linimassa.idlinimassa.id
  • News
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Gaya Hidup
  • Khazanah
  • Berita Video
Reading: Sejarah Panjang Jilbab di Dunia, Mau Tahu?
linimassa.idlinimassa.id
  • News
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Gaya Hidup
  • Khazanah
  • Berita Video
Cari di sini
  • News
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Gaya Hidup
  • Khazanah
  • Berita Video
Punya akun? Sign In
Follow US
  • Disclaimer
  • Privacy
  • Redaksi
  • Info Iklan
© 2023 linimassa.id. Designed by dezainin.com
linimassa.id > Indeks > Khazanah > Sejarah Panjang Jilbab di Dunia, Mau Tahu?
Khazanah

Sejarah Panjang Jilbab di Dunia, Mau Tahu?

Hilal Ahmad 8 Juli 2023
Share
waktu baca 8 menit
Jilbab ternyata tidak hanya dikenakan muslimah.
Jilbab ternyata tidak hanya dikenakan muslimah.
SHARE

linimassa.id – Dibandingkan negara lain, pemakaian jilbab di Indonesia jauh lebih beragam. Para muslimah di Indonesia piawai memadupadankan aneka kain yang dipakai di bagian kepala ini. Sebenarnya sejak kapan jilbab dipakai di dunia?

Berasal dari Bahasa Arab, jilbāb adalah busana muslim terusan panjang menutupi seluruh badan kecuali tangan, kaki, dan wajah yang biasa dikenakan oleh para wanita muslim.

Penggunaan jenis pakaian ini terkait dengan tuntunan syariat Islam untuk menggunakan pakaian yang menutup aurat atau dikenal dengan istilah hijab. Sementara kerudung sendiri di dalam Alquran disebut dengan istilah khumur, sebagaimana terdapat pada surat An Nuur ayat 31.

Asal tahu, istilah jilbab digunakan pada negeri-negeri berpenduduk muslim lain sebagai jenis pakaian dengan penamaan berbeda-beda. Di Iran disebut chador, di India dan Pakistan disebut pardeh, di Libya milayat, di Irak abaya, di Turki charshaf, dan tudung di Malaysia, sementara di negara Arab-Afrika disebut hijab.

Di Indonesia, penggunaan kata jilbab digunakan secara luas sebagai busana kerudung yang menutupi sebagian kepala perempuan (rambut dan leher) yang dirangkai dengan baju yang menutupi tubuh kecuali telapak tangan dan kaki.

Kata ini masuk dalam lema Kamus Besar Bahasa Indonesia pada 1990 bersamaan dengan mulai populernya penggunaan jilbab di kalangan muslimah perkotaan.

Dalam kosakata bahasa Indonesia menurut KBBI daring, jilbab adalah kerudung lebar yang dipakai perempuan muslim untuk menutupi kepala dan leher sampai ke dada. Secara umum mereka yang menutupi bagian itu disebut orang yang berjilbab.

Di Indonesia pada Kamus Umum Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka cetakan ke-7 tahun 1984 belum ada lema kata jilbab, lema yang digunakan adalah kata yang belum populer di Indonesia (saat itu) yaitu “hijab” yang merujuk pada kain penutup aurat bagi perempuan muslim.

Kalau menurut Muhammad Nashiruddin Al-Albany, kriteria jilbab yang benar harus menutup seluruh badan, kecuali wajah dan dua telapak, jilbab bukan merupakan perhiasan, tidak tipis, tidak ketat sehingga menampakkan bentuk tubuh, tidak disemprot parfum, tidak menyerupai pakaian kaum pria atau pakaian wanita-wanita kafir dan bukan merupakan pakaian untuk mencari popularitas.

 

- Advertisement -
Ad imageAd image

Darimana?

Menurut al Munajjed, sosiolog dari George Washington University, hijab tidak asli dari Islam, tetapi diimpor dari luar.

