linimassa.id – Tidak seperti minuman pada umumnya, cara meminum ramune butuh teknik tersendiri. Seperti apa? Simak ini.
Ramune merupakan minuman ringan berkarbonasi yang mulut botolnya disumbat dengan sebuah kelereng.
Minuman ini diproduksi di Jepang oleh beberapa produsen minuman ringan tanpa diberi merek tertentu, dan hanya disebut ramune.
Minuman ini dibuat dari campuran gula atau sirup jagung fruktosa tinggi ditambah asidulan dan citarasa sitrun atau jeruk nipis. Sejak diperkenalkan di Jepang pada zaman Meiji, ramune telah menjadi simbol modern musim panas di Jepang.
Minuman kuno yang digemari masyarakat Jepang dengan rasa manis ini bisa ditemukan di supermarket dan toko minuman lokal.
Ini adalah minuman berkarbonasi dan merupakan salah satu jenis dari lemonade. Di zaman sekarang, terdapat berbagai macam jenis rasa seperti buah yuzu (jeruk Jepang), pisang, kiwi, dan yang lainnya.
Kelereng
Desain botol minuman ini sangatlah unik. Disebut sebagai “marble soda” (soda kelereng), minuman ini juga cukup terkenal di seluruh dunia.
Botolnya yang terbuat dari gelas memiliki lekukan di lehernya yang menahan kelereng dan soda untuk menguap. Metode ini digunakan untuk menjaga minuman ini tetap berkarbonasi.
Minuman ini disarankan untuk dikonsumsi dalam keadaan dingin. Pastikan tidak membuang tutup karena diperlukan untuk membuka botol minuman ramune.
Kelereng akan jatuh ke dalam botol setelah menekan botol dengan tutup plastik ini; tunggu 5-6 detik sebelum meneguk minuman ini. Kelereng akan bergerak mondar-mandir ketika meminum.
Ramune dengan bentuk leher botol menyempit dan sumbat kelereng pertama kali diproduksi di Jepang sekitar tahun 1888.
Ketika minuman bersoda dialirkan ke dalam botol, kelereng berada di leher botol. Setelah botol diputar hingga mulut botol menghadap ke bawah, tekanan karbondioksida menyebabkan kelereng terdorong ke mulut botol.
Kelereng tertahan di mulut botol karena adanya karet di mulut botol yang berfungsi sebagai gasket. Ketika ramune hendak diminum, kelereng ditekan ke bawah hingga jatuh tertahan di leher botol.
Bagian dari tutup botol juga berfungsi sebagai alat untuk menekan kelereng. Ketika diminum, kelereng di leher botol mengeluarkan bunyi bergerincing.
Pembuka minuman ini digunakan untuk mengeluarkan kelereng kaca yang terjepit di mulut botol, yang kemudian jatuh ke dalam.
Saat menikmati, pastikan mengarahkan kelereng tersebut tetap berada di lekukan atau leher botol. Jika tidak, kelereng akan mendekati bagian lubang minum dan menghambat aliran yang nikmat.
Tidak perlu khawatir, ukuran kelereng itu cukup besar sehingga tidak akan keluar dari botol dan masuk ke mulut. Jadi, sama sekali tidak berbahaya.
Setelah menghabiskan minuman, buanglah botol kosong di tempat sampah botol plasik atau kaca agar dapat didaur ulang. Tidak harus mengeluarkan kelerengnya, dan tidak perlu dicoba karena bisa menyebabkan cedera.
Sejarah
Menurut Sejarah Minuman Ringan Jepang, Nihon Seiryōinryō Shi, minuman berkarbonasi pertama kali diperkenalkan kepada orang Jepang bersamaan dengan kedatangan Komodor Matthew Perry ke Jepang pada tahun 1853.
Perwakilan Pemerintah Jepang yang naik ke atas kapal Amerika Serikat dijamu dengan minuman bersoda.
Pada 1865 orang Jepang bernama Hanbei Fujise di Nagasaki menjual minuman yang disebut lemonsui (air lemon), tetapi nama tersebut tidak populer.
Minuman ini justru populer sebagai ramune yang berasal dari pelafalan orang Jepang untuk lemonade.
Di masa lalu, memasukkan kelereng ke dalam botol minuman berkarbonasi dianggap sebagai satu-satunya cara untuk membuatnya tetap bersoda.
