Linimassa.id – Setiap 4 September diperingati sebagai Hari Peringatan Kesehatan Seksual Dunia. Apa itu?
Laman detikJabar menyebut, ini merupakan momen penting untuk mengingatkan kita semua tentang pentingnya kesehatan seksual dalam kehidupan sehari-hari.
Meskipun sering kali dianggap sebagai topik yang sensitif atau tabu, kesehatan seksual memainkan peran yang krusial dalam kesejahteraan fisik dan mental individu.
Hari Kesehatan Seksual pertama kali diperingati pada tahun 2010 oleh World Association for Sexual Health (WAS), sebuah organisasi global yang berfokus pada promosi hak-hak seksual dan kesehatan seksual di seluruh dunia.
WAS didirikan pada tahun 1978, dan sejak itu, mereka telah bekerja untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kesehatan seksual dan reproduksi.
Penetapan 4 September sebagai Hari Kesehatan Seksual bertujuan untuk menyatukan berbagai upaya di seluruh dunia dalam mempromosikan kesehatan seksual yang positif dan inklusif.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kesehatan seksual merujuk pada keadaan fisik, mental, dan sosial yang terkait dengan seksualitas.
Hal ini memerlukan pendekatan yang positif dan penuh rasa hormat terhadap seksualitas dan hubungan seksual.
Seseorang dapat dianggap sehat secara seksual jika ia mampu memilih pasangan seksualnya dengan bebas, merasakan kepuasan seksual, serta terlindungi dari risiko kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi menular seksual, dan terbebas dari paksaan serta kekerasan seksual.
Seksualitas adalah bagian alami dan berharga dari kehidupan manusia, serta merupakan elemen penting dan mendasar dalam kehidupan seseorang.
Untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal, setiap individu perlu diberdayakan untuk memahami pilihan-pilihan terkait reproduksi dan seksualitasnya.
Mereka juga harus merasa aman dan nyaman dalam mengekspresikan identitas seksual mereka.
Hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi (HKSR) merupakan aspek penting dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia secara keseluruhan.
Ini adalah hak dasar yang memungkinkan setiap individu untuk menentukan kapan dan dengan siapa mereka akan berhubungan seksual, serta kapan dan dengan siapa mereka akan memiliki anak, tanpa adanya diskriminasi, paksaan, atau kekerasan.
Di Indonesia, topik kesehatan seksual dan reproduksi masih dianggap tabu. Hal ini menyebabkan banyak generasi muda di Indonesia tidak mendapatkan pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi yang memadai.
Masih ada anggapan bahwa dengan tidak membicarakan topik ini, orang-orang tidak akan melakukannya. Namun, kenyataan justru sebaliknya. Beberapa data yang menunjukkan permasalahan ini antara lain:
Penelitian di Indonesia mengungkapkan bahwa 5% pelajar berusia 12-19 tahun sudah pernah melakukan hubungan seksual (WHO, 2015).
Dari jumlah tersebut, 83% di antaranya melakukannya sebelum usia 14 tahun. Hanya 34% yang menggunakan kondom saat terakhir kali berhubungan seksual, yang mencerminkan perilaku seksual berisiko.
Indonesia juga tercatat sebagai salah satu negara dengan angka kehamilan tidak diinginkan tertinggi di Asia Tenggara (WHO, 2017).
Kurangnya akses dan edukasi membuat banyak orang di Indonesia bergantung pada sumber informasi yang tidak dapat dipercaya.
Hal ini menjadi masalah besar karena memicu banyak kesalahpahaman dan perilaku seksual yang berisiko. Padahal, dengan mendapatkan pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi, individu-terutama remaja-dapat lebih melindungi diri mereka sendiri dan pasangan mereka, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, serta memahami konsep persetujuan (consent) sehingga terhindar dari kekerasan seksual. (Hilal)