linimassa.id – Tentara nasional Indonesia (TNI) identic dengan seragam loreng. Tentu saja ini memiliki alasan mengapa tentara memakai baju seragam militer loreng?
Saat ini, masyarakat sudah sangat familiar dengan warna abstrak campuran hijau, coklat, dan hitam pada seragam pasukan keamanan di dunia.
Bukan hanya di Indonesia, tentara dari luar negeri juga menggunakan warna seragam serupa. Hanya saja seragam tentara Indonesia dan seragam luar negeri memiliki perbedaan pada corak warna.
Pengamat militer dari Institute For Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengatakan corak loreng pada seragam militer merupakan bagian dari strategi perang, yaitu kamuflase.
Sejak strategi perang modern diperkenalkan, teknik kamuflase juga berkembang. Teknik kamuflase ini tak hanya digunakan pada seragam militer, tetapi juga pada alutsista atau sistem persenjataan.
Maka tak heran, jika beberapa alutsista, seperti tank memiliki warna yang sama dengan seragam pasukan militer, yaitu bercorak loreng.
Perbedaan warna Terkait warna, biasanya setiap negara atau kawasan memiliki warna yang berbeda. Perbedaan warna tersebut menyesuaikan dengan medan tempur dan kondisi alam suatu negara atau kawasan.
Misalnya Indonesia memilih seragam yang didominasi warna coklat, hijau, hitam, itu bagian dari teknik kamuflase.
Makna
Ternyata warna loreng atau corak abstrak pada seragam tentara memiliki makna tersendiri.
Berdasarkan sejarah, tentara pertama kali menggunakan seragam loreng pada 1800-an oleh beberapa unit militer untuk melindungi diri dari tembakan senjata.
Dilansir dari buku Bonaparte: 1769-1802, Patrice Gueniffey, 2015, pasukan yang mengadopsi warna loreng untuk pertama kali adalah Resimen Senapan ke-95 dan Resimen Senapan ke-60.
Pakaian itu dipakai saat Perang Napoleon untuk memperkuat garis pertempuran tentara Inggris. Saat membawa Rifles Baker (senjata dengan bayonet) dan memperluas area pertempuran, pasukan ini mengenakan jaket hijau, berbeda dengan resimen lain yang mengenakan jubah merah tua.
Mereka memakai seragam loreng pada perang Napoleon untuk menguatkan garis pertahanan Inggris.
Saat tentara musuh mengenakan seragam merah tua, mereka mengenakan jaket berwarna hijau. Seiring berjalannya waktu seragam warna loreng semakin populer, terutama pada Perang Dunia II.
Selain itu tentara harus mengenakan busana bercorak loreng demi keperluan penyamaran, terutama untuk menghindari pantauan musuh.
Mereka melakukan kamuflase yang merupakan salah satu teknik pertahanan, yakni mengacu pada metode yang digunakan untuk membuat pasukan militer agar tidak dapat terdeteksi oleh pasukan musuh.
Penerapan warna dan bahan untuk kostum perang dan peralatan militer juga digunakan untuk menyembunyikan para musuh dari pengamatan visual.
Dengan menggunakan kostum bermotif loreng maka pasukan militer bisa menyatu dengan medannya serta mengurangi bahaya sebagai sasaran tembak musuh.
Meski penggunaan seragam loreng ini mulai dikenal sejak abad ke-19 ketika organisasi dan strategi militer diperbarui, namun, seragam loreng semakin populer setelah perang dunia kedua.
Penggunaan seragam bercorak loreng atau kamuflase visual sudah tidak terlalu relevan. Ini karena cara deteksi musuh kini mulai canggih, seiring perkembangan teknologi, seperti alat pendeteksi panas.
Adopsi
Bila melihat kembali ke era zaman dulu, kala itu pasukan militer tidak menggunakan busana bermotif loreng. Mereka menggunakan warna yang mencolok dan terkesan berani untuk menakuti para musuh.
Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga mengadopsi baju militer berwarna loreng. Ada tiga warna berbeda pada tiga angkatan militer Indonesia. Warna disesuaikan dengan medan dan kondisi lingkungan saat bertugas.
Seragam TNI Angkatan Darat mengadopsi paduan warna hijau, hitam, dan coklat tua. Warna tersebut sesuai dengan kondisi daratan Indonesia yang didominasi oleh hutan.
Sedangkan, TNI Angkatan Laut memiliki motif berwarna biru langit. Sementara TNI Angkatan Laut menggunakan motif seragam berwarna coklat, hitam, dan abu-abu.
Alasannya karena medan di negara Indonesia didominasi oleh pepohonan berwarna hijau, tanah, dan kayu yang berwarna coklat. TNI lebih memilih pola M81 Woodland yang sudah populer dari tahun 1981.
Jika pasukan militer Indonesia menggunakan seragam berwarna hitam, saat berperang di siang hari penggunaan warna hitam bisa menyiksa mereka. Di mana warna hitam akan lebih mudah menyerap panas. Sehingga anggota tentara yang harus berperang atau bertugas di siang hari akan lebih cepat merasa lelah atau kepanasan.
Itulah seragam pasukan militer dengan corak lorengnya. (Hilal)