Karbon dioksida yang terkandung di dalam minuman akan mendorong kelereng ke bagian atas leher botol dan menyegel gelembung.
Saat ini, hanya ramune Jepang dan soda banta India yang menggunakan botol berleher, yang pertama kali dibuat pada 1872 oleh seorang insinyur Inggris bernama Hiram Codd.
Botol temuan Codd digunakan untuk ramune pada 884, ketika apoteker kelahiran Skotlandia, Alexander Cameron Sim, membuat minuman di Kota Kobe, yang pada saat itu merupakan rumah bagi banyak orang asing karena menjadi pusat transportasi utama.
Terlepas dari produk buatan asing, botol tersebut terus dipakai karena alasan nostalgia, yang membawa ramune masuk ke dalam bagian dari budaya Jepang. Desain dan rasanya yang unik juga telah memenangkan hati orang-orang di luar negeri.
Terkenal
Ramune adalah salah satu minuman non alkohol paling terkenal di Jepang dengan rasa unik. Ramune bukan “lemonade” dalam cita rasa Amerika, yang umumnya terbuat dari jus lemon, air putih, dan banyak gula.
Namun, ramune dianggap sebagai “lemonade” bagi orang Inggris atau Australia dalam memahami kata tersebut, yakni minuman lemon lime manis berkarbonasi seperti Sprite atau 7 Up.
Ramune sedikit mirip dengan minuman bersoda itu, terutama nilai gizinya karena mengandung sekitar 9 g gula per 100 ml dan tanpa kafein, tetapi tidak cukup untuk memasukkannya ke dalam kategori minuman bersoda.
Sebenarnya sulit untuk menggambarkan rasa ramune. Kebanyakan orang yang sudah mencobanya hanya mengatakan “rasa ramune ya seperti ramune”. Itu karena minuman tersebut hanya terbuat dari beberapa bahan, antara lain air berkarbonasi, gula, asam sitrat, dan natrium sitrat.
Ini yang membuatnya menjadi minuman vegan dan aman disimpan pada suhu ruang meski paling enak diminum dingin.
Kendati demikian, minuman dengan rasa yang sangat mirip juga ada di luar sana. Misalnya, “white soda” di Eropa Timur yang sering digambarkan memiliki rasa hard candy.
Variasi ramune klasik versi paling populer, seperti melon, apel, atau stroberi sudah tersedia sejak lama. Namun, seiring berjalannya waktu sejumlah perusahaan memproduksi rasa ramune baru, termasuk takoyaki, kari, wasabi, dan bahkan sup krim.
Saat ini, hanya ada 33 perusahaan yang masih memproduksi ramune. Di antaranya yang paling utama adalah Kawasaki Inryo, Hata Kousen, Tombow Beverage, Kimura Drink, dan Trebon Corporation.
Di masa jayanya, ramune yang tidak memiliki merek dagang seperti Coca Cola pernah dibuat oleh 2.300 perusahaan, tetapi lambat laun jumlah pembeli semakin berkurang. Alhasil, penjualan ramune menurun drastis, bahkan mencapai 76% menurut beberapa laporan.
Salah satu penyebabnya, tentu saja, pandemi COVID-19. Dalam situasi yang mengharuskan diterapkannya jarak sosial dan keadaan darurat, festival-festival di Jepang yang rutin diselenggarakan mau tidak mau ditiadakan.
Akibatnya, peluang jual-beli ramune merosot tajam. Walaupun Anda bisa membelinya di supermarket seperti Seiyu dan AEON atau di sejumlah minimarket, ramune akan terasa lebih enak saat diminum di festival.
Memang, ramune yang dijual di toko memiliki kelebihan tersendiri, terutama harganya yang sangat murah, sekitar 80-90 yen saja. Sementara itu, harga ramune di festival dapat naik hingga 200 yen lebih!
Meskipun setiap orang punya cara sendiri untuk menggambarkan rasa ramune, mereka cenderung setuju bahwa rasanya nikmat. Apalagi jika diminum saat menghadiri festival di musim panas yang terik.
Ramune mungkin bukan minuman untuk semua karena keunikan rasanya, tetapi justru di situlah keistimewaannya. (Hilal)