linimassa.id – Aljabar merupakan salah satu bagian dari bidang matematika yang luas, bersama-sama dengan teori bilangan, geometri dan analisis. Metode ini ternyata diperkenalkan oleh ilmuwan muslim.
Dalam bentuk paling umum, aljabar adalah ilmu yang mempelajari simbol-simbol matematika dan aturan untuk memanipulasi simbol-simbol ini.
Aljabar adalah benang pemersatu dari hampir semua bidang matematika.
Selain itu, aljabar juga meliputi segala sesuatu dari dasar pemecahan persamaan untuk mempelajari abstraksi seperti grup, gelanggang, dan medan.
Semakin banyak bagian-bagian dasar dari aljabar disebut aljabar elementer, sementara bagian aljabar yang lebih abstrak yang disebut aljabar abstrak atau aljabar modern.
Aljabar elementer umumnya dianggap penting untuk setiap studi matematika, ilmu pengetahuan, atau teknik, serta aplikasi dalam kesehatan dan ekonomi.
Aljabar abstrak merupakan topik utama dalam matematika tingkat lanjut, yang dipelajari terutama oleh para profesional dan pakar matematika.
Penemu Aljabar
Penemu dari ilmu aljabar ini menurut beberapa catatan sejarah ada dua penemu, yaitu ilmuwan muslim bernama Al-Khawarizmi dan Diophantus.
Kata aljabar berasal dari Bahasa Arab yakni al-jabr. Secara harfiah berarti “pengumpulan kembali bagian yang rusak”.
istilah ini diambil dari judul buku Al Kitaab al muhtasar fii hisaab al jabr wa’l muqabaala karya matematikawan dan astronom Persia, Al-Khwarizmi.
Kosakata ini memasuki bahasa Inggris selama abad kelima belas, baik dari Spanyol, Italia, atau Pertengahan Latin.
Aljabar awalnya disebut prosedur operasi pengaturan patah atau dislokasi tulang. Makna matematisnya pertama kali tercatat pada abad 16.
Sebelum abad ke-16, matematika dibagi menjadi dua subbidang, aritmetika dan geometri. Meskipun beberapa metode, yang telah dikembangkan jauh lebih awal, mungkin yang dianggap saat ini sebagai aljabar, munculnya aljabar dan, segera setelah itu, kalkulus infinitesimal sebagai subbidang matematika hanya dari abad 16 atau abad ke-17.
Dari paro kedua abad ke-19, banyak hal baru dalam bidang matematika muncul, yang sebagian besar dibuat menggunakan kedua aritmetika dan geometri, dan hampir semuanya menggunakan aljabar.
Hari ini, aljabar telah berkembang hingga mencakup banyak cabang dari matematika, seperti yang dapat dilihat dalam Klasifikasi Subjek Matematika di mana tak satu pun dari area tingkat pertama (dua digit entri) disebut aljabar.
Hari ini aljabar meliputi bagian 08-sistem-sistem aljabar umum, 12-teori medan dan Polinomial, 13-aljabar komutatif, 15-aljabar linear dan multilinear; teori matriks, 16-aljabar asosiatif, 17-aljabar tak-asosiatif, 18-teori kategori; aljabar homologis, 19-teori-K, dan 20-teori grup. Aljabar juga digunakan secara ekstensif dalam 11-teori bilangan dan 14-geometri aljabar.
Awal Mula Aljabar
Halaman dari karya Al-Khwarizmi yang berjudul al-Kitab al-muḫtaṣar fī ḥisāb al-ğabr wa-l-muqābala (Buku Ringkasan tentang Perhitungan dengan Pelengkapan dan Penyetimbangan
Akar aljabar dapat ditelusuri hingga masa Babilonia kuno, yang mengembangkan sistem aritmetika lanjut untuk melakukan perhitungan menurut gaya algoritme.
Bangsa Babilonia mengembangkan rumus untuk menghitung solusi dari masalah-masalah yang dewasa ini umum diselesaikan dengan persamaan linear, persamaan kuadrat, dan persamaan taktentu.
Sebaliknya, sebagian besar orang Mesir pada era ini serta Yunani dan Tiongkok pada milenium 1 SM biasanya menyelesaikan persamaan tersebut dengan metode geometris, seperti yang dijelaskan dalam Papirus Matematika Rhind, Elemen Euklides, dan Sembilan Bab mengenai Seni Matematika.
