LEBAK, LINIMASSA.ID – Sebanyak 10 pelukis di Banten mengabadikan bangunan cagar budaya di Kabupaten Lebak. Hal ini dilakukan sebagai apresiasi pelukis terhadap menumen sejarah yang sarat akan makna pelajaran bagi masyarakat.
Selain itu, bangunan sejarah kuno hingga artefak yang diabadikan menyimpan cerita dan nilai-nilai penting untuk dilestarikan sebagai bagian dari perjalanan panjang Provinsi Banten.
Sebanyak 10 peluki di Banten ini berasal dari beberapa Kabupaten/Kota seperti Pandeglang, Lebak, Serang dan Cilegon, berkumpul dalam kegiatan yang bertajuk Titik Nol Rangkasbitung.
Event ini merupakan inisiatif yang digagas Komunitas Urang Lebak Desai atau Kuldesain dalam upaya pelestarian dan pendokumentasian benda cagar budaya melalui pendekatan visual berupa sketsa dan gambar.
Sepuluh pelukis di Banten ini terdiri dari Ade Chandra, Adhy Handayana, Anton, Asep Opyank, Dani Pedrosa, Ikhwan Sugianto, Indra Kesuma, Ndank Jagur, Raden Surachman, dan Rohim.
Koordinator Kegiatan Hentje Saputra atau akrab disapa Uday mengatakan, bangunan cagar budaya yang diabadikan ialah Museum Multatuli, Pendopo Bupati Lebak, Kantor Pos Rangkasbitung, Kantor DPRD Lebak, Lembaga Pemasyarakatan atau LP Rangkasbitung.
Kemudian Kantor PLN Rangkasbitung, Water Turn Rangkasbitung, Kantor PMI Rangkasbitung, Kantor Kodim 0603 Lebak, Kantor PMI Rangkasbitung, dan Pasturan Rangkasbitung.
“Bangunan-bangunan ini memiliki nilai sejarah dan bagian dari artefak kuno di Lebak,” kata Uday, Sabtu 28 Juni 2025.
10 Pelukis di Banten Ikuti Ajang Titik Nol

Alasan 10 Pelukis di Banten mengikuti ajang Titik Nol ini lantaran, merupakan simbol awal mula pertumbuhan Rangkasbitung, sebuah kawasan yang menjadi saksi berbagai dinamika sosial dan budaya.
Keberadaan arsitektur kolonial di Rangkasbitung, kata Uday, menjadi bagian dari identitas sebuah wilalah, khususnya Rangkasbitung yang harus diabadikan.
“Para pelukis di Banten atau perupa berupaya menghadirkan sudut pandang artistik terhadap objek budaya yang kerap luput dari dokumentasi visual konvensional seperti fotografi,” ujarnya.
“Pendekatan gambar tangan atau sketsa memiliki kedalaman rasa, interpretasi, dan sentuhan personal yang menghadirkan nafas baru dalam upaya mendokumentasikan sejarah. Ini adalah bentuk dialog antara perupa dan kota,” tambah Uday.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Ruang Publik Berkreasi, hasil kolaborasi antara Komunitas Kuldesain dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten, yang memberi ruang aktualisasi seniman dan perupa dalam merespon isu budaya secara langsung di lapangan.
Karya-karya sketsa yang dihasilkan pelukis di Banten akan didokumentasikan dan dipersiapkan sebagai bagian dari pameran mendatang, membuka ruang diskusi, apresiasi, dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pelestarian cagar budaya melalui pendekatan seni visual.