linimassa.id – Tradisi khitanan ternyata sudah ada sejak dulu dalam tradisi berbagai suku. Mulai dari Aceh hingga Bugis.
Tradisi sunat dilakukan dengan berbagai alasan, seperti menjaga kesehatan serta menanam harapan baik terhadap anak.
Hingga saat ini, Indonesia mengenal luas budaya sunat alias khitanan, terutama pada anak lelaki dari keluarga muslim.
Sejarah khitan dan budaya manusia mengenal khitan sebagai proses untuk membersihkan diri sebelum sang anak menginjak usia dewasa. Khitan telah dikenal sebagai budaya yang harus dijaga sekaligus bagian dari ibadah umat islam yang harus dilakukan.
Khitan sendiri dari bahasa arab yaitu kha-ta-na yang artinya memotong. Khitan menurut ahli bahasa dikhususkan bagi laki-laki, sedangkan khifadh diperuntukkan bagi perempuan.
Jadi dapat diartikan, berkhitan atau banyak orang menyebutnya sebagai sunat adalah memotong kulit yang menutupi kepala/ujung kemaluan bagi laki-laki dan memotong kulit bagian atas kemaluan bagi perempuan.
Di Tangerang, ada budaya khitan yang dinamai bebaksan. Dijelaskan Maulana, RU 1 Zetizens Face Boy 2023 yang keluarganya belum lama ini dikhitan, bebaksan merupakan budaya turun-temurun.
“Pada tradisi ini seorang yang akan dikhitan setelah ziarah menggunakan kuda atau jaran dilanjut mengelilingi wadah yang berisi air dan diberi uang,” tutur mahasiswa Untirta ini.
Selain itu kata Maulana, dilengkapi dengan alat-alat dapur dan alat tani dengan menggoyangkan badan sembari bersenang-senang.
“Selanjutnya melimpahkan air yang ada dalam wadah tersebut. Hal ini memiliki arti, orang yang mengangkat hajat atau hendak dikhitan supaya diberikan limpahn rizki juga kebahagiaan,” terang Maulana.
Tradisi khitan di belahan propinsi lain seperti di Aceh Selatan dikenal dengan prosesi sunat rasul, pada tradisi tersebut disertai upacara pemberkatan serta doa untuk anak, baik lelaki maupun perempuan. Tujuannya biasanya untuk menolak bala serta menyambut kedewasaan, walau ada juga yang mencampurnya dengan tradisi sunat dalam Islam.
Sementara di Jawa Barat, adanya arak-arakan sisingaan. Anak yang hendak dikhitan didudukkan di atas singa besar sebelum diarak keliling desa. Setelah diarak, anak biasanya dimandikan dengan air dingin sebagai persiapan sunat.
Masyarakat wilayah Tengger di kaki Gunung Bromo memiliki tradisi sunat untuk anak lelaki. Hari baik untuk melakukan khitanan adalah setelah hari lahirnya. Sehari sebelum dikhitan anak dibawa untuk nyekar untuk meminta izin kepada leluhurnya serta danyang. Pagi-pagi si anak dimandikan kramas dan dimanterai oleh dukun desa.
Untuk masyarakat Betawi masa kini memadukan tradisi sunat tradisional dengan unsur-unsur Islam. Sebelum hari H anak anak dihias dan dipakaikan pakaian kebesaran disebut sebagai pengantin sunat. Sama seperti tradisi masyarakat Sunda, anak yang hendak disunat (“pengantin sunat”) didandani dengan pakaian tradisional lalu diarak keliling kampung menggunakan kuda. Arak-arakan ini diiringi musik tradisional seperti orkes tanjidor.
Di Makassar, ada upacara sunat bernama massunna, yang biasanya dilakukan pada anak lelaki usia 13 tahun sedangkan bagi perempuan disebut dengan Makkatte’ dan kegiatannya sendiri disebut dengan appasunna. Upacara ini sekaligus bermakna penyucian diri bagi anak yang akan disunat maksudnya adalah segala korban dan hal-hal yang tidak baik dapat dihilangkan.
Tradisi khitanan atau sunatan di daerah pesisir Demak, Jawa Tengah merupakan tradisi turun temurun sejak zaman dahulu. Bagi keluarga mampu dalam melaksanakan khitan akan menggelar acara selamatan dengan mengundang sanak saudara. (Hilal)