linimassa.id – Trikora dan pembebasan Irian Barat sulit dilupakan dalam sejarah Indonesia. Wajar jika pada 19 Desember diperingati sebagai Hari Trikora.
Momen ini memperingati peristiwa sejarah operasi Trikora (Tri Komando Rakyat) pada 19 Desember 1961, dalam rangka mempertahankan wilayah Irian Barat (Papua) dari kekuasaan Belanda.
Operasi Trikora yang dipimpin oleh Presiden Soekarno itu berlangsung dari 19 Desember 1961 sampai 15 Agustus 1962, hingga akhirnya Irian Barat diserahkan ke Indonesia pada 1 Mei 1963. Peristiwa ini kemudian dikenang sebagai Hari Trikora.
Hari Trikora yang memperingati peristiwa sejarah operasi Trikora ini bermula dari peristiwa Konferensi Meja Bundar (KMB) yang digelar pada 1949. Dikutip dari situs Kemdikbud, konferensi awalnya menghasilkan kesepakatan bahwa Irian Barat (Papua) akan ditentukan selambat-lambatnya satu tahun setelah pengakuan kedaulatan.
Melalui banyak perundingan, pihak Belanda tidak menunjukkan itikad untuk menyelesaikan masalah Irian Barat tersebut, hingga menemui jalan buntu.
Ini membuat Indonesia melakukan perjuangan melalui beberapa jalur diplomasi, termasuk dalam Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung dan Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Perjuangan pembebasan Irian Barat (Papua) dari kekuasaan Belanda dalam politik konfrontasi pun dilakukan. Pada tanggal 14 Desember 1961, Dewan Pertahanan Nasional merumuskan Tri Komando Rakyat atau Trikora, yang kemudian Trikora ini diumumkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta (bekas Ibu Kota Republik Indonesia.
Tujuan
Trikora atau Tri Komando Rakyat yang merupakan puncak atau langkah terakhir perjuangan pembebasan lrian Barat (Papua) dalam politik konfrontasi itu selengkapnya disampaikan Presiden Soekarno. Berikut isi dan tujuan Trikora:
Gagalkan pembentukan Negara Boneka Papua buatan Belanda kolonial;
Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Jaya tanah air Indonesia;
Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.
Menurut isinya, di dalam Trikora terdapat 2 perintah yang ditujukan kepada Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan kepada rakyat Indonesia. Berikut perintahnya:
Kepada ABRI untuk bersiap-siap membebaskan Irian Jaya, yang pelaksanaannya setiap waktu akan ditentukan.
Kepada rakyat Indonesia untuk mengadakan persiapan mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Indonesia dengan jalan menggagalkan usaha pembentukan Negara Papua yang akan dilaksanakan oleh pemerintah Kolonial Belanda.
Sebagai tindak lanjut Trikora, pada tanggal 2 Januari 1962 Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Panglima Besar KOTI Pembebasan Irian Jaya mengeluarkan Keputusan Presiden No. I Tahun I 962 tentang pembentukan Komando Mandala. Dengan Panglima Komando adalah Mayor Jenderal (Mayjen) Soeharto.
Dalam rangka pembebasan Irian Barat, disusun Operasi Jayawijaya. Pada tanggal 12 Januari 1962, tiga unit motor torpedo boat (MTB) yang tergabung dalam kesatuan patroli cepat, yaitu KRI Macan Tutul, KRI Harimau, dan KRI Macan Kumbang mengadakan patroli rutin di sekitar Laut Aru (Arafura).
Operasi tersebut diketahui oleh Belanda, sehingga pada tanggal 15 Januari 1962, kapal-kapal MTB pun diserang dari laut dan udara. Dalam serangan tersebut, KRI Macan Tutul tenggelam bersama Komodor Yos Sudarso dan Kapten Wiratno. Peristiwa ini dikenang sebagai Pertempuran Laut Aru.
Pada 15 Agustus 1962, Indonesia dan Belanda kembali bertemu dalam perundingan ini dikenal dengan nama “Perjanjian New York”. Perundingan ini menghasilkan keputusan yang berisi bahwa Belanda harus menyerahkan Irian Barat (Papua) kepada Indonesia selambat-lambatnya tanggal 1 Mei 1963.
Untuk menjaga keamanan di Irian Barat, wilayah tersebut pun dipegang sementara oleh Otoritas Eksekutif Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNTEA) di bawah pimpinan Jalal Abdoh dari Iran. Akhirnya tepat pada tanggal 1 Mei 1963, Irian Barat (Papua) berhasil diserahkan kepada Pemerintah Indonesia.
Tiga Aspek
Operasi Trikora diluncurkan dengan tujuan yang jelas, mencakup tiga aspek krusial yang menjadi fokus dan misi utamanya.
Merangkum berbagai sumber, Operasi Tri Komando Rakyat (Trikora) adalah operasi untuk menyelesaikan konflik di wilayah Papua bagian barat. Operasi itu dimulai pada tanggal 19 Desember 1961 saat Presiden Soekarno memerintahkan di Alun-alun Utara Yogyakarta.
Operasi Trikora ini dilatarbelakangi kejadian bahwa pihak Belanda masih mengklaim wilayah Papua menjadi salah satu provinsi Kerajaan Belanda. Mulai dari saat itu, Papua menjadi daerah yang diperebutkan antara Indonesia dan Belanda.
Dalam Operasi Trikora tersebut, TNI ditugasi melakukan pendaratan amfibi di salah satu pantai di Irian Barat yang masih diduduki Belanda. Sampai akhirnya konflik baru selesai ketika diadakan Konferensi Meja Bundar tahun 1949.
Pada Desember 1950, PBB memutuskan bahwa Papua bagian barat memiliki hak merdeka sesuai dengan pasal 73e Piagam PBB. Pada 19 Desember 1961, Operasi Trikora dimulai.
Peristiwa bersejarah itu berlangsung hingga 15 Agustus 1962. Perundingan New York memuat kesepakatan bahwa Belanda harus menyerahkan Papua kepada Indonesia paling lambat pada 1 Mei 1963.
Untuk menjaga keamanan di wilayah tersebut, PBB membentuk United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA). Yang dipercayakan untuk menjaga Irian Barat, kepemimpinan UNTEA dipegang Jalal Abdoh dari Iran.
Belanda akhirnya menyerahkan kedaulatan Irian Barat kepada Indonesia pada 1 Mei 1963. Pada saat itu, E.J. Bonay diangkat sebagai Gubernur Irian Barat, menandai awal kepemimpinan di wilayah tersebut.
Peristiwa itu menjadi tonggak penting dalam sejarah perjuangan dan penyelesaian konflik antara Indonesia dan Belanda terkait Papua. Seiring berjalannya waktu, Hari Trikora tetap menjadi simbol kebersamaan dan tekad bangsa Indonesia untuk menjaga dan memperjuangkan kemerdekaan. (Hilal)