Ia mengemukakan beberapa bukti sejarah. Menurutnya dalam sejarah Cina Kuno (Abad ke 2 SM) di dalam Sian Hioanak perempuan dipingit sejak umur sepuluh tahun. Mereka mendapat pendidikan di lapangan tertutup, terpisah dari kaum pria.

Di India juga mendapat perlakuan yang sama. Anak perempuan dipingit dalam suatu gedung yang bernama “Zanana”. Demikian juga di Yunani, di sekitar abad ke 2 SM, para wanita dan anak-anak perempuan menghabiskan waktu mereka dalam “Gynoecium”, apartemen pribadi yang dikhususkan untuk para wanita di dalam rumah mereka.

Para wanita yang saleh tetap berada di apartemen mereka dan hanya para wanita dari masyarakat biasa yang keluar rumah. Praktek sebagaimana dikemukakan di atas, menurut al-Munajjed juga terdapat dalam praktek gerejani.

Jilbab atau hijab merupakan bentuk peradaban yang sudah dikenal beratus-ratus tahun sebelum datangnya Islam.

Ia memiliki bentuk yang sangat beragam. Hijab bagi masyarakat Yunani memiliki ciri khas yang berbeda dengan masyarakat Romawi. Demikian pula halnya dengan hijab pada masyarakat Arab pra-Islam.

Ketiga masyarakat tersebut pernah mengalami masa keemasan dalam peradaban jauh sebelum datangnya Islam. Hal ini sekaligus mematahkan anggapan yang menyatakan bahwa hijab hanya dikenal dalam tradisi Islam dan hanya dikenakan oleh wanita-wanita Muslimah.

Dalam masyarakat Yunani, sudah menjadi tradisi bagi wanita-wanitanya untuk menutup wajahnya dengan ujung selendangnya, atau dengan mengunakan hijab khusus yang terbuat dari bahan tertentu, tipis dan bentuknya sangat baik.

Peradaban Yunani ini ditiru oleh bangsa-bangsa di sekitarnya. Akhirnya peradaban tersebut mengalami kemerosotan dan kemunduran karena kaum wanitanya dibiarkan bebas dan boleh melakukan apapun, termasuk pekerjaan yang dilakukan laki-laki.

Sementara itu dalam masyarakat Romawi, seperti diungkapkan Farid Wajdi, kaum wanita sangat memperhatikan hijab mereka dan tidak keluar rumah kecuali dengan wajah tertutup. Bahkan mereka masih berselendang panjang yang menjulur menutupi kepala sampai ujung kaki.

Peradaban-peradaban silam yang mewajibkan pengenaan hijab bagi wanita tidak bermaksud menjatuhkan kemanusiaannya dan merendahkan martabatnya. Akan tetapi, semata untuk menghormati dan memuliakannya, agar nilai-nilai dan norma-norma sosial dan agama mereka tidak runtuh. Selain itu juga untuk menjaga peradaban dan kerajaan mereka agar tidak runtuh.

Gereja-gereja terdahulu dan biarawati-biarawatinya yang bercadar dan berkerudung memakai kebaya panjang, menutupi seluruh tubuhnya sehingga jauh dari kekejian dan kejahatan.

 

Bukan Hal Baru

Pada masyarakat Arab pra-Islam, hijab bukanlah hal baru. Biasanya, anak wanita yang sudah mulai menginjak usia dewasa, mengenakan hijab sebagai tanda bahwa mereka minta untuk segera dinikahkan.

Di samping itu bagi mereka, hijab merupakan ciri khas yang membedakan antara wanita merdeka dan para budak atau hamba sahaya. Dalam syair-syair mereka, banyak dijumpai istilah-istilah khusus yang kesemuanya mengandung arti yang relatif sama dengan hijab.

