linimassa.id – Persatuan Artis Film Indonesia atau PARFI memiliki hari spesial setiap 10 Maret. Kemunculan Hari PARFI ini melalui sejarah yang panjang bahkan sebelum era kemerdekaan.
Laman parfi.or.id menyebut, dimulai dari 1940, para artis membentuk organisasi profesi bernama Sarikat Artis Indonesia (SARI) tahun 1940.
SARI terdiri dari rekan-rekan artis yang berprofesi di dunia hiburan sebagai pemain sandiwara, penari, sutradara, penyanyi, hingga pelukis.
Lalu 11 tahun setelahnya lahirlah Persatuan Artis Film dan Sandiwara Indonesia (Persafi) tepatnya tahun 1952. Organisasi tersebut merupakan lanjutan dari SARI. Meskipun asosiasi mengalami naik turun, namun pada akhirnya Kongres Pertama embrio PARFI diadakan di Manggarai tahun 1953.
Pada akhirnya PARFI didirikan sebagai tindak lanjut Kongres I. Organisasi diresmikan pada bulan Maret 1956 dalam Kongres II dan dihadiri oleh para pemain dan pekerja film. Para tokoh utama dibalik berdirinya PARFI adalah Usmar Ismail, Suryo Sumanto, dan Djamaludin Malik.
PARFI diresmikan oleh Ibu Negara Farmawati Soekarno pada 10 Maret 1956 dan menjadi satu-satunya organisasi pilihan artis dan pekerja seni.
Sekretariat
PARFI didirikan di Gedung SBKA Manggarai, Jakarta Selatan pada 10 Maret 1956 dan sekretariat pertamanya berlokasi di Jalan Kramat V, Jakarta Pusat. PARFI lahir karena organisasi serupa yaitu Sarikat Artis Indonesia (SARI) vakum karena Jepang masuk ke Indonesia.
Hasil musyawarah pertama organisasi ini menyatakan Suryo Sumanto sebagai Ketua Umum. Dalam menjalankan organisasi, Ketua Umum dibantu oleh para anggota yaitu Rd. Sukarno (Rendra Karno), Kotot Sukardi, Basuki Effendi, Wildan Dja’far, Sofia Waldy, dan para anggota lainnya.
PARFI menjadi wadah para artis untuk memperjuangkan cita-cita seperti harapan yang pernah dikatakan oleh tokoh perfilman Indonesia, H. Usmar Ismail: “Dengan film kita bisa memberikan sumbangan pada revolusi Indonesia.”
Awalnya, yang menjadi anggota PARFI bukan hanya artis film saja, para kru film (karyawan) juga bergabung dalam organisasi ini. Pada 22 Maret 1964 dibentuk KFT (Karyawan Film dan Televisi). Sehingga sejak saat itu PARFI sepenuhnya beranggotakan para artis film.
Ketika Suryo Sumanto wafat pada tahun 1971, jabatan Ketua Umum PARFI digantikan oleh Wahyu Sihombing sebagai pejabat sementara. Satu tahun kemudian aktris Sofia Waldy dipilih menjadi Ketua Umum PARFI Periode ke IV. Pada era kepemimpinan baru ini jumlah anggota PARFI semakin bertambah karena kegiatan produksi film di masa itu terus meningkat.
Semangat
PARFI lahir melalui semangat dan memiliki tujuan untuk menyumbangkan dharma bakti guna mewujudukan cita-cita memajukan bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Sebagai organisasi resmi, PARFI diharapkan menjadi sebuah wadah dan alat pemersatu kreasi serta perjuangan artis dan film Indonesia dalam pengabdiannya kepada bangsa dan negara, khususnya mengangkat derajat kesenian melalui film nasional.
Organisasi PARFI tak hanya didukung oleh aktor dan aktris, namun juga mereka yang bergerak di bidang produksi film, seperti sutradara, produser, fotografer, editor, dan kru.
Pada 1970-an, terbit SK Bersama Nomor 71 oleh Menteri Penerangan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, serta Menteri Dalam Negeri. Dalam SK tersebut disebutkan para importir film harus mendapatkan rekomendasi dari PARFI untuk memproduksi film nasional.
Hal itu yang membuat eksistensi PARFI semakin dikenal namun kebijakan itu hanya berlaku pada era kepengurusan Soekarno. Singkatnya PARFI mengalami gonjang-ganjing dan sempat terpuruk juga dari segi internal kepengurusan.
Pada 2020 diadakan Kongres yang memilih Alicia Djohar sebagai Ketua Umum dengan semangat baru dan ingin mengembalikan nilai dan tujuan dari PARFI. Berikut ini struktur organisasi PARFI periode 2020-2025 seperti dilansir dari parfi.or.id:
- Ketua Umum: Alicia Djohar
- Wakil Ketua Umum: Paramitha Rusady
- Sekretaris Umum: Gusti Randa
- Wakil Sekretaris Umum: Syam L. Fin
- Bendahara Umum: Evie Singh
- Wakil Bendahara Umum: Yetty Lorent
Terobosan
Pada periode PARFI 2020 – 2025, organisasi ini melakukan terobosan-terobosan yang menggandeng dunia milenial serta memanfaatkan berbagai sarana media sosial.
Di masa kepemimpinan Alicia Djohar, PARFI kembali bangkit. Pemerintah Republik Indonesia pun ikut turun tangan dan memberikan pengakuan bahwa PARFI merupakan organisasi yang sah di mata hukum perundangan yang berlaku di Republik Indonesia.
Pada era Alicia Djohar ini, mulai banyak anggota baru yang mendedikasikan dirinya untuk perkembangan organisasi. Anggota-anggota tersebut diambil dari kalangan profesional yang tidak hanya bekerja sebagai aktor maupun aktris saja, tetapi juga memahami dunia perfilman.
Banyak pula terobosan-terobosan baru seperti mengakomodir perkembangan dunia milenial. Selain itu, mereka juga menyesuaikan diri dengan hadirnya platform media baru seperti Youtube, OTT, Bioskop Digital Online, dan lain sebagainya. (Hilal)