linimassa.id – Setiap 19 Oktober, dikenang sebagai tanggal dengan sejarah kelam kereta api di Indonesia. Ada 156 orang yang tewas di hari itu pada 1987 atau 35 tahun silam.
Ratusan penumpang kereta api igu tewas dalam kecelakaan adu banteng antara kereta api (KA) 225 Merak dengan KA 220 Rangkas.
Meski sudah 35 tahun, tapi sampai saat ini tragedi itu masih memilukan. Pasalnya, kecelakaan terjadi saat kedua kereta itu dalam kondisi penuh penumpang.
Ajal tak dapat dibendung. Nyawa 156 penumpang melayang, berpulang dengan tragisnya kecelakaan di perlintasan kereta Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan.
Dikutip dari harian kompas, kedua kereta saat itu tengah meluncur cepat dengan kondisi gerbong penuh penumpang, hingga sejumlah penumpang bergelayutan di pintu gerbong.
KA 220 Rangkas dengan tukuh gerbongnya meluncur kecepatan penuh daru Tanah Abang ke Merak. Sementara KA 225 Merak dengan jumlah gerbong sama dari Rangkasbitung menuju Tanah dari arah berlawanan.
Keduanya melaju kencang sehingga adu banteng antar rangka besi itu tak dapat dicegah. Saking kencangnya saat tabrakan, rangkaian gerbong di depan masing-masing kereta ringsek dan menelan gerbong lain di belakang yang terdorong ke arah depan.
Dari hasil penelusuran, tragedi itu terjadi akibat kesalahpahaman Kepala Stasiun Serpong yang memberangkatkan KA 225 tujuan Jakarta Kota dari Stadiun Sudimara tanpa mengcek kondisi stasiun.
Sementara KA 220 di Stasiun Kebayoran langsung tancap gas berlawanan arah ke Stasiun Sudimara tanpa ada komunikasi antar dua stasiun tersebut.
Saat itu, juru langsir di Sudimara sempat memindahkan lokomotif KA 225 menuju jakur tiga. Sayang, kode daru juru langsir tak dapat dilihat masinis karena jalur kereta yang ramai. Kereta pun berangkat.
Kecelakaan tak dapat terhindarkan. KA 225 dengan laju 30 kilometer per jam menubruk kencang KA 220 berkecepatab 25 kilometer per jam itu, hingga terdorong sejauh 200 meter. Korban luka dan tewas berjatuhan.
PPKA (Pemimpin Perjalanan Kereta Api) Stasiun Sudimara kemudian dianggap bersalah karena menyetujui persilangan kereta dari Sudimara ke Kebayoran tanpa perdetujuan sebelumnya dari PPKA Kebayoran.
Sementara PPKA Kebayoran juga dianggap bersalah lantaran tak menjalin koordinasi dengan Sudimara. Masinis KA 225 pun ikut disalahkan karena berangkat tanpa menunggu perintah PPKA dan kondektur saat menerima bentuk tempat persilangan. (red)