linimassa.id – Setiap tanggal 27 Mei diperingati sebagai Hari Jamu Nasional. Hari ini bertujuan mengangkat kembali eksistensi jamu di Indonesia. Penetapan Hari Jamu Nasional dimulai dari kekhawatiran akan pudarnya keberadaan jamu sebagai warisan budaya.
Pada 27 Mei 2008, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan tanggal ini sebagai Hari Kebangkitan Jamu Indonesia sekaligus mengakui jamu sebagai kearifan lokal yang harus dilestarikan.
Kata “jamu” merupakan singkatan dari dua kata Jawa, yaitu “jampi” yang berarti doa atau obat, dan “husada” yang berarti kesehatan. Dengan demikian, jamu dapat diartikan sebagai obat yang bertujuan meningkatkan kesehatan.
Jamu juga sering disebut sebagai obat rumahan karena dapat dibuat sendiri di rumah dengan menggunakan rempah-rempah yang ada di sekitar kita.
Berbagai jenis jamu di Indonesia memiliki manfaat kesehatan masing-masing. Misalnya, jamu kunyit asam dikenal untuk meringankan rasa sakit saat haid, menyegarkan tubuh, dan mencegah sariawan.
Jamu beras kencur bermanfaat untuk menghilangkan pegal, meredakan batuk, menambah nafsu makan, dan melancarkan peredaran darah.
Jamu temulawak sangat populer untuk menyembuhkan penyakit hepatitis karena dapat mencegah penyakit hati dan menurunkan kolesterol.
Selain itu, wedang uwuh dikenal dapat mengobati batuk, masuk angin, perut kembung, pegal linu, dan menyegarkan badan.
Dr. Siti Fadilah Supari, mantan Menteri Kesehatan Indonesia, mengungkapkan pentingnya melestarikan jamu sebagai warisan budaya bangsa. “Jamu adalah bagian dari identitas kita. Melalui jamu, kita dapat menjaga kesehatan dengan cara alami dan tradisional. Ini adalah warisan nenek moyang yang harus kita jaga,” ujarnya dalam sebuah wawancara.
Di era modern ini, jamu tidak hanya diakui di dalam negeri, tetapi juga mulai dikenal di mancanegara. Banyak produk jamu yang diekspor dan mendapat tempat di pasar internasional. Namun, tantangan tetap ada, terutama dalam menjaga kualitas dan standar produksi. (AR)