linimassa.id – Setiap kali agustusan atau perayaan hari kemerdekaan Indonesia, lomba panjat pinang kerap dihadirkan. Kompetisi yang biasanya diikuti para lelaki ini membuat suasana semakin meriah.
Panjat pinang adalah perlombaan yang dilakukan dengan memanjat pohon pinang (atau pohon lainnya) yang sudah dikuliti dan diberi cairan pelicin, untuk memperebutkan barang-barang yang digantungkan di atasnya.
Perlombaan ini merupakan salah satu lomba tradisional yang populer pada perayaan hari kemerdekaan Indonesia.
Untuk menghadirkan lomba panjat pinang, sebuah pohon pinang atau bambu yang dikuliti haruslah tinggi dan batangnya dilumuri dengan pelumas
Bagian atas pohon, disiapkan berbagai hadiah menarik. Bisa pakaian, perkakas dapur, makanan, bahkan uang. Para peserta berlomba untuk mendapatkan hadiah-hadiah tersebut dengan cara memanjat batang pohon yang pada umumnya ialah pohon pinang.
Menyaksikan perlombaan ini tak hanya menegangkan, tetapi sesekali juga kerap mengundang gelak tawa.
Dari Belanda
Ternyata, panjat pinang berasal dari zaman penjajahan Belanda dulu. Lomba panjat pinang diadakan oleh orang Belanda jika sedang mengadakan acara besar seperti hajatan, pernikahan, dan lain-lain. Yang mengikuti lomba ini adalah orang-orang pribumi.
Saat itu, sekitar tahun 1930, para kolonial Belanda mengadakan panjat pinang untuk hiburan saat mengadakan hajatan, seperti pernikahan, kenaikan jabatan, atau pesta ulang tahun.
Hadiah yang digantung pada ujung pohon pinang tersebut berupa makanan, seperti keju dan gula. Ada pula yang berupa pakaian.
Masa itu, hadiah-hadiah seperti itu sangat berarti bagi orang-orang pribumi dan tergolong barang mewah. Sebab itulah perlombaan panjat pinang dulunya hanya diikuti oleh orang pribumi yang ditonton dan ditertawakan oleh orang-orang Belanda.
Para orang pribumi mati-matian memanjat pohon pinang, sedangkan kolonial Belanda menyaksikannya. Namun, bagi keluarga pribumi yang kaya dan merupakan antek kolonial, mereka juga kerap mengadakan perlombaan khas 17 Agustus ini.
Dari Taiwan
Seorang pengamat sejarah dan budayawan yang aktif di beberapa mailing list Tionghoa, Rianto Jiang, dalam buku Hiburan Masa Lalu dan Tradisi Lokal karya Fandy Hutari menyebutkan bahwa panjat pinang merupakan sebuah budaya dari Tionghoa.
Permainan ini, tercatat pertama kali diadakan pada zaman Dinasti Ming. Permainan ini mulanya diberi nama Qiang Gu dan erat kaitannya dengan Festival Hantu.
Dalam budaya Tionghoa, prosesi panjat pinang ini memang populer di Fujian, Guangdong dan Taiwan berkaitan dengan perayaan Festival Hantu.
Ini dapat dimengerti dari kondisi geografis dikawasan itu yang beriklim sub-tropis, yang masih memungkinkan pinang atau kelapa tumbuh dan hidup. Perayaan ini tercatat pertama kali pada masa Dinasti Ming. Biasanya disebut sebagai qiang-gu.
Namun pada masa Dinasti Qing, permainan panjat pinang ini pernah dilarang pemerintah karena sering timbul korban jiwa.
Saat Taiwan berada di bawah pendudukan Jepang, panjat pinang mulai dipraktikkan lagi di beberapa tempat di Taiwan berkaitan dengan perayaan festival hantu. Panjat pinang masih dijadikan satu permainan tradisi di berbagai lokasi di Taiwan.
Cara permainan lebih kurang sama, dilakukan beregu, dengan banyak hadiah digantungkan di atas. Namun bedanya tinggi yang harus dipanjat bukan hanya setinggi pohon pinang, tetapi telah berevolusi menjadi satu bangunan dari pohon pinang dan kayu-kayu yang puncaknya bisa sampai 3-4 tingkat bangunan gedung.
Untuk meraih juara pertama, setiap regu harus memanjat sampai puncak untuk menurunkan gulungan merah yang dikaitkan di sana.
Makna
Fandy dalam buku Hiburan Masa Lalu dan Tradisi Lokal menuliskan, jika diibaratkan, hadiah panjat pinang tersebut layaknya kemerdekaan Indonesia. Untuk itu, para pemuda perlu berjuang bersama dengan saling menopang tubuh satu sama lain untuk meraih kemerdekaan itu.
Jika berhasil mencapai puncak pohon pinang tersebut, hadiah yang jika diibaratkan kemerdekaan itu dibagi rata. (Hilal)