LINIMASSA.ID – Tagar KaburAjaDulu sedang ramai di media sosial. Tagar ini mencerminkan rasa frustrasi sebagian masyarakat yang menghadapi berbagai persoalan di dalam negeri, baik dari sisi ekonomi, politik, maupun sosial.
Tagar KaburAjaDulu adalah ungkapan keinginan untuk mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri dengan harapan mendapatkan kesempatan yang lebih menjanjikan.
Tagar KaburAjaDulu bagian dari Fenomena migrasi yang bukanlah hal baru dan telah menjadi bagian dari dinamika sosial di berbagai belahan dunia.
Namun, diskusi mengenai isu ini semakin berkembang luas, hingga menarik perhatian berbagai pihak, termasuk Anies Baswedan yang ikut serta membahas tagar KaburAjaDulu.
Anies Baswedan dalam akun TikToknya ia mengunggah video memberikan pandangannya soal tagar KaburAjaDulu dan mengenai arti cinta tanah air dan bagaimana seseorang dapat tetap berkontribusi bagi Indonesia, meskipun tinggal di luar negeri.
Simak tanggapan Anies Baswedan berikut ini mengenai tagar KaburAjaDulu
1. Cinta Indonesia Diuji di Saat Sulit
Anies Baswedan menegaskan bahwa kecintaan terhadap Indonesia tidak hanya ditunjukkan ketika keadaan negara dalam kondisi baik. Justru, cinta sejati diuji saat bangsa menghadapi tantangan dan membutuhkan perubahan.
Ia juga mengakui bahwa merasa lelah dalam perjuangan adalah sesuatu yang wajar.
“Terkadang kita merasa lelah, perjuangan tanpa istirahat bisa terasa berat, seperti bertepuk sebelah tangan. Sudah berusaha mencintai, tetapi rasanya tidak ada balasan. Maka, tidak apa-apa untuk berhenti sejenak,” ujar Anies.
Namun, ia menekankan bahwa beristirahat sejenak bukan berarti menyerah. Sebaliknya, mengambil waktu untuk menenangkan diri dapat membantu seseorang mendapatkan kembali energi dan motivasi untuk terus berjuang.
Ia juga mengingatkan bagaimana generasi 1908 dan 1928 tetap berjuang meskipun banyak di antara mereka tidak sempat menyaksikan kemerdekaan Indonesia.
“Cinta Indonesia itu memang butuh kesabaran. Seperti generasi 1908, 1928, sebagian dari mereka tidak pernah melihat Indonesia merdeka, tetapi mereka tetap bergerak maju meski pada masa itu dianggap hanya mimpi,” jelasnya.
2. Nasionalisme Tidak Bergantung pada Lokasi
Anies Baswedan juga menekankan bahwa mencintai Indonesia tidak selalu harus diwujudkan dengan tetap tinggal di dalam negeri.
“Cinta Indonesia itu tidak ada hubungannya dengan lokasi tempat tinggal. Banyak tokoh bangsa kita dulu lama hidup di luar negeri, tetapi tetap berkontribusi untuk Indonesia. Jadi, nasionalisme itu bukan soal di mana kita tinggal, tetapi bagaimana kita tetap memberi manfaat bagi negeri ini sekecil apa pun,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa keputusan untuk pindah ke luar negeri demi kepentingan pribadi atau keluarga merupakan hak setiap individu. Namun, tidak semua orang memiliki kesempatan tersebut.
Oleh karena itu, bagi mereka yang memiliki peluang untuk tinggal di luar negeri, Anies mengajak agar kesempatan itu dimanfaatkan dengan baik sambil tetap mencari cara untuk memberikan kontribusi bagi Indonesia, di mana pun mereka berada.
Tagar KaburAjaDulu menunjukkan adanya rasa jenuh dan keinginan sebagian masyarakat untuk mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri.
Namun, kecintaan terhadap Indonesia tidak selalu ditentukan oleh lokasi tempat tinggal. Seperti yang dikatakan Anies Baswedan, seseorang tetap dapat berkontribusi bagi negara, meskipun berada di luar negeri.
Yang terpenting adalah bagaimana seseorang tetap berperan dalam kemajuan bangsa dan tidak kehilangan harapan akan perubahan yang lebih baik bagi Indonesia.
