SERANG, LINIMASSA.ID – Kawasan Minapolitan Serang Utara terancam hilang karena tergusur oleh ekpansi proyek Pantai Indah Kapuk atau PIK 2.
Padahal, kawasan di pesisir utara Kabupaten Serang itu merupakan sentra industri perikanan yang memiliki potensi bahari yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
Kawasan Minapolitan Serang Utara ini mencakup Kecamatan Pontang, Tirtayasa, dan Tanara, (Pontirta) Kabupaten Serang. Penetapannya telah dimulai sejak tahun 2011.
Kemudian diperkuat dengan lahirnya Peraturan Daerah atau Perda Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2011-2030.
Dibentuknya gagasan kawasan Minapolitan Serang Utara ini agar pontensi kelautan dan perikanan dapat dikembangkan secara terintegrasi demi meningkatkan produksi dan nilai tambah pendapatan masyarakat nelayan.
Namun, kawasan tersebut kini menjadi incaran proyek ambisius ekspansi PIK 2 yang berdasarkan informasi beredar, sudah ada dua perusahaan terafiliasi dengan PIK 2 yang sudah mengantongi izin pembebasan lahan di kawasan Pontirta.
2 Perusahaan Ancam Kawasan Minapolitan Serang Utara

Kedua perusahaan yang sudah mendapatkan izin pembebasan lahan di kawasan Minapolitan Serang Utara ialah PT Pandu Permata Indah dan PT Bahana Kurnia, dengan konsesi seluas 6.700 hektare, bahkan saat ini kedua perusahaan tersebut sudah menguasai sekitar 600 hektare di Tanara dan Tirtayasa.
Hal ini pun memicu pro kontra di tengah-tengah masyarakat di wilayah Pontirta. Bagi yang mendukung, ini adalah harapan baru untuk pengembangan ekonomi di Kabupaten Serang, namun bagi yang menolak, ekspansi PIK dinilai akan menjadi ancaman serius bagi lingkungan dan ruang hidup masyarakat karena adanya alih fungsi lahan produktif perikanan.
Koordinator Aktivis Lingkungan Serang Raya Saeful Arifin mengatakan, ekspansi PIK 2 merupakan ancaman nyata terhadap mata pencaharian masyarakat nelayan dan pembudidaya ikan di kawasan Minapolitan Serang Utara.
“Alih fungsi lahan pesisir untuk properti mewah akan mengikis area tambak, kolam, dan tangkapan ikan yang menjadi sandaran hidup masyarakat setempat,” ujarnya, Rabu 9 Juli 2025.
Arifin juga menyoroti potensi kerusakan lingkungan yang muncul akibat adanya alih fungsi lahan yang pastinya akan dilakukan pihak perusahaan di wilayah pesisir.
“Pembangunan infrastruktur berskala besar juga berpotensi merusak ekosistem mangrove, habitat ikan, dan kualitas air laut yang vital bagi keberlanjutan sektor perikanan,” katanya.
Menurut Arifin, investasi tanpa perencanaan matang yang berpihak pada keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal dapat menimbulkan dampak negatif yang tentunya akan berdampak sangat buruk bagi penduduk sekitar. Selain dampak lingkungan yang besar, masyarakat juga akan kehilangan mata pencaharian mereka.
Ia pun menghawatirkan Proses reviu Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang akan dilakukan di tahun ini justru berpotensi dilakukan untuk mengakomodasi kepentingan investor, termasuk PIK 2, demi mengubah status kawasan Minapolitan Serang Utara menjadi kawasan perumahan terpadu.
“Kita lihat saja, jika Kawasan Industri Minapolitan Serang Utara Pontang-Tirtayasa direvisi, maka kepentingannya jelas untuk mengakomodir investor,” pungkasnya.