Karya geometris dari Yunani, seperti yang ditulis dalam Elemen, menyediakan kerangka kerja untuk perumuman rumus melampaui solusi dari soal tertentu menjadi sistem yang lebih umum yang menyatakan dan memecahkan persamaan, meskipun hal ini tidak terealisasi sampai sebelum munculnya Matematika Islam abad pertengahan.
Pada zaman Plato, matematika Yunani telah mengalami perubahan drastis. Orang Yunani menemukan aljabar geometri, di mana suku-suku dinyatakan oleh sisi-sisi dari objek geometri, biasanya garis, yang memiliki huruf-huruf yang berasosiasi dengan mereka.
Diofantus (abad ke-3 Masehi) adalah seorang Matematikawan Yunani dari Iskandariyah dan penulis serangkaian buku yang disebut Arithmetica.
Teks-teks ini berurusan dengan penyelesaian persamaan aljabar,[11] dan telah menuntun pada hadirnya persamaan Diofantin dalam teori bilangan.
Tradisi-tradisi yang lebih dini dibandingkan dengan yang dibahas di atas berpengaruh langsung kepada Matematikawan Persia, Muḥammad ibn Mūsā al-Khwārizmī (kira-kira 780–850).
Ia kemudian menulis Buku Ringkasan tentang Perhitungan dengan Pelengkapan dan Penyetimbangan, yang membentuk aljabar sebagai disiplin matematika yang tidak bergantung pada geometri dan aritmetika.
Matematikawan periode Helenistik, Heron dari Iskandariyah dan Diofantus, juga Matematikawan India seperti Brahmagupta meneruskan tradisi-tradisi Mesir dan Babilonia, meskipun Arithmetica-nya Diophantus dan Brāhmasphuṭasiddhānta-nya Brahmagupta berada pada tingkatan yang lebih tinggi.
Misalnya, solusi aritmetika lengkap pertama (termasuk solusi nol dan negatif) untuk persamaan kuadrat, seperti yang dijelaskan oleh Brahmagupta dalam bukunya Brahmasphutasiddhanta.
Kemudian, Matematikawan Persia dan Arab mengembangkan metode-metode aljabar untuk mencapai derajat kecanggihan yang lebih tinggi. Meskipun Diofantus dan bangsa Babilonia sering kali menggunakan metode ad hoc istimewa untuk menyelesaikan persamaan-persamaan, sumbangsih Al-Khwarizmi adalah mendasar.
Dia menyelesaikan persamaan linear dan kuadrat tanpa simbolisme aljabar, bilangan negatif, atau nol, dengan demikian dia harus membedakan beberapa jenis persamaan.
Matematikawan Persia, Umar Khayyām diakui jasanya sebagai pengidentifikasi dasar-dasar geometri aljabar dan penemu solusi geometris umum untuk persamaan kubik.
Bukunya Risalah tentang Peragaan Soal-Soal Aljabar (1070), yang menetapkan prinsip-prinsip aljabar, adalah bagian dari tubuh Matematika Persia yang sebenarnya dikirimkan ke Eropa.
Matematikawan Persia lainnya, Sharaf al-Din al-Tusi, menemukan solusi aljabar dan numerik untuk beberapa kasus persamaan kubik. Dia juga mengembangkan konsep mengenai fungsi.
Matematikawan India, Mahavira dan Bhāskara II, Matematikawan Persia Al-Karaji, dan Matematikawan Tiongkok, Zhu Shijie, menyelesaikan beberapa kasus persamaan kubik, kuartik, kuintik, dan persamaan-persamaan polinomial berorde lebih tinggi menggunakan metode numerik.
Pada abad ke-13, penyelesaian persamaan kubik oleh Fibonacci adalah wakil dari awal kebangkitan aljabar Eropa. Abū al-Ḥasan ibn ʿAlī al-Qalaṣādī (1412–1486) mengambil “langkah-langkah pertama menuju perkenalan simbolisme aljabar”.
Dia juga menghitung ∑n2, ∑n3 dan menggunakan metode pendekatan berurutan (suksesif) untuk menentukan akar kuadrat.[26] Ketika dunia Islam mengalami kemunduran, dunia Eropa mengalami kebangkitan. Dan pada ketika itulah aljabar berkembang lebih jauh. (Hilal)