linimassa.id – Sudah tahu dong kalau Indonesia memiliki Istana Negara? Ini merupakan Istana Kepresidenan Indonesia di Jalan Veteran, Jakarta Pusat. Istana Negara terletak satu kompleks dengan Istana Merdeka yang letaknya di bagian selatan Istana ini.
Dengan total luas keseluruhannya mencapai 68,000 m², kompleks ini meliputi 3 bangunan penting lainnya seperti Bina Graha, Wisma Negara, dan kantor Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia.
Nah, yang menjadi perbedaan antara kedua Istana ini yaitu Istana Negara menghadap ke arah Jalan Veteran, sedangkan Istana Merdeka menghadap ke arah Medan Merdeka.
Pada awalnya di kompleks Istana di Jakarta ini hanya terdapat satu bangunan, yaitu Istana Negara. Gedung yang mulai dibangun 1796 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten dan selesai 1804 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johannes Siberg ini semula merupakan rumah peristirahatan luar kota milik pengusaha Belanda, J A Van Braam.
Saat itu kawasan yang belakangan dikenal dengan nama Harmoni memang merupakan lokasi paling bergengsi di Batavia Baru.
Pada 1820 rumah peristirahatan van Braam ini disewa dan kemudian dibeli (1821) oleh pemerintah kolonial untuk digunakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan serta tempat tinggal para gubernur jenderal bila berurusan di Batavia (Jakarta).
Para gubernur jenderal waktu itu kebanyakan memang memilih tinggal di Istana Bogor yang lebih sejuk. Tetapi kadang-kadang mereka harus turun ke Batavia, khususnya untuk menghadiri pertemuan Dewan Hindia, setiap Rabu.
Rumah van Braam dipilih untuk kepala koloni, karena Istana Daendels di Lapangan Banteng belum selesai. Tapi setelah diselesaikan pun gedung itu hanya dipergunakan untuk kantor pemerintah.
Selama masa pemerintahan Hindia Belanda, beberapa peristiwa penting terjadi di gedung yang dikenal sebagai Istana Rijswijk (namun resminya disebut Hotel van den Gouverneur-Generaal, untuk menghindari kata Istana) ini.
Di antaranya menjadi saksi ketika sistem tanam paksa atau cultuur stelsel ditetapkan Gubernur Jenderal Graaf van den Bosch. Lalu penandatanganan Persetujuan Linggarjati pada 25 Maret 1947, yang pihak Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir dan pihak Belanda diwakili oleh H.J. van Mook.
Pada mulanya bangunan seluas 3.375 m2 berarsitektur gaya Yunani Kuno ini bertingkat dua. Tapi pada 1848 bagian atasnya dibongkar; dan bagian depan lantai bawah dibuat lebih besar untuk memberi kesan lebih resmi. Bentuk bangunan hasil perubahan 1848 inilah yang bertahan sampai sekarang tanpa ada perubahan yang berarti.
Karena Istana Rijswijk mulai sesak, pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal J.W. van Lansberge tahun 1873 dibangunlah istana baru pada kaveling yang sama, bangunan tersebut dinamakan Paleis te Koningsplein atau Istana Gambir yang kemudian dikenal dengan nama Istana Merdeka setelah Indonesia merdeka.
Sebagai pusat kegiatan pemerintahan negara, saat ini Istana Negara menjadi tempat penyelenggaraan acara-acara yang bersifat kenegaraan, antara lain seperti pelantikan pejabat-pejabat tinggi negara, pembukaan musyawarah dan rapat kerja nasional, kongres bersifat nasional dan internasional, serta jamuan yang bersifat kenegaraan.
Istana Negara terletak di Jalan Veteran dan menghadap ke Sungai Ciliwung. Istana ini membelakangi Istana Merdeka yang menghadap ke Taman Monumen Nasional dan dihubungkan oleh Halaman Tengah. Lingkungan Istana Negara meliputi beberapa bangunan lain, yaitu Kantor Presiden, Wisma Negara, Masjid Baiturrahim, dan Museum Istana Kepresidenan.
Asal Mula
Istana Negara pada awalnya merupakan kediaman pribadi seorang warga negara Belanda yang bernama J.A. van Braam.
Ia mulai membangun kediamannya pada tahun 1796, (pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten) sampai dengan tahun 1804 (pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johannes Sieberg).
Pada 1816 bangunan ini diambil alih oleh pemerintah Hindia-Belanda, dan digunakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan serta kediaman para Gubernur Jenderal Belanda. Oleh karena itu pula, bangunan ini dijuluki “Hotel Gubernur Jenderal.
Di antara peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di sini adalah tatkala Jenderal de Kock menguraikan rencananya untuk menindas pemberontakan Pangeran Diponegoro dan merumuskan strateginya dalam menghadapi Tuanku Imam Bonjol kepada Gubernur Jenderal Baron van der Capellen.
Demikian pula halnya tatkala Gubernur Jenderal Johannes van de Bosch menetapkan sistem tanam paksa atau cultuurstelsel. Setelah kemerdekaan, pada tanggal 25 Maret 1947, di gedung itu terjadi penandatanganan naskah Persetujuan Linggajati. Pihak Indonesia diwakili oleh Sutan Sjahrir dan pihak Belanda oleh Dr. van Mook.
Pada awalnya, bangunan ini aslinya merupakan bangunan bertingkat dua. Pada 1848, tingkat atasnya diruntuhkan dan bagian depannya dibuat lebih lebar untuk menampilkan wajah yang lebih resmi sesuai dengan martabat pembesar yang menghuninya.