Di antara istilah-istilah yang sering mereka gunakan adalah niqab, khimar, qina’, khaba, dan khadr. Ada lagi bentuk-bentuk hijab yang lain seperti sarung, selimut, baju besi dan jilbab. Bangsa Arab pra-Islam mewajibkan wanitanya berhijab. Mereka menganggapnya sebagai tradisi yang harus dilakukan. Dan ketika Islam datang, “mengesahkan” tradisi tersebut.

Jika yang dimaksud jilbab sebagai penutup kepala (veil) wanita, maka jilbab sudah menjadi wacana dalam code Bilalama (3000 SM) kemudian berlanjut dalam code Hamurabi (2000 SM) dan code Asyiria (1500 SM).

Sewaktu terjadi perdebatan tentang jilbab di Prancis pada 1989, Maxime Radison, seorang ahli Islamologi terkemuka dari Prancis mengingatkan bahwa di Asyiria ada larangan berjilbab bagi wanita tuna susila. Dua abad sebelum masehi, Tertullen, seorang penulis Kristen apologetik, menyerukan agar semua wanita berjilbab atas nama kebenaran.

Ketentuan penggunaan jilbab sudah dikenal di beberapa kota tua, seperti Mesopotamia, Babylonia dan Asyiria. Wanita terhormat harus menggunakan jilbab di ruang publik. Sebaliknya budak wanita dilarang mengenakannya.

Pada perkembangan selanjutnya, jilbab menjadi simbol kelas menengah atas masyarakat kawasan tersebut. Ketika terjadi perang antara Romawi-Bizantium dengan Persia, rute perdagangan antara pulau mengalami perubahan untuk menghindari akibat buruk wilayah peperangan. Kota di tepi pesisir jazirah Arab tiba-tiba menjadi penting sebagai wilayah transit perdagangan.

Jilbab atau hijab bukan asli dari Islam, melainkan dari peninggalan peradaban sebelumnya. Banyak bangsa yang sudah menggunakan jilbab sebelum Islam datang.

Mereka menggunakan jilbab untuk melindungi dari kekejian dan kekerasan. Setiap bangsa seperti Yunani, Romawi, Arab mereka mempunyai ciri khas masing-masing jilbabnya. Dan kebanyakan jilbab hanya digunakan untuk perempuan yang merdeka, untuk budak dilarang menggunakannya.

Di Arab jilbab sudah menjadi tradisi untuk perempuan dewasa yang hendak menikah untuk menggunakan jilbab. Dengan dapat disimpulkan bahwa jilbab merupakan tradisi yang sampai saat ini masih bisa kita temui, setelah Islam datang barulah jilbab dijadikan pakaian untuk menutup aurat disebabkan ada perintah dari Alquran.

Itulah seputar jilbab atau hijab yang ternyata sudah dikenal sejak dahulu kala. (Hilal)

Share This Article
Facebook X Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link Print
- Advertisement -
Ad imageAd image
- Advertisement -
Ad imageAd image
- Advertisement -
Ad imageAd image
- Advertisement -
Ad imageAd image
- Advertisement -
Ad imageAd image
16 Agustus 2025
Ad imageAd image

Terkini

Kualitas udara di Banten
Kualitas Udara di Banten Paling Buruk se Indonesia
News
Anime Gachiakuta
Sinopsis Anime Gachiakuta, Serial Terbaru yang Wajib Ditonton
Gaya Hidup
Megawati Hangestri
Megawati Hangestri Resmi Gabung Klub Turki Manisa BBSK
News
Film Kang Mak x Nenek Gayung
Film Kang Solah X Nenek Gayung, Tayang 25 September 2025
Gaya Hidup
Sawah di Banten
15 Hektare Sawah di Banten Kekeringan
News
linimassa.idlinimassa.id
Follow US
© 2023 linimassa.id. Designed by dezainin.com
  • Disclaimer
  • Privacy
  • Redaksi
  • Info Iklan
logo-linimassaid
Selamat datang kembali!

Login ke akunmu

Username or Email Address
Password

Lost your password?