linimassa.id – Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mempertanyakan hasil survei LSI Denny JA periode 3-14 Mei 2023 terkait elektabilitas bakal capres PDIP, Ganjar Pranowo, yang alami penurunan.
Menurut Hasto, setiap survei tidak bisa dilepaskan dalam era demokrasi yang liberal, kapitalistik ini, sarat dengan berbagai kepentingan.
“Maka, survei itu ya paling adil mengumumkan terlebih dahulu pendanaannya dari mana? Apakah ada kepentingan-kepentingan politik?” ujar Hasto di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Senin (22/5/2023).
Dalam survei LSI Denny JA, posisi teratas elektabilitas bakal capres ditempati Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan 33,9 persen.
Disusul kemudian oleh Ganjar Pranowo sebesar 31,9 persen, dan Anies Baswedan di angka 20,8 persen.
Hasto mengaku heran dengan survei LSI Denny JA, karena hasil survei dari lembaga lain justru memperlihatkan elektabilitas Ganjar mengalami kenaikan.
Berdasarkan pengalaman Pemilu sebelumnya, kata dia, banyak lembaga survei menjadi konsultan politik dari calon tertentu.
“Nah, ini kami juga pernah bekerja sama dengan Pak Denny JA pada tahun 2009, tiba-tiba beliau mengumumkan elektoral PDI Perjuangan 33 persen,” imbuhnya.
“Alasannya, karena ketika survei dilakukan, Baitul Muslimin baru dibentuk seminggu, jadi kita lihat.”
“Ini semua akan menentukan kredibilitas dari setiap lembaga survei apakah murni sesuai dengan metodologi yang ada atau sesuai dengan kepentingan yang ada,” tambah Hasto.
Meski begitu, ia menilai hasil survei elektabilitas capres dapat berubah kapan saja. Hal ini tergantung pada metode yang digunakan dan kepentingan dari sebuah lembaga survei.
“Oleh Bu Megawati Soekarnoputri, kami diajarkan yang penting bergerak ke bawah. Yang penting survei itu sangat dinamis, setiap saat bisa berubah.”
“Setiap lembaga survei hasilnya juga bisa beda-beda ketika muatan kepentingan itu lebih besar daripada mengedepankan metodologi,” ucap Sekjen PDIP.



