LINIMASSA.ID, TANGSEL – Perundungan yang menimpa salah satu siswa SMP Negeri 19 Kota Tangsel menjadi sorotan. Terlebih, korban kini telah tiada setelah sepekan mendapat perawatan intensif.
Atas dasar itu, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Ahmad Syawqi mendesak untuk pembentukan Komisi Perlindungan Anak di Kota Tangsel.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Tangsel, terdapat sebanyak 347 kasus kekerasan pada anak yang terjadi selama periode Januari-Oktober 2025.
Padahal Kota Tangsel baru saja dinobatkan sebagai kota layak anak kategori utama tahun 2025 dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Republik Indonesia.
“Jadi secara kelembagaan saya pikir ini (kekerasan pada anak) menjadi fokus bersama dari seluruh anggota DPRD Kota Tangsel. Kita sangat sedih dengan apa yang terus menerus menimpa para generasi baru kita yang ada di kota ini,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (17/11/2026).
“Karena itu saya pikir DPRD perlu mengambil sikap salah satunya menginisiasi regulasi yang berpihak kepada anak-anak di kota Tangerang Selatan,” sambungnya.
“Jadi kalau kita rasa bahwa tusi yang dimiliki oleh OPD ini tanggung jawabnya terlalu besar, maka perlu lah kita ini Kota Tangsel memiliki komisi perlindungan anak yang khusus, benar-benar serius menangani masalah-permasalahan tentang generasi kita di kota ini,” jelasnya.
Tak hanya itu, Politisi Partai Gerindra tersebut juga mendorong agar Pemkot Tangsel melakukan intervensi kebijakan yang lebih preventif serta melindungi keamanan dan kenyamanan anak-anak.
“Karena kita sudah tahu bahwa kota Tangerang Selatan itu adalah kota yang layak anak. Tapi dalam praktek lapangannya kita banyak menemukan kejadian-kejadian seperti apa yang terjadi di SMP 19 yang paling baru ini. Sebelumnya masih banyak lagi,” kata Syawqi.
Syawqi menuturkan, hal yang tak kalah penting dalam mencegah terjadinya kekerasan pada anak ialah kegiatan promotif.
“Ini sering dianggap hal kecil oleh banyak pihak. Tapi saya pikir anak-anak ini kan sedang dalam masa studi atau belajar. Nah mereka perlu kegiatan-kegiatan yang sifatnya promotif dan preventif ini sebagai satu paket,” ucapnya.
“Jadi kita tidak melulu berkaca ketika terjadi kejadian. Saya pikir siklus ini kurang baik, sehingga harus kita ubah dengan intervensi kebijakan dan program-program itu tadi,” tutup Syawqi.



