PANDEGLANG, LINIMASSA.ID – Peredaran jaringan sabu Malaysia di Pandeglang dibongkar Satresnarkoba Polres Pandeglang.
Pihak kepolisian berhasil mengungkap peredaran narkotika jenis sabu itu dari tiga orang pelaku di Kawasan Cigadung, Kabupaten Pandeglang.
Jaringan Sabu Malaysia di Pandeglang itu membawa 346,59 gram narkoba jenis sabu dan 3.327 butir obat-obatan terlarang yang disembunyikan di Shockbreaker.
Barang haram tersebut ditemukan dari tangan pelaku berinisial RH, yang merupakan warga Aceh, ia diduga kuat terlibat dalam jaringan narkoba lintas provinsi.
Selain RH, jaringan sabu Malaysia di Pandeglang juga terdapat dua tersangka lain yang juga ikut terlibat ialah AL dan DN. Ketiganya saat ini sudah diamankan dan sedang menjalani pemeriksaan di Mapolres Pandeglang.
Kasatnarkoba Polres Pandeglang AKP Suryanto menceritakan, RH awalnya diamankan di Kawasan Cigadung, kemudian pihak kepolisian menemukan sejumlah obat terlarang dan melanjutkan penggeledahan ke kontrakan RH di daerah Majasari.
Dari kontrakan itu, polisi menemukan total 3.327 butir obat, di antaranya 743 butir Trihexyphenidyl, 501 butir Hexymer, dan 740 butir tablet berlogo Y, dan obat tablet berwarna putih dalam kemasan sebanyak 1.343 butir.
“Selain obat, kami juga menemukan sabu seberat 346,59 gram yang dibungkus rapi dalam dus bekas handphone,” ungkapnya, Senin 26 Mei 2025.
Sabu Malaysia di Pandeglang, Jaringan Lintas Negara

Berdasarkan pengakuan RH, barang sabu Malaysia di Pandeglang ini merupakan bagian dari jaringan pengedar narkotika lintas negara.
Metode penyelundupan dengan dus bekas handphone merupakan teknik baru yang digunakan jaringan narkoba internasional, khususnya dari Malaysia.
Sedangkan barang haram milik AL, warga Aceh yang tinggal di Desa Salaraja, Kecamatan Warunggunung, Kabupaten Lebak. AL merupakan karyawan RH yang membuka toko kosmetik di Kecamatan Warunggunung.
“Kami pancing AL dengan cara RH menelponnya, lalu AL datang dan langsung diamankan,” ungkap AKP Suryanto.
Menurutnya, sabu dikemas dalam tiga pasang shockbreaker dan dikirim melalui jasa ekspedisi ke kontrakan kosong di Depok. Paket tersebut disertai nomor telepon, sehingga kurir akan menghubungi untuk konfirmasi penyimpanan barang.
Dari pengakuan AL dan RH, barang itu sejatinya milik YS, warga Aceh lainnya. Namun, karena ada masalah pembayaran upah pengiriman yang dijanjikan sebesar Rp2,5 juta per transaksi, RH dan AL memutuskan menahan sabu tersebut.
“Barang dari Depok kemudian dibawa ke Pandeglang oleh DN, warga asli Pandeglang yang sehari-hari bekerja sebagai sopir taksi online,” ungkapnya.