Tagar KaburAjaDulu Ramai di Media Sosial, Cerminan Keresahan Generasi Muda

Tagar #KaburAjaDulu menjadi perbincangan hangat di berbagai platform media sosial di Indonesia. Tagar ini mencerminkan keinginan sejumlah masyarakat, khususnya generasi muda, untuk mencari peluang hidup yang lebih baik di luar negeri. Fenomena ini muncul sebagai respons terhadap berbagai isu domestik yang dirasakan semakin menekan.
Kemunculan #KaburAjaDulu berawal dari kekecewaan terhadap kondisi sosial, politik, dan ekonomi di Tanah Air. Banyak warganet menggunakan tagar ini untuk berbagi informasi mengenai beasiswa pendidikan, lowongan pekerjaan, hingga pengalaman hidup di luar negeri. Hal ini menunjukkan kesadaran akan kesenjangan global dan upaya mencari kehidupan yang lebih baik.
Menurut Muhammad Yorga Permana, dosen dan peneliti tenaga kerja SDM di Institut Teknologi Bandung (ITB), fenomena ini terjadi karena keterbatasan lapangan kerja yang bertemu dengan kebijakan yang tidak berpihak kepada anak muda.
“saya punya sahabat dia punya rumah sakit di Cianjur,dia baru buka dia dan mencari 200 tenaga kerja. dari 200 bukaan yang daftar hampir 8.000 orang, 1 banding 40. Artinya memang kerjaan layak kita terbatas,” ujar Yorga dalam acara Rosi di KompasTV.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Oki Rahadianto Sutopo, menambahkan bahwa fenomena ini merupakan refleksi dari kesadaran anak muda terhadap ketimpangan global. Menurutnya, kemajuan teknologi memudahkan generasi muda membandingkan kualitas hidup di berbagai negara, sehingga mendorong mereka mencari peluang di luar negeri.
Selain itu, data dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menunjukkan bahwa antara tahun 2019 hingga 2022, sebanyak 3.912 Warga Negara Indonesia (WNI) berusia 25-35 tahun memilih berpindah kewarganegaraan ke Singapura. Angka ini mencerminkan tren migrasi yang signifikan di kalangan profesional muda Indonesia.
Menanggapi tren ini, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menyatakan dukungannya terhadap masyarakat yang ingin bekerja di luar negeri, asalkan mereka siap dan memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan. BP2MI juga menekankan pentingnya persiapan matang sebelum memutuskan untuk bekerja di negara lain.
Namun, tidak semua pihak setuju dengan gerakan #KaburAjaDulu. Beberapa kalangan menilai bahwa langkah ini mencerminkan kurangnya rasa nasionalisme dan komitmen untuk membangun bangsa. Mereka berpendapat bahwa alih-alih meninggalkan negara, generasi muda seharusnya berkontribusi dalam mencari solusi atas permasalahan yang ada di dalam negeri.
Di sisi lain, Ina Liem, pengamat pendidikan dan konsultan karier, berpendapat bahwa bekerja atau belajar di luar negeri dapat memberikan pengalaman berharga dan meningkatkan kemampuan adaptasi lintas budaya. Namun, ia juga mengingatkan pentingnya persiapan yang matang dan pemahaman akan tantangan yang mungkin dihadapi di negara lain.
Fenomena #KaburAjaDulu juga dikaitkan dengan isu brain drain, di mana talenta-talenta terbaik Indonesia memilih untuk berkarier di luar negeri demi mendapatkan standar hidup dan jenjang karier yang lebih baik. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan kehilangan sumber daya manusia berkualitas yang seharusnya dapat berkontribusi bagi pembangunan nasional.
Secara keseluruhan, tren #KaburAjaDulu mencerminkan dinamika sosial yang kompleks di Indonesia. Di satu sisi, ia menunjukkan aspirasi generasi muda untuk mencari kehidupan yang lebih baik; di sisi lain, ia mengindikasikan tantangan yang dihadapi negara dalam menyediakan peluang dan kesejahteraan bagi warganya. Dialog konstruktif antara pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya diperlukan untuk mencari solusi yang dapat mengurangi keinginan migrasi massal dan memastikan pembangunan yang inklusif bagi seluruh rakyat Indonesia.