linimassa.id – Sabun sangat akrab dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari padat, cair, dan gel, sabun hadir dalam berbagai bentuk dan wangi. Mulai dari wangi bunga hingga permen.
Nama sabun sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu sapo. Kata ini muncul pertama kali di Pliny the Elder’s Historia Naturalis.
Tahukah Anda kalau bahan dasar sabun merupakan campuran lemak atau minyak, air, alkali, dan garam?
Laman Soap History menyebut, sejarah sabun bermula sejak ribuan tahun lalu, tepatnya zaman Babilonia Kuno, sekitar tahun 2800 SM. Saat itu, sabun dibuat dengan cara merebus lemak dengan abu. Sabun digunakan untuk membersihkan wol dan kapas yang digunakan dalam pembuatan tekstil sebagai pengobatan.
Selain di zaman Babilonia Kuno, dalam Papirus Ebers, Mesir sekitar 1550 SM, diungkapkan bahwa orang Mesir kuno mencampurkan minyak hewani dan nabati dengan garam alkali untuk menghasilkan zat seperti sabun.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat Mesir kuno mengembangkan resep serupa untuk digunakan sebagai kebersihan sendiri. Contohnya, mengobat luka, penyakit kulit, dan mencuci barang-barang pribadi.
Pada abad selanjutnya, bangsa Romawi juga membuat sabun dengan penggunaan yang sedikit berbeda. Pada masa itu, bangsa Romawi membuat sabun digunakan kepribadian pribadi. Contohnya, sebelumnya penggunaan sabun untuk penggunaan dokter mengobati penyakit.
Menurut penulis Kekaisaran Romawi, Pliny the Elder, orang Fenisia menggunakan lemak kambing dan abu kayu untuk membuat sabun pada tahun 600 SM. Bangsa Romawi awal bahkan membuat sabun pada abad pertama masehi dari air kencing.
Zaman dulu, pembuatan sabun padat benar-benar menggunakan bahan alami yang terbuat dari produk tumbuhan dan hewani.
Pada awalnya, sabun memang masih menggunakan bahan-bahan alami. Namun, hal itu membuat harganya sangat mahal. Harga sabun kemudian turun secara signifikan pada 1791 ketika seorang Prancis bernama LeBlanc menemukan proses kimiawi yang memungkinkan sabun dijual dengan harga yang jauh lebih murah.
Lebih dari 20 tahun kemudian, seorang Prancis lainnya mengidentifikasi hubungan antara gliserin, lemak, dan asam yang menandai awal pembuatan sabun modern.
Dengan penemuan 1800 metode lain untuk membuat bahan-bahan sabun, harga sabun pun menjadi lebih murah. Sejak saat itu, tidak ada penemuan besar seputar sabun, dan proses yang sama digunakan untuk pembuatan sabun yang kita gunakan dan nikmati saat ini.
Mulai pertengahan abad kesembilan belas, sabun mulai dibuat dengan tujuan yang berbeda-beda. Sabun mandi dibuat berbeda dengan sabun cuci.
Sabun cuci tangan cair juga baru ditemukan pada 1970-an. Hingga saat ini, kita menemukan banyak varian produk sabun di pasaran, mulai dari sabun mandi, sabun cuci pakaian, sabun wajah, dan masih banyak lagi lainnya.
Resep dasar untuk sabun juga tidak pernah berubah selama ribuan tahun. Bahan dasar pembuatan sabun tetap menggunakan kombinasi lemak atau minyak dengan alkali, garam, dan air. Ketiga bahan-bahan tersebut dalam penggunaan yang tepat, mereka melalui proses kimia yang dikenal dengan metode saponifikasi. Proses saponifikasi inilah yang dapat menghasilkan sabun.
Saat ini, proses pembuatan sabun terbagi menjadi dua proses, yaitu proses dingin dan proses panas. Dalam proses dingin larutan suhu alkali (natrium hidroksida dan air) dicampur dengan minyak hewani atau nabati.
Saat bahan bereaksi, campuran tersebut akan mengental dan memanas. Sebelum campuran tersebut terlalu mengental, campuran tersebut dituangkan ke dalam wadah dan didinginkan berminggu-minggu dengan suhu ruangan. Setelah itu, proses pembuatan sabun telah selesai.
Jika membuat sabun dengan proses panas, cara ini terbilang tradisional dan membutuhkan sumber panas dari luar. Caranya, bahan-bahan dipanaskan lalu saat dicampurkan, bahan-bahan tersebut mempercepat proses saponifikasi.
Sabun yang sudah cair dapat dituangkan ke dalam wadah dan dapat siap digunakan setelah padat. Itulah asal-usul sejarah sabun dan proses pembuatannya. (Hilal)