Di kiri kanan gedung utama dibangun tempat penginapan untuk para kusir dan ajudan Gubernur Jenderal.
Di samping untuk penginapan Gubernur Jenderal, gedung bekas rumah Van Braam juga menampung fungsi sekretariat umum pemerintahan.
Kantor-kantor sekretariat itu terletak di bagian bangunan yang menghadap ke gang yang kemudian diberi nama sebagai Gang Secretarie. Dalam perjalanan waktu, gedung itu kemudian tidak mampu menampung semua kegiatan yang semakin meningkat.
Pada 1869, Gubernur Jenderal Pieter Mijer mengajukan permohonan untuk membangun sebuah “hotel“ baru di belakang “Hotel Gubernur Jenderal“ di Rijswijk.
Seorang Arsitek bernama Drossares dipercayakan untuk merancang gedung baru yang menghadap ke Koningsplein yang kelak bernama Istana Merdeka. Gagasan itu baru tuntas diwujudkan sepuluh tahun kemudian. Sementara itu, bangunan lama yang menghadap ke Rijswijk akhirnya diperluas.
Saksi
Setelah proklamasi kemerdekaan, Istana Negara menjadi saksi sejarah atas penandatanganan naskah Persetujuan Linggajati pada Selasa, 25 Maret 1947.
Setahun kemudian, pada 13 Maret 1948, bangunan ini kembali menjadi tuan rumah untukpertemuan empat mata antara Wakil Presiden Mohammad Hatta dan Letnan Gubernur Jendral Dr. Hubertus J. van Mook.
Bangunan ini juga berfungsi sebagai pusat kegiatan pemerintahan negara, istana menjadi tempat penyelenggaraan acara-acara yang bersifat kenegaraan, seperti pelantikan pejabat-pejabat tinggi negara, pembukaan musyawarah dan rapat kerja nasional, pembukaan kongres bersifat nasional dan internasional, dan tempat jamuan kenegaraan.
Bangunan ini fungsinya lebih difokuskan kepada kegiatan resmi kepresidenan, yaitu sebagai kantor Presiden Republik Indonesia. Namun, jika peringatan hari besar kemerdekaan 17 Agustus, Istana Negara ini juga dipakai untuk acara jamuan makan Presiden dan para veteran.
Demikian juga jika datang tamu negara, gedung ini dipakai untuk acara resmi jamuan makan malam kenegaraan, juga untuk tempat acara malam kesenian dengan menampilkan pertunjukan kesenian tradisional Indonesia, dari berbagai daerah, dengan berbagai tema, dekorasi, interior yang bervariasi pula.
Gaya
Gaya arsitektur Palladio tampak jelas dari eksterior istana ini yang menampilkan saka-saka bercorak Yunani. Bagian depan Istana Negara menonjolkan 14 saka dengan laras yang sama.
Serambi di Istana Negara sedikit lebih sempit dibandingkan dengan serambi yang dimiliki Istana Merdeka. Serambi Istana Negara dicapai dari dua anak tangga di sisi kanan dan kiri, serta bagian depannya ditutup dengan pagar balustrada.
Istana Negara pada dasarnya terdiri dari dua balairung besar yaitu Ruang Upacara dan Ruang Jamuan. Sesuai dengan namanya, Ruang Upacara adalah untuk tempat penyelenggaraan upacara-upacara resmi kenegaraan.
Di masa Hindia Belanda, Ruang Upacara dipakai sebagai ballroom untuk pesta-pesta yang disemarakkan dengan acara dansa.
Di ruang upacara tersedia dua perangkat gamelan: Jawa dan Bali, masing-masing ditempatkan di timur dan di barat dari podium yang berada di sisi selatan Ruang Upacara. Jika upacara mengharuskan diperdengarkannya lagu kebangsaan dengan korps musik dari Pasukan Pengaman Presiden maka ditempatkan di serambi belakang yang hanya dipisahkan oleh dinding belakang podium Ruang Upacara.
Auditorium ini dapat menampung seribu hadirin berdiri atau 350 hadirin duduk. Ruang Jamuan dipakai untuk jamuan kenegaraan atau sebagai ruang tempat para tamu beramah-tamah setelah upacara selesai. Ruangan ini dapat menampung 150 orang.
Serambi depan yang terbuka, menghadap ke Jalan Veteran, dapat dicapai dengan anak-anak tangga di kedua sisinya. Melalui pintu-pintu kaca, pengunjung akan tiba di ruang depan. Ruang depan ini dipergunakan sebagai tempat untuk tukar-menukar cenderamata antara dua Kepala Negara sebelum memasuki Ruang Jamuan.
Di ruang ini terdapat tiga kandelabra besar dan sepasang cermin antik yang tingginya hampir mencapai tiga meter.
Dari ruang depan ini terdapat sebuah koridor untuk mencapai Ruang Jamuan. Di kedua sisi koridor itu terdapat beberapa ruang khusus. Di sisi barat terdapat suite untuk Wakil Presiden dan ruang tunggu tamu Presiden. Ruang tamu Presiden ini dulunya merupakan Ruang Pusaka untuk menyimpan berbagai benda pusaka. Di ruang ini Presiden menemui tamu-tamunya.
Ruang kerja Presiden berada di sisi timur koridor ini, diapit dengan sebuah meja kerja besar, sebuah kursi kerja untuk Presiden, dua kursi hadap, dan sebuah lemari panjang untuk menyimpan berbagai benda seni. Di belakang ruang kerja ini terdapat ruang istirahat dan ruang makan bagi Presiden.
Nah itulah seputar Istana Negara. Tertarik dating kesana? (Hilal)