. Benny dijerat dengan Pasal 114 Ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dalam pasal tersebut, Benny dapat dihukum maksimal pidana mati atau seumur hidup. “Sebagaimana dalam dakwaan kesatu,” ujarnya.
Engeline menjelaskan, produksi narkoba yang dilakukan Benny Setiawan di rumah mewahnya di Jalan Baladika, Gurugui Timur Nomor 9, RT 014, RW 001, Kelurahan Lialang, Kecamatan Taktakan, Kota Serang. Dalam memproduksi narkoba berupa PCC (Paracetamol, Caffein dan Carisoprodol), Benny mempekerjakan sembilan orang.
Merekan yakni, Abdul Wahid alias Dudung, Andrei Fathur Rohman, Burhanudin alias, Reni Maria Anggraeni, Jafar, Acu, Muhamad Lutfi. Kemudian, Hapas dan Faisal. Mereka juga turut menjadi terdakwa dalam kasus tersebut. “Dilakukan penuntutan dalam berkas perkara terpisah (terhadap terdakwa lain-red),” kata Engeline.
Engeline mengatakan, kasus ini berawal pada Juni 2024 lalu. Benny Setiawan saat itu dibesuk oleh temannya bernama Feri (DPO) di dalam lembaga pemasyarakatan di Tangerang. “Disebuk oleh Feri,” katanya.
Saat mengobrol dengan Benny, Feri memberitahu bahwa ada temannya bernama Agus (DPO) bermaksud membeli obat PCC dengan merk dagang Zenith. Setelah pertemuan dengan Feri, Beny ditelepon Agus. Melalui komunikasi itu, Agus memesan tablet PCC sebanyak 270 koli dengan nilai Rp 5,130 miliar.
Engeline menyebut, untuk memenuhi permintaan Agus, Benny Setiawan menghubungi Mulyadi (DPO). Ia menghubungi Mulyadi untuk memesan bahan baku pil PCC. Sebagai tanda jadi, Benny mengirim uang pangkal Rp 25 juta.
Pengiriman uang dilakukan istri Benny Setiawan, Reni Maria Anggraeni. “Terdakwa menelepon dan menyuruh Reni Maria Anggraeni untuk membayar sejumlah uang tersebut kepada Mulyadi,” kata Engeline. 2
Kasus Narkoba Benny Setiawan
Engeline mengatakan, setelah mengirim uang pangkal, Benny melalui istrinya juga melakukan transfer yang kedua kali sebesar Rp 1,3 miliar kepada Agus. Selanjutnya, setelah transfer uang Rp1,3 miliar lebih itu, Benny mendapat pengiriman bahan baku dari Agus.
“Sekira bulan Juli 2024, terdakwa menelpon dan menyuruh Yuda (DPO) untuk mendapatkan bahan baku pembuatan PCC berupa Paracetamol sebanyak 2.000 kilogram, Caffein 500 Kilogram dan Carisoprodol sebanyak 500 Kilogram dan bahan pelengkap untuk memproduksi tablet PCC,” katanya.
Untuk memproduksi pil PCC itu, Benny memerintahkan Abdul Wahid alias Dudung, Burhanudin alias Burhan, Samsuri, Acu dan Jafar. Dalam membuat atau memproduksi PCC tersebut, Beny mengarahkan Jafar untuk memproduksi PCC sesuai pengetahuannya.
“Namun dalam perkembangan proses pembuatannya terdakwa Beny Setiawan selalu mengontrol hingga proses produksi maupun proses pengiriman hasil produksinya,” katanya.
Engeline mengatakan, produksi pil PCC skala besar ini berhasil diungkap setelah petugas BNN RI, mengamankan paket narkotika golongan I jenis tablet PCC yang hendak dikirim ke Surabaya pada hari Sabtu tanggal 28 September 2024 pukul 21.00 WIB.
Lokasinya, ada di Ekspedisi PT Karunia Indah Delapan Ekspress yang berlamat di Jalan Jendral Ahmad Yani Nomor 123A, Kelurahan Sumurpecung, Kecamatan Serang, Kota Serang.
“Bahwa 16 karung berisi tablet warna putih yang berhasil di amankan llberisikan sejumlah 960.000 tablet yang mengandung carisoprodol,” ucapnya.
Engeline juga mengatakan, selain menjual pil PCC kepada Agus, Benny Setiawan juga menjual obat terlarang itu kepada Faisal sebanyak 80 koli dengan harga Rp34 juta.
“Kemudian dijual kembali oleh saksi Faisal kepada Sayyidina Ali (DPO) dengan harga Rp37 juta per koli,” katanya.