PANDEGLANG, LINIMASSA.ID – Sebanyak 18 ribu anak tidak sekolah di Pandeglang pada tahun ajaran 2025/2026, jumlah ini meningkat tajam di banding tahun sebelumnya.
Berdasarkan data Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dindikpora) Kabupaten Pandeglang tercatat, sebanyak 18.234 anak ini jauh meningkat dari tahun lalu yang hanya 6000 anak.
Peningkatan drastis anak tidak sekolah di Pandeglang ini disebakan oleh beberapa faktor baik dari segi ekonomi, maupun kondisi sosial di Pandeglang.
Sekretaris Dindikpora Kabupaten Pandeglang Nono Suprano mengatakan, fenomena ini menjadi perhatian serius pemerintah daerah yang harus mampu mengatasi persoalan ini.
“Banyak anak tidak sekolah di Pandeglang disebabkan faktor ekonomi dan kondisi keluarga si anak yang tidak harmonis,” kata Nono, Rabu 17 September 2025.
Selain itu, kata Nono, banyak pula orangtua di Pandeglang yang kurangnya pemahaman soal pentingnya pendidikan formal, hal ini menjadi faktor utama.
“Banyak anak sebenarnya ingin sekolah, tapi orang tua tidak mampu memberi uang saku. Ada juga yang lebih memilih mondok tanpa melanjutkan pendidikan formal. Kultur ini sulit diubah,” kata Nono.
Anak Tidak Sekolah di Pandeglang, Banyak Pilih Pesantren

Selain karena faktor yang disebutkan di atas, kata Nono, anak tidak sekolah di Pandeglang juga disebabkan oleh banyak anak yang memilih belajar di Pondok Pesantren tanpa menempuh jalur sekolah formal.
Karena itu, ia mengingatkan agar masyarakat memilih pesantren yang menyediakan pendidikan formal atau kesetaraan seperti Paket B dan C, supaya anak tidak kehilangan hak belajarnya.
Selain faktor kultur, yang menyebabkan anak tidak sekolah di Pandeglang juga karena lemahnya ekonomi masyarakat juga masih jadi tantangan. Padahal, kata Nono, sekolah tersedia hampir di setiap desa. Penyebaran ATS lebih banyak ditemukan di wilayah perdesaan seperti Sumur, Sobang, Cibitung, dan Cibaliung.
Persoalan administrasi juga memperburuk data. Nono menuturkan, masih banyak anak yang sebenarnya aktif sekolah, tetapi terdata sebagai ATS karena data kependudukan tidak sinkron dengan Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
“Makanya kami melibatkan Disdukcapil dan lintas OPD dalam validasi data sekaligus penyaluran bantuan pendidikan seperti BOS, BOM, KIP, dan PKH,” jelasnya.
Nono menegaskan pendidikan adalah kewajiban bersama, bukan hanya tugas pemerintah.
“Ini wajib belajar 13 tahun tapi banyak anak tidak sekolah di Pandeglang. Jadi kami berharap masyarakat memahami pendidikan itu keharusan. Dukungan orang tua dan lingkungan sangat penting untuk menekan angka anak tidak sekolah,” tutupnya.